Jumat, 04 Oktober 2013

D.Meletusnya Peristiwa Berdarah Bagek kembar

Sesait,(SK),--Seiring dengan berjalannya waktu, Sesait menjadi wilayah kerajaan yang berdaulat hingga satu abad lamanya hingga meletus Perang Pageh Praya pada tahun 1882 M. Dalam Perang Pageh Praya tersebut, kerajaan Sesait juga ikut andil di dalamnya, yaitu dengan mengirim bantuan pasukan dan bergabung dengan pasukan di Praya untuk melawan Pasukan Anak Agung yang ingin menguasai Lombok. Di bawah pimpinan Titik Pantok , maka pasukan kerajaan Sesait berangkatlah menuju Praya.

Dalam perang Pageh Praya melawan Pasukan Anak Agung ini, Titik Pantok gugur sebagai kusuma bangsa (Syahid) di medan perang dan jasadnya di bawa pulang dan dimakamkan di utara kampung Sesait yang sekarang.

Agar Pasukan Sesait tidak kehilangan kendali di medan Perang, maka Mangku Gumi mengangkat Rebos Bin Alaya sebagai Pimpinan Pasukan menggantikan Titik Pantok yang telah gugur ketika terjadi perang melawan pasukan Anak Agung di Praya Lombok Tengah tahun 1882 M. Rebos Bin Alaya ini, tidak lain adalah misan Mangku Gumi sendiri. Mangku Gumi pada waktu itu di pegang oleh Lengguk Bin Rebadi, beliau adalah Mangku Gumi ke 19 di dalam hirarki Kerajaan Sesait.

Kurun waktu 65 tahun kemudian (1882-1945), dari sejak perang Pageh Praya, maka berkecamuklah perang dunia kedua. Di daerah teritorial Kerajaan Sesait pada tanggal 02 juni 1945, timbullah peristiwa berdarah yang menewaskan Komandan kompi Nippon Jepang bernama “Tani Guci” di Bagek Kembar oleh pejuang Sesait. Sehingga peristiwa berdarah itu yang oleh masyarakat Sesait disebut Peristiwa Berdarah Bagek Kembar.

Karena rakyat Sesait dan bahkan siapapun yang tinggal di dunia ini, tidak rela dijajah dalam bentuk apapun. Itulah sebabnya rakyat Sesait dalam menegakkan kedaulatan hirarki kerajaan, termasuk di dalamnya adat budaya yang masih kuat dan ini merupakan bagian dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dalam mengusir penjajah dari Ibu pertiwi tercinta ini. Maka hal tersebut patut di apresiasi dengan memberikan penghargaan yang luar biasa, karena semangat patriotisme yang terpatri dalam diri para pejuang tak terkalahkan.

Menurut keterangan saksi sejarah yang masih hidup hingga sekarang seperti Papuk Antek,Papuk Jamiah Amaq Bardi dan lain-lainnya, mereka rata-rata mengaku ketika terjadinya peristiwa Bagek Kembar Berdarah itu mereka masih usia remaja dan menuturkan sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut.

Di tuturkan, sebagaimana di ketahui bahwa penjajahan Jepang semakin leluasa memperluas wilayah kekuasaannya dalam Perang Asia Timur Raya. Ekspansi Jepang yang didasari semangat Hakko Ichiu dengan cepat merambah Asia Tenggara dan masuk ke Indonesia. Pada tanggal 8 Maret 1942, Ter Porteen (Panglima Tentara Hindia Belanda) harus menyerah tanpa syarat kepada bala tentara Jepang di Kalijati. Maka, mulailah periode pendudukan Jepang di Indonesia. 

Kehidupan rakyat pada masa pendudukan Jepang sungguh sangat menyedihkan. Lahan-lahan pertanian dieksploitasi sehingga menimbulkan krisis bahan pangan, krisis ekonomi, sumber daya alam, dan tingginya angka kematian. Hal itu diperparah dengan pengerahan tenaga kerja rakyat dalam bentuk kinrohoshi atau kerja bakti dan romusha atau kerja paksa. Pengerahan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Jepang akan pembuatan kubu-kubu pertahanan, lapangan terbang, gudang bawah tanah, jalan raya, dan jembatan. Proyek itu tidak hanya berada di Indonesia tetapi juga Birma, Muangthai, Vietnam, dan Malaysia. Dampaknya adalah ribuan orang terbunuh sementara para gadis dijadikan jughun ianfu atau wanita penghibur. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi rakyat Indonesia pada waktu itu. Begitu pula dengan di Lombok terutama di gumi paer Sesait.

Menurut cerita Amaq Bardi yang di benarkan oleh Papuk Antek dan Papuk Jamiah, kronologis terjadinya peristiwa berdarah bagek kembar yang menewaskan Tani Guchi seorang komandan tentara Jepang yang pada saat itu bertugas di wilayah gumi paer Sesait-Kayangan.Suatu ketika Tani Guci sebagaimana biasanya selalu turun ke lapangan mengawasi para petani tanaman kapas di wilayah Santong Korang , Bagek Kembar hingga di lendang galuh montong cempogok Lokok Rangan.Dalam menjalankan tugasnya ini, oelh Tuan Tani Guchi dan pasukannya selalu bertindak kasar dan main hakim sendiri.Sehingga ada dua orang pejuang Sesait yang di bunuhnya karena tidak keluar menanam kapas dikarenakan mereka sakit.

Amaq Akon, salah seorang korban yang di bunuh oleh Tuan Tani Guchi di kediamannya di Sesait (sekitar 50 meter sebelah timur Kampu) bersimbah darah segar dari sekujur tubuhnya.Terbunuhnya Amaq Akon ini dikarenakan tidak ikut pergi menanam kapas yang ditanam diwilayah Santong Korang sampai Bagek Kembar.Namun ketidak ikutan Amaq Akon itupun bukan tanpa alasan yang jelas yaitu karena sakit.Sebelumnya memang Amaq Akon telah permakluman kepada teman-teman seperjuangannya tidak bisa ikut bekerja menanam kapas sebagaimana yang dilakukannya setiap hari, dikarenakan Amaq Akon sedang sakit perut sehingga dia tidur di rumah kumuh sederhana miliknya sebelah timur Kampu Sesait yang berjarak kurang lebih 50 m.

Rupanya Tuan Tani Guchi tidak memperdulikannya.Lalu Tuan Tani Guchi mencari Amaq Akon langsung ke rumahnya dan membunuhnya. Melihat kejadian sadis yang di lakukan oleh penjajah Jepang terhadap rakyat Sesait waktu itu, maka lima dari Sembilan belas pahlawan Sesait menjadi murka. Mereka tampil membela pahlawan Sesait yang telah di bunuh oleh Tuna Guchi tersebut. Saking marahnya melihat kejadian tersebut, maka kelima pahlawan Sesait (Amaq Rera,Amaq Rumpat, Amaq Baris,Amaq Ideh dan Amaq Benjang ) kala itu, ikut pula membunuh pasukan Jepang.Setelah berhasil membunuh beberapa pasukan Jepang itu, mereka berencana untuk membunuh komandannya Tuan Tani Guchi.

Setelah Guci selesai menyiksa dan membunuh Amaq Akon, di lihatnya masyarakat banyak yang berdatangan sambil membunyikan Beduk di Masjid Kuno Sesait, Guci pun pergi. Kemudian Mangku Gumi mengambil inisiatip mengumpulkan tokoh-tokoh untuk melakukan rencana membunuh Guci. Setelah sepakat, dibawah pimpinan Mangku Gumi Lengguk sendiri dan putranya Rumpat, mereka mengatur siasat untuk bisa melumpuhkan Tuan Tani Guchi komandan Jepang yang sombong dan selalu bertindak anarkis tersebut.

Dalam strategi perang itu, mereka membagi menjadi dua jalur pengejaran yaitu jalur barat di pimpin Mangku Gumi Lengguk, mulai dari Sesait terus ke utara melalui sejongga, mengambil arah memutar untuk mendahului Guci yang akan pulang ke Pos penjagaannya di Amor-amor, dimana Tuan Tani Guchi ini ketika akan pulang melalui jalan Mpak Mayong. Sedangkan jalur timur di pimpin oleh Rumpat putra Mangku Gumi sendiri, dari Sesait terus ke utara menyusuri Tukak Bendu, Santong Korang, Bagek Kembar hingga Empak Mayong.

Mangku Gumi beserta Pejuang lainnya dapat mendahului guci di selatan Mpak Mayong (sekarang Dusun Bagek Kembar), Lokaq Ebeh langsung menghunus pedangnya dan mengarahkan ke tubuh Guci, namun Guci sempat berkelit, sehingga pedang lokaq Ebeh kala itu terpental hingga nyaris mengenai leher kuda yang di tunggangi oleh Guci. Berselang beberapa detik setelah itu, secara bersamaan dari arah selatan dari atas kudanya Rumpat menghujamkan tombaknya tepat kedada Guci.Guci pun terpental jatuh dari atas kudanya sambil bersimbah darah. Guci berusaha untuk bangun, namun malang bagi Guci secara serentak pejuang Sesait dibawah pimpinan Mangku Gumi Lengguk dan Rumpat secara bersamaan menghujamkan senjata pedang dan tombak serta keris yang mereka bawa secara bertubi-tubi ke tubuh Guci, hingga tubuh Guci tidak bisa di kenali.

Menurut keterangan saksi sejarah yang masih hidup Amaq Bardi, Amaq Jamiah dan Papuk Antek, yang ketika peristiwa Bagek Kembar Berdarah itu terjadi, mereka rata-rata masih usia remaja menceritakan, setelah terbunuhnya Guci tersebut lalu mayatnya di mutilasi menjadi tiga bagian lalu di kubur terpisah di sekitar tempat kejadian perkara (TKP). Hal itu di maksudkan untuk menghilangkan jejak.Peristiwa ini terjadi tanggal,02 Juni1945 di Bagek Kembar, yang sekarang masuk dalam wilayah Dusun Bagek Kembar Desa Kayangan Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara Nusa Tenggara Barat. Untuk mengenang para pejuang atau pahlawan Sesait yang berhasil membunuh Komandan tentara Jepang waktu itu, maka peristiwa itu terkenal dengan nama Peristiwa Berdarah Bagek kembar.(Eko-Agus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar