Senin, 23 April 2012

Pesta Demokrasi di Sesait Berlangsung Seru

Sesait,(SK),-- Dalam pertarungan perebutan kursi Keliang Dusun Sesait, Incomben Asrin terjungkal jauh dari prediksi awal dalam pesta demokrasi yang berlangsung di halaman depan Kampu Sesait,Minggu (22/04).
Marswadi yang tidak di unggulkan, ternyata memperoleh dukungan suara terbanyak dari tiga rivalnya yang lain, yaitu 128 suara. Sementara Incomben Asrin hanya memperoleh suara 34, Abdul Wahab memperoleh 63 suara dan Karyadin yang juga Ketua MKD (Majelis Krama Desa) Desa Sesait hanya memperoleh dukungan terkecil yaitu 17 suara dari 260 wajib pilih.

Menurut Pemusungan Sesait Murdan, ketika di tanya wartawan media ini mengatakan, pada tahun 2012 ini ada lima Dusun yang akan berakhir masa jabatan Kepala Dusunnya, diantaranya Dusun Sesait yang saat ini sedang mengadakan pemilihan ini.Sedangkan empat dusun yang lainnya akan berakhir masa jabatan Kepala Dusunnya pada bulan Juni 2012 mendatang yaitu Dusun Lokok Sutrang,Dusun Sumur Pande Daya,Dusun Bat Pawang dan Dusun Tukak Bendu.

Dikatakannya, Kepala Dusun yang akan berakhir masa jabatannya pada bulan Juni 2012 mendatang, pada bulan Mei sudah membentuk panitia pemilihan, sehingga pertengan Juni sudah diadakan pemilihan, sebelum SK berakhir.

Dusun Sesait yang menggelar pemilihan kali ini, karena memang SK Pengangkatan Kepala Dusunnya sudah berakhir tanggal 20 Maret 2012 lalu.

Di Sesait ini, masalah demokrasi seru, lebih-lebih pelaksanaan pemilihannya mulai dari sejak pencalonan hingga proses pemilihannya menganut system keluarga. Artinya, tidak diperlukan dukungan, jadi masyarakatlah yang menentukan siapa yang di calonkan, sehingga saksi pun tidak diperlukan bagi setiap calon. Setiap calon itulah yang menjadi saksi langsung.”Jadi pada saat hari “H” baru kelihatan, siapa yang dukung siapa,”terang Pemusungan yang asli Sesait ini.

Sementara itu, Soadi Pjs Kepala Dusun Sesait mengatakan, pada saat pencalonan tidak diperlukan daftar dukungan, seperti lumrah dilakukan dibeberapa desa di KLU ini.Karena menurutnya, siapapun boleh mencalonkan diri atau dicalonkan.

Ketika di Tanya seputar siapa diantara empat calon yang berlaga memperebutkan kursi Kepala Dusun Sesait tersebut, Soadi mengatakan tidak bisa memprediksinya, karena masing-masing calon tidak diberikan (sesuai aturan local) membuat daftar dukungan. Karena menurutnya, jika hal itu dilakukan maka dikhawatirkan terjadi gesekan antar warga sebelum pemilihan.

Menurut salah seorang tokoh pendukung berat dari calon terpilih Arudin (51) mengatakan, memang dari prediksi awal katanya, bahwa dirinya tetap menjagokan Marswadi. Alasannya, calon yang dia dukung itu disamping masih muda, juga nantinya diyakini dalam melaksanakan tugasnya Insya Allah akan bertindak transparan.

“Sebagai pendukung berat Amandito (Marswadi), kami berharap dalam menjalankan tugasnya nanti selalu transparan dan selalu mengedepankan musyawarah dengan warga sebelum sesuatu di putuskan untuk dilaksanakan,”harap Arudin yang biasa dipanggil Jawik ini.

Sementara Marswadi calon terpilih mengatakan, disamping akan melanjutkan program pejabat lama, juga dalam memulai tugasnya akan selalu memperhatikan masukan yang bersifat membangun dari warganya. Karena menurutnya tanpa dukungan dari semua warga tidak mungkin segala program yang direncanakan akan berhasil dilaksanakan. (Eko).
 

Budidaya Melon Merupakan Prosfek Menjanjikan

Kayangan,(SK),--- Agribisnis melon merupakan prospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras, miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman serta faktor pemeliharaan tidak diperhatikan, maka keuntungan bisnis ini akan jauh menurun.
Menurut Winarto (40) warga Desa Selengen Kecamatan Kayangan, dalam berbisnis Melon yang memiliki prosfek menjanjikan di masa mendatang ini, membutuhkan keseriusan dalam mengelolanya. 

Dikatakan Winarto, bahwa syarat pertumbuhan tanaman buah ini sangat tergantung pada iklim dan media tanam. Perlu penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya. Pada kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit. Suhu optimal antara 25-300C. Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon. Hujan terus menerus akan merugikan tanaman melon. Tumbuh baik pada ketinggian 300-900 m dpl.

Tanah yang baik ialah tanah liat berpasir yang banyak mengandung bahan organik seperti andosol, latosol, regosol, dan grumosol, asalkan kekurangan dari sifat-sifat tanah tersebut dapat dimanipulasi dengan pengapuran, penambahan bahan organik, maupun pemupukan. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah, pH tanah 5,8-7,2.

Tanaman Melon ini merupakan nama buah sekaligus tanaman yang menghasilkannya, yang termasuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceace. Buahnya biasanya dimakan segar sebagai buah meja atau diiris-iris sebagai campuran es buah. Bagian yang dimakan adalah daging buah (mesokarp). Teksturnya lunak, berwarna putih sampai merah, tergantung kultivarnya.

Melon ini merupakan tumbuhan semusim, merambat tetapi menjalar, tidak memanjat, dimana daunnya berbentuk menjari dengan lekuk moderat sehingga seperti lingkaran bersudut. Sedangkan batangnya biasanya tidak berkayu.Tumbuhan ini berumah satu dengan bunga dua tipe: bunga jantan dan hermafrodit. Bunga jantan muncul biasanya pada saat tanaman masih muda atau bila tumbuhnya kurang baik. Buah Melon bertipe pepo, bagian mesokarp menebal menjadi daging buah yang berair. Melon amat beragam, terutama dilihat dari bentuk buahnya.

Winarto mengatakan, jenis-jenis melon yang terkenal adalah: melon Christianism (1850); melon Sill Hybrid (1870); melon Surprise (1876); melon Ivondequoit, Miller Cream, Netted Gem,Hacken Sack dan Osage (1881–1890); melon Honey Rock dan Improved Perfecto (1933); melon Imperial (1935); melon Queen of Colorado dan Honey Gold (1939).

Untuk memudahkan sistem penanaman dan pengelompokan melon, Winarto menyebut menurut para ahli mengklasifikasikan melon dalam dua tipe, yaitu: Tipe Netted-Melon dan Tipe Winter-Melon. Tipe Netted-Melon, dengan ciri-ciri: kulit buah keras, kasar, berurat dan bergambar seperti jala (net); aroma relatif lebih harum dibanding dengan winter–melon; lebih cepat masak antara 75–90 hari; awet dan tahan lama untuk disimpan. Sedangkan tipe Winter-Melon, dengan ciri-ciri: kulit buah halus, mengkilat dan aroma buah tidak harum; buah lambat untuk masak antara 90–120 hari; mudah rusak dan tidak tahan lama untuk disimpan; tipe melon ini sering digunakan sebagai tanaman hias.

“Buah melon dimanfaatkan sebagai makanan buah segar dengan kandungan vitamin C yang cukup tinggi,”kata Winarto.

“Bupati KLU H.Djohan Sjamsu,SH juga pernah mencoba Melon KLU ini, beliau senang Melon KLU karena rasanya manis,”tambah Winarto.

Untuk membudidayakan Melon ini butuh keseriusan dan keuletan dalam mengelolanya. Hal ini menurut petani yang pernah mengembangkan budidaya Melon di Jawa ini, terutama terhadap iklim setempat. Dimana iklim menurutnya sangat menentukan keberhasilan budidaya tanaman buah tersebut.

Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon, dapat mematahkan tangkai daun, tangkai buah dan batang tanaman. Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang sudah terbentuk dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi patogen. Saat tanaman melon menjelang panen, akan mengurangi kadar gula dalam buah.Tanaman melon memerlukan penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya.

Selain itu,tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering untuk pertumbuhannya. Suhu pertumbuhan untuk tanam melon antara 25–30 derajat C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh apabila kurang dari 18 derajat C. Kelembaban udara secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman melon. Dalam kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit.(Eko)

Bocah Kelas 3 SD, di Duga di Cabuli Teman Sekolahnya

Kayangan,(SK),-- Hari Selasa tanggal 17 April 2012 sekitar pukul 11,30 wita bertempat di SD tempatnya bersekolah, merupakan hari yang naas bagi EJ (9).
Pasalnya, EJ yang masih duduk di kelas 3 SD dan masih ingusan ini tega di gagahi oleh teman sekolahnya SS (12) yang juga masih duduk di kelas 6 di SD yang sama.

Kasus dugaan pencabulan yang dilakukan SS siswa kelas 6 SD terhadap EJ yang juga masih kelas 3 SD yang sama dan masih di bawah umur itu, kini sedang di tangani pihak Polsek Kayangan.

Kapolres Lombok Barat melalui Kapolsek Kayangan Ipda Komang Sugatha, ketika di konfirmasi tentang peristiwa pencabulan tersebut membenarkan.Dikatakannya, Kasus Pencabulan yang dilakukan SS warga Dusun Kebun Kunyit Desa Dangiang terhadap korban EJ warga Dusun Boyotan Asli di SD 3 Gumantar Selasa siang sekitar pukul 11,30 wita tanggal 17 April 2012 itu, kini sedang dilakukan penyelidikan pihaknya. Sambil menunggu hasil visum dokter dari pihak Puskesmas Kayangan, pihak Kepolisian terus mengadakan upaya pendekatan dengan pihak korban maupun dengan pihak terkait dalam hal ini Pemerintah Desa Gumantar untuk mendapatkan penyelesaian, karena kasus ini masih di bawah umur.

“Kalau memang kasus tersebut ada indikasi pihak korban tidak mau diselesaikan ditingkat bawah karena ini masih dibawah umur, maka kasus ini akan kami limpahkan ke Polres Lombok Barat untuk penanganan lebih lanjut,”terang Kapolsek berkumis ini. “Untuk sementara, korban dan pelaku kita amankan di Polsek Kayangan,”jelas Komang Sugatha.(Eko)

Bupati KLU Resmikan 30 Unit Rumah Layak Huni

Gumantar,(SK),-- Sebagai implementasi dari ikhtiar Bupati KLU H.Djohan Sjamsu,SH dan Wakil Bupati H.Najmul Akhyar,SH MH dalam menuntaskan angka kemiskinan di daerah Tioq Tata Tunaq adalah salah satunya memberikan bantuan rehabilitasi rumah layak huni.

Program rehabilitasi rumah layak huni yang di gelontorkan Dinas Sosial dan Tenaga Kerja KLU sejak tahun 2010 lalu sejumlah 10.814 unit dan yang sudah realisasi hingga tahun 2011 dan awal tahun 2012 baru 250 unit.

Hal tersebut dikatakan Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja KLU Hj.Marniati,SH.MM dalam sambutannya pada acara peresmian program rehabilitasi 30 unit rumah layak huni di dusun Amor-Amor Desa Gumantar Kecamatan Kayangan KLU, Sabtu, (21/04) pecan lalu.

Bantuan rehabilitasi rumah layak huni dari Pemerintah Daerah KLU untuk masyarakat miskin pada tahun 2011 melalui APBDP sebanyak 100 unit, dimana 30 unit itu ada di Dusun Amor-Amor Desa Gumantar ini. Sedangkan sisanya tersebar di beberapa Kecamatan yang ada di KLU.

Dikatakannya, kondisi masalah social di KLU ini banyak sekali, diantaranya masalah kekerasan dalam rumah tangga,kemiskinan,kejahatan,rawan bencana,narkoba,kenakalan remaja,narkotika dan lain sebagainya. Hal ini membutuhkan perhatian semua pihak untuk bagaimana bisa keluar dari segala masalah yang melilit kehidupan masyarakat tersebut. “Program rehabilitasi rumah layak huni ini adalah salah satu solusinya,”kata Kartini asli KLU ini.

Camat Kayangan Tresnahadi dalam kesempatan tersebut mengucapkan terima kasih kepada Pemda KLU karena pada tahun 2011 lalu telah memberikan bantuan rumah layak huni kepada masyarakatnya di Dusun Amor-Amor Desa Gumantar Kecamatan Kayangan KLU sejumlah 30 unit. Disamping itu,Camat Kayangan yang asli Rempek ini juga mengucapkan terima kasih kepada Pemda KLU melalui Dinas Sosial dan Tenaga Kerja KLU, karena pada tahun anggaran 2012 ini memberikan bantuan kepada masyarakatnya 100 unit rumah layak huni. Dimana 50 unit diperuntukkan bagi masyarakat yang terkena musibah angin putting beliung di Dusun Sambik Jengkel Desa Selengen Kecamatan Kayangan dan 50 unit lagi untuk Desa Kayangan.

Program ini merupakan ikhtiar dari Bupati KLU tentang bagaimana masyarakat KLU yang angka kemiskinannya menduduki peringkat tertinggi di NTB yaitu 43,14 % tersebut bisa sedikit demi sedikit di tekan.Termasuk juga masyarakat yang ada di Dusun Amor-Amor yang mendapatkan bantuan rumah layak huni ini.

“Masyarakat yang ada di Dusun Amor-Amor ini kebanyakan janda, pekerjaan mereka sebagai pemecah batu, jadi sangat tepat ini mendapat bantuan,”puji Tresnahadi.

Atas nama masyarakat dusun Amor-Amor Desa Gumantar ini, Tresnahadi juga mengucapkan terima kasih kepada Bupati KLU karena telah memperhatikan masyarakat di wilayah ini melalui program rehabilitasi rumah layak huni ini. Namun yang menjadi persoalan krusial di daerah ini adalah masalah kebutuhan air bersih.Selama ini masyarakat di dusun ini mengandalkan air sungi Amor-Amor untuk konsumsi.

“Mudah-mudahan Bupati melalui APBDP tahun 2012 ini dapat membantu masyarakat kami untuk air bersih ini,”harap Tresnahadi.

Sementara itu Bupati KLU H.Djohan Sjamsu,SH dalam sambutannya sebelum meresmikan 30 unit rumah layak huni di Dusun Amor-Amor Desa Gumantar Kecamatan Kayangan tersebut mengaku yang di khawatirkannya adalah angka kemiskinan yang 43,14% itu, bagaimana mengentaskannya.

“Untuk itu dibutuhkan bantuan seluruh elemen masyarakat KLU untuk menyukseskan program pembangunan di daerah ini.Tanpa itu semua, mustahil akan berhasil,”tegas Bupati.

Dikatakannya, untuk tahun 2012 ini, KLU mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri untuk pembangunan RSUD.Jika ini realisasi, kata Bupati, tentu masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan tidak perlu lagi harus di rujuk ke RSU Mataram.

Untuk tahun 2013 mendatang, berdasarkan aspirasi masyarakat di wilayah Bayan, Kayangan dan Pemenang (Gili), akan di bangun beberapa buah Puskesmas. Satu buah Puskesmas nantinya akan dibangun di Desa Senaru Kecamatan Bayan, satu buah di Desa Santong Kecamatan Kayangan dan satu buah lagi akan di bangun di daerah Gili Trawangan.

“Ini salah satu cara kita untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, karena implikasi dari kemiskinan itu salah satunya adalah pelayanan kesehatan, ”tandasnya.

Disamping kemiskinan yang menjadi prioritas program pembangunan di KLU, Bupati juga menyebut pembangunan infrastruktur jalan sepanjang 120 km dari 370 km sudah dilaksanakan, kemudian masalah kelistrikan, dimana pada tahun 2012 ini sedang di bangun PLTA di Kali Sidutan dan Kali Segara dengan kekuatan 6,5 MW, serta masalah Air bersih yaitu dengan telah selesainya di bangun SPAM Santong dengan kekuatan 350 liter/detik.

Usai memberikan sambutan, Bupati KLU H.Djohan Sjamsu,SH meresmikan 30 unit rumah layak huni di Dusun Amor-Amor Desa Gumantar Kecamatan Kayangan KLU, dengan didampingi Ketua DPRD KLU H.Mariadi,S.Ag,Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Hj.Marniati,SH.MM, Camat Kayangan Tresnahadi,Kepala Desa Gumantar Mahit dan beberapa undangan lainnya.(Eko).

Minggu, 22 April 2012

Budidaya Melon di Lahan Kering, Butuh Keseriusan

Selengen,(SK),-- Budidaya Melon tidak semudah apa yang dibayangkan. Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah yang termasuk famili Cucurbitaceae, dimana banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika.
Lain halnya dengan Winarto (40) warga Selengen Kecamatan Kayangan membudidayakan Melon di lahan kering dengan memanfaatkan air hujan sebagai andalan irigasinya. Tanaman melon (Cucumis melo) relatif sulit dibudidayakan dibandingkan dengan tanaman dari famili Cucurbitaceae lainnya. Tanaman melon bisa tumbuh baik pada curah hujan 2.000 – 3.000 mm/tahun, suhu 30 – 35o C, intensitas cahaya matahari tinggi, kelembaban udara 70 – 80 % atau minimal 60 %, ketinggian 300 – 1000 m dpl, dan jenis tanah berlempung.

Hal tersebut diakui Winarto sebagai ajang uji coba, karena untuk mengairinya saja membutuhkan air hujan. Ketika tidak ada hujan,katanya, dirinya mengaku membendung kali Beru yang merupakan sisa buangan dari sawah, yang kemudian di sedot untuk kebutuhan penyiramannya. Dikatakan Winarto, dirinya mencoba membudidayakan Melon tersebut sebagai percobaan, dimana lahan yang 4 Ha yang ditanami Melon sejumlah 4.000 pohon itu di sewanya pada pemilik tanah Jonar Siahaan (warga Ampenan).

Disamping itu, Winarto sering menularkan ilmunya untuk para petani di daerah setempat tentang bagaimana bercocok tanam membudidayakan tanaman buah yang menjanjikan ini, sehingga banyak yang berhasil. 

Dalam membudidayakan Melon di daerah Selengen ini, menurut Winarto, banyak suka dukanya.Baik dari segi keamanan maupun dari segi pengairannya.Karena letaknya jauh dari keramian, maka keamanan tanaman buah ini rentan kehilangan.Disamping itu untuk mengairinya butuh kerja keras dan keseriusan dalam mengelolanya. Jika hanya setengah-setengah, mungkin tidak akan berhasil.

Walau demikian, Winarto yang merupakan anak ke 4 dari 6 bersaudara ini mengaku sangat senang dengan pekerjaannya sekarang ini.Keinginan yang sangat kuat inilah yang mendorong semangatnya untuk bagaimana keberadaannya selaku petani Melon di daerah terpencil ini di akui Pemerintah.Sehingga dirinya berniat bahwa untuk panen perdananya nanti akan mengundang Bupati KLU.

Kondisi inilah yang membuat Winarto menghadap Bupati KLU H.Djohan Sjamsu,SH beberapa waktu lalu, untuk mengutarakan maksudnya.

“Pada intinya, kami silaturahmi ke Bupati KLU beberapa waktu lalu itu, disamping ada rencana panen perdana mengundang Bupati, juga kami butuh bantuan pengadaan sumur bor sebagai alternative untuk mengairi lahan kami,”katanya.

Melon milik Winarto tersebut, hingga hari ini sudah berusia 55 hari, tinggal beberapa hari lagi panen. Namun keamanan tanaman buah yang memiliki prosfek menjanjikan di masa mendatang ini, rawan sekali. Buktinya, beberapa waktu lalu, ada sekitar 19 buah Melon hilang.Itulah sebabnya dirinya kepingin panen muda.

Terkait kondisi ini, Bupati KLU H.Djohan Sjamsu,SH menyarankan agar sebelum panen tiba, keamanannya selalu di maksimalkan. Tidak hanya itu, Bupati juga menindak lanjutinya dengan memerintahkan dinas terkait dalam hal ini Dinas Pertanian KLU dan Pemerintah Kecamatan Kayangan untuk turun langsung melihat kondisi lokasi budidaya Melon tersebut.

Menindak lanjuti hal tersebut, Dinas Pertanian menurunkan Kabid.Pertanian Sabdi,SP, Pemerintah Kecamatan menurunkan Kasi Trantib dan Pemerintah Desa Selengen menurunkan Kaur Pemerintahan, turun langsung ke lokasi budidaya Melon milik Winarto tersebut,Kamis (19/04) lalu.

Kabid Pertanian KLU Sabdi,SP menyarankan agar selalu waspada terhadap segala kemungkinan yang terjadi, jangan sampai terulang kembali.”Kehilangan 18 biji itu, jangan sampai terulang kembali, “sarannya.(Eko).

Kamis, 19 April 2012

Peningkatan Kapasitas KPMD, BPMD KLU Gandeng YLKMP

Sesait,(SK),-- Sebagai rangkaian dari implementasi program penguatan keberdayaan warga,Organisasi warga, dan Pemerintahan Desa dalam mendorong Desa Mandiri, maka perlu peningkatan kapasitas bagi KPMD,Pemerintahan Desa dan OMS di 33 Desa di Kabupaten Lombok Utara.

Terkait peningkatan kapasitas tersebut, BPMD KLU bekerja sama dengan Access Phase II dan YLKMP menggelar pelatihan pengorganisasian dan pemberdayaan hak warga, yang berlangsung di aula Kantor Desa Sesait Kecamatan Kayangan,Sabtu,14 April 2012 pekan lalu.

Hadir dalam kegiatan tersebut, disamping Pemerintah Kecamatan Kayangan yang diwakili Kasi Trantib, juga dihadiri oleh Kepala Desa, KPMD, OMS, dari empat desa yang ada di Kecamatan Kayangan serta Fasduk dan Fasping.

Pelaksanaan pelatihan Pengorganisasian dan pemberdayaan hak warga ini berlangsung selama tiga hari, mulai tanggal 14 hingga 16 April 2012. Untuk Kecamatan Kayangan jumlah peserta 48 orang, di bagi menjadi dua kluster. Kluster pertama di Kantor Desa Sesait di ikuti 24 orang peserta dari empat Desa yaitu Desa Sesait, Kayangan, Dangiang dan Santong. Sementara untuk Kluster kedua, juga di ikuti 24 orang peserta dilaksanakan di Kantor Desa Pendua, dari empat Desa, yaitu Desa Pendua,Gumantar,Salut dan Selengen.

Camat Kayangan dalam pengantarnya yang diwakili Kasi Trantib Eko Sekiadim, mengatakan bahwa pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya KPMD dan pendukungnya terkait pengorganisasian dan hak-hak warga.

Untuk itu Eko berharap atas nama Pemerintah Kecamatan Kayangan, agar semua peserta mengikuti kegiatan pelatihan ini dengan baik, karena menurutnya banyak yang harus dipelajari terkait dengan kapasitas KPMD,Pemdes dan OMS dalam pengorganisasian dan pemberdayaan hak warga.

“Saya berharap dengan selesainya pelatihan ini nantinya, SDM KPMD dan pendukungnya mampu mentransformasikan kapasitasnya kepada warga,”tandasnya.

Sementara itu, Pemusungan Sesait Murdan, dalam sambutannya juga berharap agar keberadaan para peserta yang hadir dalam kelaster ini, betul-betul tercapai tujuan dari pelatihan ini.

“Bagi para KPMD dan OMS, saya berharap ilmu yang di dapatkan dalam pelatihan ini, bisa di kembangkan dalam masyarakat, ”kata Murdan, yang pada bulan Oktober 2012 mendatang akan berakhir masa jabatannya sebagai Pemusungan Sesait ini.

Kegiatan pelatihan pengorganisasian dan pemberdayaan hak warga yang berlangsung di Kantor Desa Sesait ini, di pandu langsung oleh Fasilitator Kabupaten Lombok Utara L.Saefudin,SH.MH yang sehari-harinya aktif sebagai Dosen Senior pada Fakultas Hukum Universitas Mataram.

Mengawali penyampaian materinya, L.Saefudin yang biasa di panggil pak Gayep ini memaparkan, paradigm pembangunan dewasa ini telah mengalami perkembangan, yaitu dari berbasis kebutuhan (needs) ke pendekatan berbasis hak (rights based approach). Hal ini menurutnya, akan membawa konsekuensi pada cara-cara analisis dan perencanaan program-program pembangunan ke arah terwujudnya pemenuhan hak-hak dasar manusia, termasuk hak-hak perempuan yang di ukur tidak hanya terbatas pada indicator tingkat pendapatan (ekonomi), tetapi di ukur dengan tingkat perbaikan indeks pembangunan manusia, yang meliputi tingkat pendapatan,pendidikan dan kesehatan.

Pembangunan berbasis hak, telah menjadi kesepakatan masyarakat dunia yang di tetapkan melalui KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Milineum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada bulan September 2004, dengan di hasilkannya deklarasi tujuan pembangunan Milenium atau Milenium Development Goals (MDGs) bagi Negara-negra anggota.
 
Indonesia, lanjut pak Gayep, sebagai salah satu anggota yang telah menanda tangani deklarasi, wajib menjalankannya untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak dasar rakyatnya, seperti yang telah di canangkan dalam kebijakan Pembangunan Milenium Indonesia 2015.

Selanjutnya pak Gayep mengingatkan, bahwa perkembangan yang terjadi di tingkat global dan nasional tersebut telah melahirkan tuntutan-tuntutan baru, seperti perencanaan strategis program-program pembangunan berbasis hak, tak terkecuali perwujudan hak-hak kaum perempuan.

Sejalan dengan perkembangan pendekatan dan kebijakan pembangunan tersebut, maka Access bekerja sama dengan mitranya, dalam hal ini YLKMP sebagai tim pelaksana di Kabupaten Lombok Utara, terus bekerja keras menyukseskan programnya.\

“Dalam rangka mendorong penguatan keberdayaan warga, organisasi warga itulah, maka pelatihan tentang pengorganisasian dan pemberdayaan hak-hak warga itu di adakan,”kata pak Gayep.

Dengan mengikuti pelatihan ini, maka hasil yang diharapkan nantinya akan terbangunnya kapasitas KPMD dan dinamika warga, termasuk kelompok perempuan dan orang miskin serta yang termalginalkan lainnya, hingga mampu memobilisasi asset desa dalam mengusung kemandirian desa.(Eko).

Sebagai Ibukota Kecamatan Kayangan, Lokok Rangan Berbenah

Kayangan,(SK),-- Jika menyebut nama Lokok Rangan, setiap masyarakat Dayan Gunung pasti mengenalnya. Sejak tahun 1969 silam, setelah pisah dengan Desa Sesait, Lokok Rangan adalah salah satu dusun yang ada dan tertua selain Lengkukun.

Dusun yang asalnya satu di awal terbentuknya Desa Kayangan itu, kini sudah berkembang menjadi 4 (empat) dusun dan dusun Lokok Rangan ini tetap berada di jantung kota Kayangan yang sekaligus sebagai ibukota Desa dan Kecamatan Kayangan.

Dari sejak terbentuknya tahun 1969 silam, ada beberapa orang yang pernah berkuasa di desa ini, diantaranya mulai dari Amaq Juma’is,Amak Sema’in,Israil Ismail DM, Sudibyo,H.Alwi,Mustai’in,Asudin, hingga Jamaan Aspari sekarang.

Diantara nama tersebut, yang paling lama berkuasa sebagai Kepala Desa Kayangan adalah Israil Ismail DM, hampir 20 tahun. Masa kepemimpinan beliau, sudah banyak yang telah diperbuatnya, termasuk sarana dan prasarana olah raga volley ball yang terletak di depan Kantor Desa Kayangan. Orang menyebutnya stadion mini Lokok Rangan.

Berbagai event pernah digelar ditempat ini. Begitu pula dengan kegiatan akbar akhir bulan April 2012 ini, yaitu kegiatan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat Kecamatan Kayangan.

Menjelang pelaksanaan MTQ tingkat Kecamatan Kayangan tersebut, Camat Kayangan Tresnahadi mengajak seluruh pimpinan SKPD beserta staf lingkup Kecamatan Kayangan untuk bergotong royong membersihkan lokasi lapangan volley ball Desa Kayangan,Sabtu,(14/04), dimana tempat ini nantinya akan di jadikan sebagai arena utama pelaksanaan MTQ tingkat Kecamatan Kayangan.

Seluruh karyawan Kantor Camat Kayangan dan Desa Kayangan turut ambil bagian dalam gotong royong ini. Tak ketinggalan masyarakat Lokok Rangan juga turut serta.Di tengah-tengah kerumunan masyarakat gotong royong tersebut, mantan Kepala Desa Kayangan H.Israil Ismail DM ikut pula berbaur dengan masyarakat setempat. Ini menandakan bahwa masyarakat dan tokoh di Lokok Rangan sangat mendukung momen syiar Islam yang sekali setahun digelar itu.

“Lokok Rangan ini adalah jantungnya kota Kecamatan Kayangan, maka perlu pembenahan lebih serius dari semua pihak dan keterlibatan mereka dalam membangun kebersamaan sangat menentukan keberhasilan suatu kegiatan,”kata Mawardi,SH Kasubag Keuangan Kantor Camat Kayangan.

Sementara itu,Ketua LPTQ Kecamatan Kayangan Agus Suparno,S,Hi mengatakan sangat yakin bahwa pelaksanaan MTQ tingkat Kecamatan Kayangan yang nantinya di gelar di lapangan Volly ball Desa Kayangan ini, akan sukses. “Yang penting di dukung oleh semua pihak,Insya Allah pasti sukses, ”katanya.

Senada dengan Ketua LPTQ tersebut,Kasi Kesos Edi Sutrisno,SP juga berharap yang sama. Semoga pelaksanaan MTQ tingkat Kecamatan Kayangan yang pertamakali di gelar sejak KLU berdiri tersebut, sukses. (Eko).
 

Minggu, 15 April 2012

Mitos yang Melingkari Masyarakat Desa Anyar Terhadap Makam Bibi Cili (Cilinaya)

Anyar,(SK),-- Setiap suku bangsa yang hidup dengan kebudayaannya masing-masing selalu memiliki mitos atau cerita rakyat yang berupa folklor ataupun babad dan dongeng suci mengenai penciptaan alam semesta, tokoh-tokoh yang dianggap suci, dan cerita-cerita rakyat yang dianngap memiliki nilai-nilai luhur dalam sebuah budaya dianut dan lakukan secara berkelangsungan dan turun temurun.

Cerita rakyat biasanya penuh dengan keajaiban-keajaiban atau nilai-nilai mistis yang tidak bisa dikaji dan bahkan sulit untuk dipercayai dengan nalar, namun demikian, para pendukung dari cerita rakyat ini selalu percaya dan menerimanya sebagai suatu hal yang bernilai luhur bahkan lebih dari itu, mereka senantiasa mengagung-agungkan cerita rakyat yang berkembang di daerah mereka masing-masing.

Di pulau Lombok sendiri terdapat banyak sekali cerita rakyat yang berkembang dan tetap hidup hingga sekarang. Diantara sekian banyak cerita rakyat yang berkembang di pulau Lombok, ada beberapa cerita rakyat yang sangat terkenal dan bahkan tersebar hingga ke luar pulau Lombok.

Cerita-cerita dimaksud adalah cerita rakyat Dewi Anjani, cerita rakyat Cupak Gurantang, cerita rakyat Denda Cilinaya, cerita rakyat Putri Nyale, cerita rakyat Doyan Neda, dan cerita rakyat Batara Guru.

Cerita rakyat yang telah disebut tadi, hampir tersebar di seluruh wilyah pulau Lombok dan dikenal oleh semua masyarakatnya, sebab cerita tersebut telah tersebar dari mulut ke mulut dan dari masa ke masa.

Pada bagian ini, penulis hanya membahas mengenai cerita rakyat Denda Cilinaya yang disebut juga dengan nama Bibi Cili. Cerita rakyat Denda Cilinaya ini tersebar hampir di seluruh penjuru pulau Lombok, dan setiap daerah mengklaim bahwa di daerah merekalah Denda Cilinaya tersebut hidup pada masa lampau.

Misalnya masyarakat Lombok Timur menganggap bahwa Denda Cilinaya adalah cerita rakyat yang asli dari Lombok Timur, demikian juga dengan masyarakat Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Lombok Utara. Namun selama ini belum ada bukti yang pasti sebagai bukti bahwa Denda Cilinaya atau Bibi Cili itu memang benar-benar hidup di Lombok Timur, Lombok Tengah, ataupun Lombok Barat pada masa lampau.

Berbeda dengan di Lombok Utara yang memiliki bukti autentik tentang keberadaan Denda Cilinaya pada masa lampau. Bukti keberadaan Denda Cilinaya di Lombok Utara adalah adanya makam Denda Cilinaya atau Bibi Cili di Desa Anyar Kecamatan Bayan yang tepatnya berada di Bangket Montong milik Raden Singanem yang sekaligus juru kunci dan mangku dari makam tersebut, yang letaknya tidak jauh dari pantai Labuhan Carik. Makam Bibi Cili terletak sekitar 350 meter kearah timur dari tepi pantai Labuhan Carik, makam ini merupakan suatu bukti yang autentik mengenai keberadaan Denda Cilinaya pada masa silam.

Makam Bibi Cili berada di daerah persawahan masyarakat Desa Anyar, makam ini berada lebih tinggi dari pada daerah sekitarnya, oleh sebab itulah makam ini juga sering disebut dengan makam Montong yang berarti tinggi. Ketinggian tempat makam ini kurang lebih 40 meter dengan luas sekitar 6 x 4 meter dengan bentuk semakin ke atas semakin lancip, layaknya sebuah anak bukit. Di sebelah barat makam terdapat sebatang pohon beringin tua yang usianya diperkirakan sekitar ratusan tahun, di sebelah timur makam terdapat pohon mengkasar yang usianya juga diperkirakan sudah mencapai ratusan tahun, di sebelah selatan makam terhampar sawah dan sekitar 50 meter kearah tenggara makam juga terdapat sebuah makam patih Jero Tuek yang membunuh Cilinaya dan di sebelah utaranya juga terdapat persawahan dan pantai.

Sekitar 50 meter ke arah selatan terdapat sumur yang disebut dengan nama Sumur Tada yang konom sumur tesebut adalah tempat Raden Mas Panji mengambil air minum saat berburu bersama maha patih yang mengawalnya dan dari sanalah Raden Mas Panji pertama kali melihat Denda Cilinaya.

Menurut salah seorang tokoh masyarakat Anyar Sukarsah, mengatakan bahwa: “…Pada zaman dahulu di gumi Bayan ini pernah terjadi suatu pristiwa besar, yaitu dibunuhnya Denda Cilinaya oleh patih yang diutus oleh Datu Keling. Pembunuhan tersebut terjadi di sekitar Tanjung Poros Mua yang sekarang disebut dengan Tanjung Menangis, yang letaknya di sekitar pantai Labuhan Carik.

Pada masa itu bumi Bayan ini masih berupa hutan belantara, namun sebagai pengingat peristiwa itu di pinggir pantai masih terdapat Pohon Ketapang dan tidak jauh dari sana terdapat Memontong (dataran tinggi) yang di atasnya terdapat Makam Denda Cilinaya.

Pada bagian sebelah selatan terdapat Sumur Tada yang merupakan sumur tempat Raden Mas Panji mengambil air minum pada saat ia berburu bersama tiga orang patih yang mengawalnya, patih itu adalah Raden Gerude, Raden Tokok dan Raden Semar.

“Dari sumur itulah Raden Panji pertama kali melihat Denda Cilinaya, sehingga ia jatuh cinta dan akhirnya ia mumutuskan untuk tinggal di rumah pengasuh Denda Cilinaya,”cerita Sukarsah.

Berbicara mengenai cerita rakyat Denda Cilinaya atau yang disebut juga dengan Bibi Cili, maka kita harus membahas siapa sebenarnya Denda Cilinaya dan dari mana asal usul sehingga makamnya terdapat di Memontong.

Di daerah Bayan memang terdapat sebuah lontar yang menceritakan asal usul Denda Cilinaya, namun lontar tersebut hingga sekarang masih disimpan di Bencingah Agung Bayan Timur dan orang yang boleh membacanyapun memiliki keturunan tersendiri.

Keturunan yang boleh membuka dan membaca lontar tersebut adalah keturunan dari Pemangku Mandalika yaitu keturunan dari orang yang memelihara Makam Denda Cilinaya. Oleh karena itu penulis mencari keterangan dari Pemangku Mandalika terkait dengan asal muasal Denda Cilinaya dan makamnya.

Setelah mencari informasi dari para tokoh adat dan tokoh masyarakat Anyar, maka penulis mendapatkan informasi bahwa yang mengetahui tentang asal muasal Makam Bibi Cili adalah keturunan dari Pemangku Mandalika atau disebut juga dengan Amaq Lokaq Mandalika.

Berikut ini penulis sajikan cerita Denda Cilinaya yang merupakan hasil wawancara dengan Amak Lokak Mandalika, yang juga juru kunci sekaligus Mangku Makam Denda Cilinaya (Raden Singanem), secara runtut sesuai dengan apa yang tertera di dalam Lontar Cilinaya.

Konon, menurut Mangku Raden Singanem, pada zaman dahulu sekitar Bayan Beleq sekarang ini, yaitu pada abad ke 8 M di bumi Bayan berkembang dua buah kerajaan besar yaitu Kerajaan Daha dan Kerajaan Keling. Posisi persisnya, katanya, bahwa Kerajaan Daha berada di wet timur Orong dan Kerajaan Keling berada di wet barat Orong.
Di ceritakan bahwa antara Datu Daha dan Datu Keling itu bersaudara. Masing-masing menjalankan pemerintahan di kerajaannya dengan aman gemah ripah loh jinawi. Namun kedua bersaudara ini belumlah cukup merasa bahagia kalau penggantinya kelak belum ada tanda-tanda akan di karuniai putra sebagai calon penerus penguasa kerajaan.

Konon kedua orang raja ini sulit sekali memiliki keturunan, sehingga pada suatu hari mereka berdua berencana untuk pergi bertapa di Montong Kayangan, dengan tujuan keduanya ingin meminta atau bertafakur di sana supaya Sang Hiyang Tunggal memberi mereka berdua keturunan.

Keesokan harinya mereka berdua pergi bertapa, dalam pertapaannya Datu Keling memohon kepada Sanghiyang Tunggal supaya ia mendapatkan anak laki-laki, sedangkan Datu Daha memohon supaya ia mendapatkan seoramg anak perempuan.

Datu Keling berjanji jika kelak ia mendapatkan anak laki-laki maka ia akan kembali ke Montong Kayangan untuk membayar Kaul atau nazar berupa sirih pinang dan sesajen secukupnya. Pada kesempatan yang sama Datu Daha juga berjanji, kelak jika ia benar-bernar mendapatkan anak perempuan, maka ia akan kembali ke Montong Kayangan untuk membayar Kaul dengan membawa pinang sirih, sesajen selengkapnya, ia juga berjanji akan membawa seekor kerbau bertanduk emas, berkuku permata, berekor sutra, dan permadani.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, dikisahkan istri Datu Daha dan Datu Keling pun hamil, kemudian mereka melahirkan. Istri Datu Keling melahirkan anak Laki-laki yang diberi nama Raden Mas Panji. Begitu juga dengan istri Datu Daha beberapa minggu kemudian melahirkan seorang anak perempuan. Tidak diceritakan dalam lontar Cilinaya itu siapa nama anak dari Datu Daha yang baru lahir itu.

Begitu anaknya lahir, Konon Datu Keling langsung pergi untuk membayar nazarnya ke Montong Kayangan dengan membawa apa yang diucapkan pada saat melakukan permohonan ketika melakukan tapa bratanya. Berbeda dengan Datu Daha, ia lupa akan apa yang pernah diucapkannya saat beliau bertapa untuk meminta anak perempuan itu. Diceritakan Datu Daha sangat bahagia dengan kehadiran putrinya, sehingga dengan kebahagiaan tersebut, beliau terlena dan lupa untuk membayar janjinya ke Montong Kayangan.

Dikisahkan pada saat putri Datu Daha berusia sekitar tiga tahun, anak tersebut hilang tanpa jejak, ia hilang saat bermain di halaman istana kerajaan. Konon anak perempuan tersebut dibawa oleh angin dan pada akhirnya putri tersebut terdampar di kebun milik Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol.

Tidak lama berselang semenjak putri tersebut terdampar, Inaq Bangkol yang sedang mencari pakis mendengar suara tangisan dari semak-semak belukar di kebunnya, mendengar suara bayi tersebut Inaq Bangkol terkejut, lalu mencari dari mana terdengarnya tangisan bayi tersebut, setelah beberapa lama mencari di semak-semak belukar yang dicurigainya, maka Inaq Bangkol pun menemukan seorang anak kecil mungil di tengah-tengah semak belukar yang tidak jauh dari sumurnya yang nantinya di sebut Sumur Tada itu.

Melihat anak mungil tersebut, Inaq Bangkol terkejut dan belum berani mengambilnya, maka Inaq Bangkol segera memanggil suaminya Amaq Bangkol. Setelah mereka berunding maka Inaq Bangkol langsung mengangkat dan menggendong anak tersebut, selanjutnya mereka bawa ke dalam rumah.

Sesampainya di rumah mereka (Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol) berunding untuk memberikan anak tersebut nama. Pada saat itu Amaq Bangkol langsung mengusulkan supaya anak itu diberi nama Cilinaya, di mana Cili berarti kecil mungil dan Naya berarti Cantik Jelita. Setelah itu maka anak tersebut dipanggil dengan nama Cilinaya, mereka mengasuh dan membesarkan anak tersebut dengan penuh kasih sayang dan menganggapnya sebagai anak mereka sendiri. Hingga Denda Cilinaya berusia kurang lebih 25 tahun.

Sementara itu di kerajaan Keling, Raden Mas Panji (Putra Datu Keling) juga sudah dewasa, ia juga berumur 25 tahun sama dengan Denda Cilinaya. pada suatu hari Raden Mas Panji tiba-tiba berniat untuk pergi berburu ke Pawang Bening (hutan belantara). Lalu Raden Mas Panji meminta izin kepada ayahandanya (Datu Keling). Datu Keling memberi izin kepada putranya untuk pergi berburu dengan dikawal oleh tiga orang patih, yaitu Raden Gerude, Raden Tokok, dan Raden Semar.

Keesokan harinya mereka berempat berangkat dengan membawa bekal dan alat-alat untuk melakukan perburuan di hutan belantara. Dalam perjalannaya mencari hewan buruan mereka terus menyusuri hutan belantara. Semenatara haru sudah mau beranjak sore, mereka belum menemukan satupun hewan buruan, sedangkan persiapan air yang di bawa dari kerajaan sudah habis. Karena merasa haus maka Raden Mas Panji mengajak ketiga pengawalnya untuk mencari air minum sambil menusuri hutan belantara.

Dalam perjalanan mencari air minum mereka mendengar suara Jajak yaitu suara orang menenun. Mendengar suara tersebut mereka langsung mencari sumber suara, sebab mereka yakin di tempat itu pasti terdapat sumur untuk mengambil air minum.

Tidak lama berselang, mereka menemukan rumah Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol, sesampai di sana mereka disambut oleh Inaq Bangkol dan merekapun langsung menyatakan keinginan mereka untuk meminta air minum, setelah itu Inaq Bangkol memberikan Ceret (kendi) yang berisi air kepada Raden Mas Panji dan merekapun minum untuk melepas dahaga yang mereka rasakan sejak tadi siang.

Singkat cerita, mereka beristirahat dan berbincang-bincang dengan Ianq Bangkol dan Amaq Bangkol. Raden Mas Panji menanyakan tentang situasai dan kehidupan Inaq Bangkol dan suaminya. Saat berbincang-bincang itu, tidak sengaja Raden Mas Panji melihat Denda Cilinaya yang sedang menenun di dalam rumah, lalu dari sela-sela pagar yang bolong Raden Mas Panji terus saja mengawasi Denda Cilinaya. Karena penasaran ingin melihat Denda Cilinaya lebih jelas maka Raden Mas Panji terus saja duduk bersama Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol.

Sementara itu, ketiga patih yang mengawalnya mengajak Raden Mas Panji untuk segera pulang ke isatana sebab hari sudah sore, beberapa kali mereka mengajak Raden Mas Panji untuk pulang, namun Raden Mas Panji tidak bergeming dari tempat duduknya. Akhirnya ke tiga orang patih itu memutuskan untuk pulang dan Raden Mas Panji memutuskan untuk tinggal bersama Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol digubuk yang sederhana itu.

Sesampainya di istana, ketiga patih tersebut langsung melaporkan keberadaan Raden Mas Panji yang tidak mau diajak pulang dan memutuskan untuk tinggal bersama Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol di gubuk yang sederhana di tengah hutan.

Mendengar laporan tersebut Datu Keling sangat murka, sebab putra mahkotanya lebih memilih tinggal di rumah orang miskin karena jatuh cinta kepada anak dari orang kebanyakan tersebut. Ia merasa putranya tidak layak untuk tinggal dan menjalin cinta kasih bersama anak orang miskin seperti Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol sebagaimana yang diceritakan oleh ketiga patih tersebut.

Sementara itu Raden Mas Panji yang berada di gubuq Inaq Bangkol semakin terpikat dengan kecantikan Denda Cilinaya, akhirnya mereka menjalin cinta kasih. Setelah kurang lebih 6 tahun tinggal di sana, Raden Mas Panji memutuskan untuk menikah dengan Denda Cilinaya. dari hasil pernikahan tersebut mereka mendapatkan seorang putra yang sangat mungil, yang kelak dikenal dengan nama Raden Megatsih. Mereka hidup dengan bahagia meskipun dalam keadaan yang sangat sederhana.

Ketika anak mereka bisa merangkak (kurang lebih 6 bulan), Datu Keling mendengar kabar bahwa putranya menikah dengan anak Amaq bangkol, mendengar kabar tersebut Datu Keling semakin murka sebab Raden Mas Panji sudah mau tujuh tahun tidak pernah pulang ke istana. Akhirnya Datu Keling mengutus dua orang maha patihnya Raden Adipati dan Raden Tokok, yang juga lebih dikenal dengan sebutan patih Jero Tuek, untuk mengajak Raden Mas Panji pulang dengan siasat bahwa Datu Keling sedang sakit keras, dan setelah itu mereka akan membunuh istri Raden Mas Panji.

Sesampainya di gubuq Inaq Bangkol, kedua maha patih tersebut menjelaskan tujuan kedatangan mereka kepada Raden Mas Panji bahwa mereka diutus oleh Datu Keling untuk menyampaikan kabar bahwa Datu Keling sedang dalam keadaan sakit keras dan Raden Mas Panji harus mencarikannya obat yaitu hati menjangan putih. Itulah siasat mereka supaya Raden Mas Panji mau meninggalkan istrinya.

Mendengar hal tersebut, Raden Mas Panji berunding dengan istrinya Denda Cilinaya. Raden Mas Panji menceritakan maksud kedatangan kedua patih itu kepada Denda Cilinaya, mendengar penjelasan itu Denda Cilinaya langsung memiliki pirasat tidak baik terhadap kedatangan kedua orang patih tersebut, namun ia tidak berani mengatakannya kepada suaminya.

Sebelum Raden Mas Panji berangkat untuk mencari hati menjangan putih, Denda Cilinaya meberinya sebuah cincin. Sewaktu memberikan cicin tersebut Denda Cilinaya berkata,

“Kanda pakailah cincin ini, jika ditengah perjalanan mata cincin ini gugur maka itu pertanda bahwa aku telah tiada dan jika mata cincin ini tidak apa-apa maka itu berarti tidak terjadi apaun terhada aku dan anak mu”.

Mendengar perkataan istrinya, Raden Mas Panji curiga, namun kedua patih itu terus mendesaknya untuk segera pergi mencarikan Datu Keling obat. Akhirnya Raden Mas Panji berangkat dengan membawa peralatan untuk berburu. Sedangkan kedua patih juga pergi dari rumah Ianq bangkol, namun mereka tidak langsung pulang ke istana, melainkan mereka bersembunyi, menunggu Raden Mas Panji pergi jauh kemudian melaksanakan tugas mereka untuk membunuh Denda Cilinaya.

Setelah kira-kira Raden Mas Panji berjalan sekitar 1 Km, kedua patih itu kembali ke rumah Inaq Bangkol untuk membunuh Denda Cilinaya. Sesampainya di sana, Adipati dan Tokok (Jero Tuek) menjelaskan maksud kedatangannya kepada Denda Cilinaya, bahwa ia akan membunuh Denda Cilinaya dan membumi hanguskan rumah Inaq Bangkol, sebab Denda Cilinaya yang merupakan anak hina, anak dari orang miskin telah lancang menikah dengan putra raja.

Mendengar penjelasan dari kedua patih tersebut, Denda Cilinaya yang pada saat itu sedang menggendong putranya berkata, “Kalau memang tujuan kalian akan membunuhku, maka aku tidak bisa berbuat apa-apa, silahkan kalian lakukan”.Denda Cilinaya berucap dengan logat dan bahasa Bayan yang pasih, “Mun tetu aku anak dedoro bebenes, agar darahku mencerit tun gon gumi berbau amis, kemudian mun tetu aku terijati anak raja, maka biar darahku mencerit taik sengeh,”(jika aku benar-benar anak orang miskin dan kebanyakan seperti yang kalian katakan, maka biarlah darahku akan tertumpah ke tanah dan berbau amis, sedangkan jika aku adalah keturunan dari seorang raja atau anak orang mulia maka darahku akan muncrat ke atas dan berbau harum”.

Setelah perkataan Denda Cilinaya terebut mereka dengarkan, mereka hanya tertawa terbahak-bahak dan Patih Tokok (Jero Tuek) langsung menancapkan pedangnya di hulu hati Denda Cilinaya.

Konon darah Denda Cilinaya muncrat ke atas dan membasahi daun ketapang yang berada di pinggir pantai tempat dilakukannya pembunuhan tersebut, darahnya juga berbau harum. Setelah itu Denda Cilinaya jatuh terkapar di bawah pohon ketapang tepatnya di pinggir pantai Labuhan Carik, sekitar 200 meter kearah timur laut dari makamnya sekarang, sedangkan putranya masih memeluknya sambil menangis.

Tidak lama berselang angin badai pun datang menerjang kedua patih tersebut. Di ceritakan Patih Tokok (Jero Tuek) langsung mati terkapar tidak jauh dari mayat Denda Cilinya, dan makamnya hingga sekarang masih ada, tempatnya sekitar 50 meter kearah tenggara dari makam Cilinaya, sedangkan Adipati bisa pulang sampai istana dengan keadaan yang mengenaskan. Sesampai di istana Adipati melaporkan bahwa mereka telah berhasil membunuh Denda Cilinya, seteah laporannya selesai, maka Adipati itupun mati bersimbah darah di depan Datu Keling. Makamnya sekarang masih ada di Tempos Bayan Beleq.Melihat hal tersebut Datu Keling heran dan merasa takut.

Sementara itu, Raden Mas Panji yang sedang berjalan menyusuri hutan untuk mencari menjangan putih mendapatkan pirasat, cincin yang diberikan oleh istrinya Denda Cilinaya gugur. Melihat hal itu, ia memutuskan untuk kembali ke rumah. Ia pun langsung pulang, sesampai di rumah ia melihat rumahnya sudah rata dengan tanah, ia langsung mencari istri dan anaknya dan akhirnya Raden Mas Panji menemukan istrinya sudah terkapar di Memontong tepatnya di bawah pohon ketapang, pada saat di temukan putranya sedang menyusu sambil mendekap tubuh ibunya yang sudah terapar.

Melihat hal itu, Raden Mas Panji sangat sedih, ia langsung mengambil putranya, lalu membuatkan istrinya peti mati. Setelah peti mati itu jadi maka mayat Denda Cilinaya dimasukkan dan kemudian diapungkan dan di hanyutkan di lautan, dimana peti itu diikatkan di pohon beringin yang ada di Memontong (tempat makam Cilinaya dikenal sekarang).

Diceritakan, tidak lama kemudian tali pengikat peti mati tersebut putus dan akhirnya peti mati itu terapung dan dibawa arus entah kemana. Pada saat itulah Raden Mas Panji memberi anaknya nama “Raden Megatsih” yang artinya terputusnya tali kasih.

Selanjutnya untuk mengenang istrinya, Raden Mas Panji membuatkan pertanda di Memontong, disana ia membuatkan istrinya makam yang hingga sekarang dikenal dengan sebutan makam Denda Cilinaya itu.

Dikisahkan, delapan tahun setelah kejadian itu Datu Daha mengajak kaula balanya berekreasi ke pantai Labuhan Carik, pada saat itu Raden Megatsih juga berusia delapan tahun. Sesampainya di pantai Datu Daha berjalan-jalan di pinggir laut sambilm melihat-lihat keadaan lautan. Pada saat itu Datu Daha melihat sebuah Tabla (peti mayat) terapung dari kejauhan dan terus menuju ke pinggir lautan. Setelah peti mayat berada sekitar beberapa meter dari pantai, Datu Daha langsung memerintahakan rakyatnya untuk mengangkat peti mati tersebut dan membawanya ke luar dari lautan. Namun tidak satupun dari mereka yang dapat mengeluarkan peti tersebut dari lautan, akhirnya Datu Daha sendirilah yang langsung mengambilnya dan barulah peti itu bisa dikeluarkan dari lautan.

Sesampainya di pantai, Datu Daha langsung membuka peti mayat dan betapa terkejutnya Datu Daha saat melihat isi dari peti mayat tersebut. Di dalam peti mayat itu Denda Cilinaya duduk tenang dalam keadaan yang masih cantik jelita. Setelah itu Denda Cilinaya mengaku bahwa dirinya adalah putri pertama dari Datu Daha, di sana Datu Daha sangat bersyukur sebab anaknya yang sudah hilang puluhan tahun lamanya sekarang telah ia temukan.

Sebagai ungkapan rasa syukurnya kehadirat Yang Maha Tunggal, maka Datu Daha pergi membayar nazarnya ke Montong Kayangan. Setelah itu Datu Daha melakukan selamatan selama delapan hari delapan malam yang disebut dengan Gawe Pelentungan.

Pada saat dilaksanakannya gawe Pelentungan tersebut, Datu Daha mementaskan berbagai kesenian pada setiap malamnya, seperti Gendang Beleq dan Perisean. Pada saat pementasan kesenian tersebut, Raden Megatsih selalu menonton, melihat Raden Megatsih yang selalu menonton tanpa dibarengi oleh kedua orang tuanya, maka Datu Daha curiga dan menyelidiki siapa sebenarnya bocah tersebut. Setelah itu beberapa orang punggawa kerajaan Daha diutus untuk mencari dan membawanya ke istana.

Akhirnya Raden Megatsih ditemukan di Memontong (dimakam ibundanya) dan kemudian ia di bawa ke istana Datu Daha, di sana Denda Cilinya langsung mengenali anaknya sebab di jari tangan Raden Megatsih terdapat cincin yang diberikan olehnya. Akhirnya Denda Cilinaya menyuruh punggawa kerajaan untuk menjemput Raden Mas Panji supaya mereka bersama-sama tinggal di istana Datu Daha. Akhir cerita Denda Cilinaya hidup bahagia bersama keluarganya di istana Kerajaan Daha.

Berdasarkan cerita lontar Cilinaya tersebut, maka dapat di ketahui bahwa nama asli dari Bibi Cili adalah Denda Cilinaya yang merupakan putri bungsu dari Datu Daha yang memimpin kerajaan Budha Daha pada sekitar abad ke-VIII Masehi.

Namun nama Bibi Cili juga tidak kalah tenarnya di kalangan masyarakat suku Sasak, tetapi jika mendengar nama Bibi Cili maka yang dimaksud adalah Denda Cilinaya.

Mengenai asal usul nama Bibi Cili, memang tidak terdapat lontar atau bukti-bukti yang menjelaskan mengapa Denda Cilinaya di sebut dengan panggilan Bibi Cili. Memang di dalam lontar Cilinaya disebutkan bahwa putri pertama Datu Daha bernama Denda Cilinaya, tidak disebutkan ada nama Bibi Cili. Namun dalam kalangan masyarakat ramai nama Bibi Cili mungkin lebih dikenal dari pada Denda Cilinaya.

Menurut Raden Setia Wati, nama asli Bibi Cili adalah Denda Cilinaya, sebagaimana yang diceritakan di dalam Lontar Cilinaya.Di dalam lontar tersebut tidak terdapat atau tidak pernah disebutkan nama Bibi Cili, tetapi dalam kalangan masyarakat Anyar,Bayan dan sekitarnya, nama Bibi Cili lebih dikenal dari pada Denda Cilinaya.

“Namun dari cerita yang pernah kami dengar dari para leluhur kami, nama Bibi Cili merupakan suatu penghormatan bagi Denda Cilinaya. Konon keturunan Denda Cilinaya inilah yang berkembang menjadi masyarakat Bayan dan sekitarnya hingga sekarang. Oleh sebab itulah kami di Anyar ini lebih mengenal Denda Cilinaya dengan sebutan Bibi Cili, di mana Bibi berarti Ibu atau nenek moyang dan Cili berarti kecil, oleh karena itu sebenarnya nama Bibi Cili merupakan suatu penghargaan terhadap Denda Cilinaya,”cerita Raden Setia Wati.

Dari keterangan di atas, maka dapat diketahui bawa nama Bibi Cili merupakan suatu penghormatan kepada Denda Cilinaya, nama Bibi Cili juga sebagai peringatan bahwa Denda Cilinaya adalah nenek moyang masyarakat Bayan dan sekitarnya. Oleh sebab itulah ia disebut dengan nama Bibi Cili yang berarti ibu atau nenek moyang yang cantik dan mungil.

Dari kisah yang telah terpapar di atas juga dapat kita ketahui bahwa Makam Bibi Cili yang bisa di lihat dan saksikan sekarang ini merupakan suatu pertanda bahwa di tempat tersebut pernah terjadi peristiwa besar, dimana Memontong (tempat Makam Bibi Cili) merupakan tempat dibunuhnya Bibi Cili oleh Patih Tokok (Jero Tuek) dan di sana juga merupakan tempat terakhir Raden Mas Panji melihat Bibi Cili yang kemudian hanyut dibawa arus bersama peti mayatnya.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa Bibi Cili adalah seorang putri raja yang hidup sekitar abad ke-VIII Masehi, dimana pada saat itu di bumi Bayan masih berkembang agama Budha. Bibi Cili merupakan keturunan dari Datu Daha yang pada saat itu adalah penganut agama Budha, sehingga kerajaannya dikenal dengan sebutan Budha Daha dan saudaranya memimpin kerajaan Budha Keling.

Jadi dari cerita rakyat Bayan ini tentang Bibi Cili itu, kita bisa banyak mengetahui tentang keberadaan kerajaan Budha pada masa itu. Oleh karena itu cerita rakyat Bibi Cili bisa dijadikan sebagai suatu acuan atau referensi mengenai keberadaan atau perkembangan agama Budha di daerah Bayan masa itu. Keberadaan ini pula yang memperkuat bahwa ada patung kepala di baon gontor Senaru. Patung kepala ini mirip dengan patung Budha. Sehingga sisa peninggalan penduduknya hingga sekarang ada dan berkembang di Torean Bayan, dusun Baru dan Lenek di Desa Bentek Gangga serta Tebango di Desa Pemenang Barat Kecamatan Pemenang.

Terkait dengan mitos Makam Bibi Cili yang keberadaannya hingga sekarang masih terpelihara dan lestari oleh keturunannya itu, dapat diketahui adalah karena terjadinya peristiwa pembunuhan Denda Cilinaya oleh Patih Tokok (Jero Tuek) dan Adipati di pinggir pantai Labuhan Carik tepatnya di Memontong. Di tempat tersebut Raden Masa Panji membuatkan istrinya makam sebagai pertanda bahwa di tempat itulah istrinya menghembuskan napas terakhir dan di tempat itulah terakhir kali ia melihat istrinya. “Jadi makam Bibi Cili ini bukanlah kuburan melainkan sebuah tempat yang mengingatkan masyarakat bahwa di tempat tersebut Denda Cilinaya hilang atau moksa,”jelas Raden Setiawati.

Untuk itu perlu dipahami bahwa makam adalah suatu tempat yang pernah disinggahi oleh orang-orang yang dianggap memiliki karomah, kemudian tempat tersebut dibuatkan sebuah bangunan berupa kuburan sebagai pertanda bahwa tempat itu pernah dikunjungi atau pernah dijadikan sebagai tempat istirahat atau tempat terakhir orang melihat tokoh yang dikaromahkan. Sebagaimana juga tentang keberadaan beberapa makam yang dianggap memiliki karomah lainnya,seperti makam Sesait di Bayan,makam mas penghulu, makam kubur beleq di Sesait,makam sayid budiman,makam titi sama guna dan lain sebagainya.

Makam Bibi Cili yang ada di Bangket Memontong Desa Anyar itu bukanlah kuburan yang berisi mayat atau jasad Bibi Cili atau Cilinaya, melainkan hanya sekedar gundukan tanah yang dibuat seperti kuburan sebagai pertanda bahwa di tempat itu pernah terjadi peristiwa pembunuhan Bibi Cili dan ditempat itu pula sosok Bibi Cili hilang dibawa oleh arus bersama Tabla yang dibuatkan oleh suaminya Raden Mas Panji putra Datu Keling. Jadi, Makam Bibi Cili bukanlah sebuah kuburan, namun makam tersebut sangat dikeramatkan oleh warga Desa Anyar dan sekitarnya sebab menurut kepercayaan mereka Makam Bibi Cili menyimpan nilai mistis yang tinggi.(@).

Sosialisasikan Program E-KTP, Camat Kayangan Lakukan Safari Jum’at

Kayangan,(SK),-- Untuk mendekatkan diri dengan masyarakat di wilayahnya, Camat Kayangan Tresnahadi lakukan Safari Jum’at keliling.

Dalam kunjungan kerjanya yang dirangkaikan dengan Safari Jum’at sambil melaksanakan ibadah Sholat Jum’at di Mesjid ketempatan, Tresnahadi menyampaikan berbagai program penting yang menjadi unggulan pemerintah daerah yang segera di tuntaskan diwilayahnya. Termasuk pelaksanaan E-KTP yang secara serentak dilaksanakan pada awal Mei 2012 mendatang.

Di hadapan jama’ah Mesjid Baitul Haq Dusun Beraringan Desa Kayangan Kecamatan Kayangan KLU, Tresnahadi mengharapkan agar pelaksanaan E-KTP itu sukses harus di dukung oleh seluruh lapisan masyarakat.

“Karena E-KTP pelaksanaannya gratis, di harapkan kepada masyarakat memiliki KTP Elektronik ini, karena kedepan masyarakat tidak lagi memiliki KTP ganda,”terang Tresnahadi.

“Mohon kepada Kepala Dusun agar mengecek kebenaran data warganya, supaya tidak terjadi kesalahan pada saat entri data nantinya,”himbaunya lagi.
Dikatakan Tresnahadi, program E-KTP ini berlangsung hingga Oktober 2012 mendatang. Jika masyarakat hingga Oktober mendatang belum saja mengurus KTP Elektronik yang pelaksanaannya gratis itu, maka masyarakat di kenakan biaya.

Untuk daerah Nusa Tenggara Barat, pelaksanaan E-KTP dilaksanakan dua tahap, dimana untuk tahap pertama tahun 2011 lalu ada empat Kabupaten/kota yang melaksanakannya, yaitu Kabupaten Lombok Tengah,Kabupaten Bima,Kotamadya Mataram dan Kotamadya Bima. Sementara untuk tahap kedua yang di mulai tahun 2012 ini untuk enam Kabupaten/Kota, diantaranya, Kabupaten Sumbawa, KSB, KLU, Kabupaten Lombok Timur,Kabupaten Dompu dan Kabupaten Lombok Barat.

Sementara Kepala Dusun Beraringan Abdurrahman, mengajak masyarakatnya saling tolong-menolong dan berlomba-lomba dalam hal kebaikan.(Eko).

Melintas di Jalan Raya Sidutan, Inaq Surya Tewas Mengenaskan

Kayangan,(SK),-- Kecelakaan lalu lintas (laka lalin) di wilayah hukum polres Lombok Barat, kembali terjadi di jalan raya dusun Sidutan Desa Kayangan Kecamatan Kayangan KLU memakan korban.

Pasalnya, Inaq Surya (60) yang baru pulang dari buang sampah di seberang jembatan belly sidutan tertabrak sepeda motor Supra Fit DR 4778 DW hingga tewas mengenaskan. Sepeda motor yang dikendarai Sabarudin (32) warga Desa Santong yang melaju sangat kencang dari arah timur yang hendak ke Tanjung itu, tidak dapat mengendalikan sepeda motornya sehingga tabrakan maut pun tidak dapat terelakkan.

Kapolsek Kayangan Ipda Komang Sugatha ketika di konfirmasi di ruang kerjanya tentang kejadian tersebut membenarkan. Komang Sugatha mengatakan, sekitar jam 07,30 wita sebagaimana biasanya Sabarudin pada setiap paginya rutin melakukan aktivitas mengantarkan daging ke Tanjung melewati jalan tersebut. Namun pada hari itu,Kamis (12/04) lalu, naas baginya. Ketika melewati jalan Sidutan itulah dirinya menabrak Inaq Surya yang sedang melintas baru pulang dari buang sampah hingga tewas di TKP.

“Kasus Lalin yang menewaskan Inaq Surya tersebut, sudah dilimpahkan ke Unit Satuan lalu Lintas Polres Lombok Barat untuk penyelidikan lebih lanjut, ”kata Kapolsek berkumis ini.

Dikatakan Komang Sugatha, memang kejadian laka lalin yang menewaskan pejaki tersebut merupakan peringatan kepada setiap orang untuk selalu waspada dan berhati-hati dalam berkendara serta selalu memperhatikan rambu-rambu lalu lintas.(Eko).

Sabtu, 14 April 2012

Tertangkap Basah Edarkan Upal, Dua Kades Diproses Pemberhentiannya

Kayangan,(SK),-- Dua oknum Kepala Desa yang tertangkap basah karena kedapatan membawa uang palsu Rp.14.150.000 oleh pihak Kepolisian Lombok Barat di Hotel Transit and Water Sport Batu Bolong Kecamatan Batu Layar kamar 15 dan 16, Rabu sore (04/04) pekan lalu, pemberhentiannya segera di proses.
Sebagaimana di ketahui bahwa dua oknum Kepala Desa (Kades Salut Karianom dan Kades Dangiang H.Ihsan Arief) yang terkena kasus upal ini, dalam waktu dekat akan segera diproses pemberhentian sementaranya oleh Bupati KLU. Hal ini dilakukan atas permintaan pihak Kepolisian berdasarkan surat penangkapan dan penahanan dua oknum Kades tersebut yang dikirim kepada Bupati KLU.

Tidak tanggung-tanggung ancaman hukum yang menjerat atas kejahatan dua oknum Kades tersebut, berdasarkan pasal 244 jo 245 KUHP diancam dengan hukuman penjara paling lama 15 tahun.

Camat Kayangan Tresnahadi dalam arahannya di depan rapat BPD Desa Dangiang membahas proses usulan pemberhentian sementara H.Ihsan Arief dari Jabatan Kepala Desa Dangiang yang sedang tersandung kasus kepemilikan uang palsu yang melilitnya, mengatakan Kepala Desa Dangiang H.Ihsan Arief dan Kepala Desa Salut Karianom sedang mendapatkan musibah tertangkap basah pihak Kepolisian Lombok Barat.Kepastian tersebut tertuang dalam surat perintah penangkapan dan penahanan yang diberikan kepada Bupati KLU.

“Jika sudah ditahan pihak Kepolisian, maka kedua Kades yang bernasib naas tersebut resmi menjadi tersangka,”kata Tresnahadi.

Saat ditangkap basah pihak Kepolisian Resort Lombok Barat, dengan alat bukti yang ada pada H.Ihsan Arief ditemukan uang palsu pecahan Rp.100.000 sebanyak 18 lembar,pecahan Rp.50.000 sebanyak 9 lembar. Sementara Karianom juga ditemukan uang palsu pecahan Rp.100.000 sebanyak 77 lembar dan pecahan Rp 50.000 sebanyak 84 lembar. Sehingga total jumlah keseluruhan barang bukti uang palsu yang ditemukan pada kedua tersangka Rp.14.150.000.

Dikatakan Tresnahadi, karena dua oknum Kepala Desa yang ada diwilayahnya itu sudah menjadi tersangka, maka untuk menghindari terjadinya kekosongan pimpinan di desa dalam penyelenggaraan roda pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan di kedua desa tersebut (Dangiang dan Salut), dalam Perda No.3 tahun 2011 telah diatur.

Sesuai dengan bunyi pasal 46 ayat 1 Perda KLU No.3 tahun 2011 tentang tata cara pencalonan,pemilihan,pelantikan,pemberhentian Kepala Desa dan pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), maka Bupati berhak memberhentikan sementara terhadap oknum Kepala Desa yang apabila dinyatakan sebagai tersangka tanpa melalui usulan BPD.

“Jika nanti ada Keputusan Pengadilan dinyatakan tidak bersalah, maka 30 hari kemudian, Bupati wajib merehabilitasi nama baiknya,”jelas Tresnahadi.Terkait dengan itu, maka dalam musyawarah BPD dari kedua desa tersebut, telah sepakat menunjuk Sekdes desa masing-masing sebagai pejabat sementara Kepala Desa Dangiang maupun Kepala Desa Salut. Usulan Sekdes sebagai pejabat sementara Kepala Desa hingga terpilihnya Kades definitive yang baru.

Ketua BPD Desa Dangiang Abdusamad berharap banyak pada masyarakat Dangiang untuk mendukung sepenuhnya atas kepemimpinan siapapun yang dipercaya sebagai pejabat Kades untuk sementara pada masa transisi kepemimpinan di desa ini. Ini semua dimaksudkan agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu, sehingga roda pemerintahan,pembangunan dan kemasyarakatan di desa Dagiang ini dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Sementara Sekdes Dangiang Muhzar mengajak seluruh warga masyarakat Desa Dangiang untuk memulai merekrut calon Kades periode mendatang.Menurutnya, kepemimpinan H.Ihsan Arief sebagai Kepala Desa sebelumnya akan berakhir awal tahun 2013 mendatang. “Keadaan inilah yang harus di pahami masyarakat,”tandasnya.(Eko).

Senin, 09 April 2012

Kisah Denda Cilinaya, Yang Melegenda di Kalangan Masyarakat Sasak Dayan Gunung

Anyar,(SK),-- Wilayah Kabupaten Lombok Utara yang lebih dikenal masyarakatnya dengan sebutan Dayan Gunung, ternyata memiliki banyak peninggalan sejarah masa lalu, baik berupa benda,tulisan,rekaman maupun yang berbentuk lisan.

Salah satu bukti peninggalan sejarah masa lampau yang masih terpelihara dengan baik hingga saat ini adalah makam Denda Cilinaya, yang terletak di Labuhan Carik Bayan. Denda Cilinaya di kisahkan mati terbunuh oleh Patih Jero Tuek atas perintah Datu Keling.

Keberadaan makam Denda Cilinaya ini di kalangan masyarakat Dayan Gunung dan bahkan mungkin masyarakat sasak pada umumnya sudah banyak yang mengetahuinya. Sedangkan makam Patih Jero Tuek yang merupakan pembunuh Denda Cilinaya, yang keberadaannya tidak jauh dari makam Cilinaya, mungkin tidak banyak orang yang mengetahui.

Untuk bisa sampai ke lokasi makam Cilinaya, para pengunjung dihadapkan pada medan yang cukup melelahkan. Pasalnya, jarak makam dari pusat pemerintahan Kecamatan Bayan sekitar 1 km, dari Labuhan Carik kearah timur sekitar 350 meter. Para pengunjung yang menggunakan alat transportasi baik roda empat maupun roda dua, cukup di parkir di Labuhan Carik. Setelah itu, para pengunjung harus jalan kaki melewati pematang sawah dan sebuah kali yang membatasi lokasi makam dengan Labuhan Carik.

Menurut Raden Singanem (47), Situs makam Denda Cilinaya ini, untuk pertama kalinya di pelihara oleh mendiang orang tuanya Mangku Raden Singagrib (alm) sejak tahun 1977 silam. Setelah orang tuanya mangkat tahun 1980, dari sejak itulah dirinya aktif sebagai Mangku makam Denda Cilinaya ini.

Dikatakan Raden Singanem, dulu katanya, ketika dirinya masih kecil, lokasi makam ini masih gawah (hutan) yang di penuhi oleh tumbuhan ilalang. Waktu itu belum di ketahui bahwa di lokasi itu ada makam, seperti yang di kenal sekarang (Cilinaya).

Di lokasi itu ada makam Cilinaya, sekitar tahun 1977, berawal dari adanya warga Tanak Song Tanjung yang mendapatkan petunjuk dari paranormal dengan mendatangi lokasi itu untuk sebuah hajatan Ngurisan.Dari paranormal yang mendapatkan wangsit dari pemilik makam inilah di ketahui bahwa di lokasi itu ada sebuah makam yang di kenal dengan makam Denda Cilinaya. Dari paranormal ini pula di ketahui bahwa yang menjadi Mangku atau yang menjadi penanggung jawab sebagai pemelihara makam itu harus yang lebih tua dari keluarga Raden Singagrib. Paranormal yang sudah di rasuki roh penghuni makam itu pula yang memerintahkan agar mencari Raden Singagrib dan Raden Singanem sebagai yang bertanggungjawab memelihara makam itu. Maka di putuskanlah Raden Singagrib yang memelihara pertama makam itu, karena menurut Paranormal yang sedang disanding roh makam itu, dia lebih tua. Setelah beliau mangkat tahun 1980, praktis Raden Singanem yang meneruskannya hingga sekarang.

Bagaimana kisah terbunuhnya putri Denda Cilinaya oleh Patih Jero Tuek atas perintah Datu Keling dan bagaimana makamnya bisa berada di atas montong dekat Labuhan Carik Bayan, Mangku Raden Singanem, yang merupakan generasi kedua sekaligus juru kunci makam Denda Cilinaya, bersama wartawan media ini mengisahkannya dalam tulisan ini.

Konon, menurut Mangku Raden Singanem, pada jaman ireng di sekitar Bayan Beleq sekarang ini, terdapat dua buah kerajaan besar yaitu Kerajaan Daha dan Kerajaan Keling. Posisi persisnya, katanya, bahwa Kerajaan Daha berada di wet timur Orong dan Kerajaan Keling berada di wet barat Orong.

Di ceritakan bahwa antara Datu Daha dan Datu Keling itu bersaudara. Masing-masing menjalankan pemerintahan di kerajaannya dengan aman gemah ripah loh jinawi. Namun kedua bersaudara ini belumlah cukup merasa bahagia kalau penggantinya kelak belum ada tanda-tanda akan di karuniai putra sebagai calon penerus penguasa kerajaan.

Maka kedua bersaudara ini (Datu Daha dan Datu Keling) berencana akan melakukan tapa brata di sebuah bukit atau montong yang dipenuhi hutan belantara, memohon kepada yang kuasa agar keduanya diberikan putra sebagai calon penggantinya kelak ketika mereka sudah mangkat.

Pada waktu yang sudah di tentukan, maka berangkatlah Datu Daha Mas Mutering Sejagat dengan membawa perlengkapan secukupnya menuju ke sebuah tempat yang juga sudah di tentukan yaitu Montong Kayangan. Dalam waktu yang bersamaan, Datu Keling Mas Mutering Sejagat pun berangkat pula menuju ke tempat itu, untuk bersama-sama melakukan tapa brata. Dalam perjalanan menuju tempat tapa brata itu, Datu Daha dan Datu Keling bertemu di perempatan Geruk Gundem untuk selanjutnya bersama-sama menuju Montong Kayangan.

Setiba di tempat melakukan tapa brata, masing-masing menghaturkan sesuai dengan syarat dan niatnya untuk mendapatkan anak. Dimana Datu Daha dalam nazarnya berniat, jika sang penguasa jagat memberikan anak perempuan, maka kelak dirinya akan membayar kaul, dengan persyaratan membawa lekok buak,kerbau bertanduk emas, ber ekor sutera, mengkupak slaka (bertapak kaki slaka) dan mentete gangsa ( alat yang di gelar atau yang dibentangkan) sebagai pijakan waktu bayar nazar mulai dari Kerajaannya hingga ke lokasi Montong Kayangan. Begitu pula dengan Datu Keling, bernazar yang sama, dengan persyaratan yang sama, namun Datu Keling menginginkan anak yang laki.

Dalam tapa bratanya itu, diceritakan tidak di ketahui berapa lama berlangsung.Hanya konon ceritanya semua hajat dari kedua pembesar kerajaan itu dikabulkan. Ajaib memang, kedua permaisuri dari dua buah kerajaan yang ada di lereng Gunung Rinjani sebelah utara itu pun mengandung secara bersamaan. Sebagaimana adat kebiasaan di kalangan istana kerajaan terhadap yang mengandung, maka di adakan pula acara ritual selamatan tiga bulanan,tujuh bulanan dan upacara kelahiran.

Setelah tiba waktunya untuk melahirkan, maka kedua permaisuri, baik kerajaan Datu Daha maupun kerajaan Datu Keling pun melahirkan anak sesuai dengan keinginan Datu Daha yang menginginkan anak perempuan maupun Datu Keling yang menginginkan anak laki-laki.

Berselang satu tahun kemudian, tibalah saatnya untuk menunaikan nazar mereka masing-masing.Kedua Datu dari dua kerajaan besar yang melingkari Gunung Rinjani itu pun sepakat untuk membayar nazar (kaul) sesuai dengan apa yang pernah mereka janjikan. Di ceritakan bahwa yang bisa menunaikan nazarnya itu baru Datu Keling. Sementara Datu Daha akan menyusul kemudian.

Maka Datu Keling berangkatlah menuju Montong Kayangan dengan di iringi seluruh kaula balanya untuk menunaikan janjinya membayar nazar, dengan membawa persyaratan seperti yang pernah di terimanya melalui wangsit ketika melakukan tapa brata dulunya ditempat itu.

Suatu ketika Cilinaya sebagaimana kebiasaan anak kecil sebayanya setiap harinya selalu bermain di halaman istana kerajaan. Sedang asyiknya bermain, tiba-tiba menghilang begitu saja dari alam dunia. Dengan menghilangnya Cilinaya ini, seluruh kalangan istana kerajaan Daha kala itu kaget. Maka Datu Daha mengerahkan seluruh kaula balanya untuk mencari putri semata wayangnya itu ke seluruh negeri. Namun upaya pencarian itu pun gagal, sang putri tidak ditemukan.Maka pencarian pun di hentikan.

Sementara itu di pinggir hutan belantara masih dalam wilayah Kerajaan Datu Daha, hiduplah sepasang suami isteri yang bernama Amak Lokaq dan Inaq Lokaq (Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol).Suatu hari Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol pergi ke kebun miliknya untuk mencari sayuran.Tiba-tiba keduanya mendengar ada suara tangisan anak kecil. Setelah diselidiki ternyata benar tangisan anak kecil.Lalu di bawa pulang ke pondoknya yang reot beratapkan ilalang dan berpagar bedek itu.

Setiba di rumah keduanya berunding, apa yang pantas untuk diberikan namanya.Sebab kalau di lihat dari wajahnya memang anak tadi berparas cantik. Dari sinilah timbul ide dari Amak Bangkol untuk memberikan nama Cilinaya (Cili=kecil, naya= bagus,elok).Itulah sebabnya nama Cilinaya terkenal hingga sekarang khususnya di kalangan masyarakat suku sasak Lombok.

Diceritakan, Denda Cilinaya pun hiduplah bersama Amak Bangkol dan Inaq Bangkol di gubuq terpencil di pinggir hutan kerajaan Daha hingga menginjak remaja.Dalam kesehariannya, dikisahkan bahwa Denda Cilinaya ini pekerjaannya adalah menyesek atau menenun. Sebagai seorang gadis belia pekerjaan menenun itu sangat di gemari olehnya.Sehingga tidak heran pekerjaan itu terus di tekuninya setiap hari. Itulah sebabnya pekerjaan menenun ini hingga sekarang para gadis atau kaum hawa di daerah Bayan Beleq masih dapat di lihat. Keberadaan Cilinaya di gubuq ini tidak ada yang tahu selain kedua orang tua angkatnya itu.

Raden Mas Panji putra Datu Keling saat itu juga baru menginjak remaja. Sebagai putra mahkota kerajaan, kegiatan sehari-harinya selain berlatih bela diri juga hobinya berburu. Suatu ketika, Raden Mas Panji berkeinginan pergi berburu ke hutan di pinggir kerajaan Daha.Keinginan itu kemudian disampaikan kepada ayahandanya (mamiknya) Datu Keling. Raja Keling pun mengijinkan putranya untuk pergi berburu rusa dihutan tutupan di pinggir daerah kekuasaan kerajaan Datu Daha.

Tiba waktu yang telah ditentukan, Raden Mas Panji berangkatlah menuju hutan yang dimaksud untuk berburu rusa, dengan diiringi tiga orang pengasuhnya Raden Krude, Raden Kalang dan Raden Semar. Hutan tutupan yang di tuju Raden Mas Panji beserta tiga orang pengiringnya itu diperkirakan berada di sebelah timur Bayan Beleq sekarang.

Diceritakan, hutan tutupan yang di jadikan lokasi berburu Raden Mas Panji ini pada jaman itu banyak sekali di huni oleh binatang buruan seperti babi rusa,kijang, dan berbagai jenis burung. Sedang asyiknya berburu, tiba-tiba Raden Mas Panji merasa kehausan, kepingin minum.Maka di carilah mata air di sekitar hutan itu.Namun ketika sampai di dekat sebuah gubuq, Raden Mas Panji mendengar ada suara Jajak (alat tenun) sedang di mainkan. Lalu Raden Mas Panji berfikir kalau ada suara Jajak seperti itu, berarti ada orang penghuni gubuq itu. Dengan demikian berarti dapat minta air untuk sekedar melepas dahaga,pikirnya.Raden Mas Panji pun tanpa pikir panjang langsung menuju gubuq itu untuk minta air minum.Singkat cerita, Inaq Bangkollah yang memberikan air minum kepada Raden Mas Panji.Sementara Cilinaya sembunyi dalam rumah. Walau demikian, Cilinaya sempat juga dilihat oleh Raden Mas Panji.Seketika itu pula hati Raden Mas Panji tertutup untuk melanjutkan perburuannya. Akhirnya berburu pun gagal di lanjutkan.

Dengan bersusah payah, ketiga pengiring itu mengajak Raden Mas Panji pulang kembali ke istana kerajaan.Namun Raden Mas Panji tidak menghiraukan ajakan ketiga pengiringnya itu.Akhirnya, Raden Mas Panji ditinggal.

Setiba di istana kerajaan, pengiring Raden Mas Panji itu melapor kepada Mamiknya Datu Keling. Mendengar laporan itu, maka Datu Keling murka.Keadaan inilah yang membuat Raden Mas Panji betah tinggal di gubuq itu selama 3 tahun. Hingga akhirnya Raden Mas Panji menikah dengan Denda Cilinaya dan di karuniai seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Megatsih.

Tiga tahun telah berlalu,kemurkaan Datu Keling belum sirna begitu saja atas kelakuan dan perbuatan putra satu-satunya sebagai harapan penggantinya kelak, rela tinggal di sebuah gubuq dipinggir hutan. Maka Datu Keling mengumpulkan para punggawa kerajaan untuk musyawarah. Dalam musyawarah tersebut, atas titah raja telah disepakati untuk menjemput Raden Mas Panji yang sudah lama tinggal di gubuq pinggir hutan kawasan kerajaan Daha.

Konon ceritanya seluruh punggawa dan kaula bala kerajaan Keling di kerahkan untuk menjemput putra mahkota Raden Mas Panji, dibawah pimpinan kedua maha patih Jero Tuek dan Adipati (Mangkubumi dan Mangkunegaran).

Alasan Datu Keling menjemput anaknya ini adalah dikatakan dirinya kepingin makan hati menjangan. Agar putra satu-satunya inilah yang berburu untuknya.Padahal dalam hatinya sebenarnya ingin memisahkan Cilinaya dengan anaknya Raden Mas Panji. Karena menurutnya, tidak pantaslah seorang putra mahkota (Pangeran) kerajaan kawin dengan orang kebanyakan.Padahal seandainya Datu Keling mengetahuinya, sebenarnya Cilinaya itu adalah putri saudaranya Datu Daha yang dikabarkan sempat hilang 20 tahun silam.Tapi karena Datu Keling sama sekali tidak mengetahuinya, maka hal itulah yang dilakukannya.

Datu Keling salah kaprah, karena dianggapnya anaknya Raden Mas Panji kawin dengan anaknya Amaq Bangkol itu tidak sederajat. Itulah sebabnya di utus patih dalam (Mangkubumi-Jero Tuek) dan patih luar (Mangkunegaran-Adipati) untuk menjemput putranya Raden Mas Panji pulang, dengan alasan Mamiknya Datu Keling sakit keras dan ingin makan hati menjangan putih.

Maha Patih Jero Tuek dan Maha Patih Adipati pun berangkatlah menuju hutan dimana Raden Mas Panji tinggal bersama isterinya Cilinaya. Raden Mas Panji ketika mendengar kabar itu, lalu minta ijin pada isterinya untuk memenuhi keinginan dan permintaan ayahandanya Datu Keling.Cilinaya pun mengijinkan suaminya berangkat berburu memenuhi pesan Datu Keling. Namun sebelum suaminya Raden Mas Panji berangkat, Cilinaya memberikan sebuah cincin sambil berpesan pada suaminya, apabila cincin ini gugur (hancur) dari jarinya, berarti dirinya sudah tidak ada di dunia ini.

Dikisahkan, usai memberikan cincin pada suaminya itu, maka Cilinaya dan suaminya Raden Mas Panji berpisahlah. Mas Panji bersama pengiringnya yang lain, selain Patih Jero Tuek dan Adipati, berangkatlah menuju hutan untuk berburu demi memenuhi permintaan ayahandanya Datu Keling yang kepingin makan hati menjangan putih.Sementara Jero Tuek dan Adipati tetap tinggal di gubuq tempat Cilinaya berada bersama keluarganya.

Kemudian setelah kira-kira jarak 1 km Raden Mas Panji pergi masuk hutan berburu, maka Patih Jero Tuek dan Patih Adipati menjalankan maksud sebenarnya mereka berada di tempat itu, yaitu ingin melenyapkan Cilinaya dari muka bumi. Namun sebelum niat kedua maha patih itu dilaksanakan, Cilinaya mengajak keduanya ke kebun miliknya di pinggir pantai bawah pohon ketapang, yang menurut Mangku Raden Singanem, lokasi yang dimaksud oleh Cilinaya ketika itu adalah pantai sekitar 200 meter kearah timur laut dari makam Cilinaya yang sekarang.”Di lokasi inilah Cilinaya dibunuh oleh patih Jero Tuek,”kata Raden Singanem.

Sebelum dibunuh, Cilinaya berpesan kepada patih Jero Tuek, “Mun tetu aku anak dedoro bebenes, agar darahku mencerit tun gon gumi berbau, kemudian mun tetu aku terijati anak raja, maka biar darahku mencerit taik sengeh,”(Kalau benar saya ini anak rakyat jelata, agar darah saya muncrat keluar menetes ke bumi berbau busuk dan kalau benar saya ini keturunan raja, agar darah saya keluar muncrat dari tubuh saya berbau harum).

Patih Jero Tuek pun usai Cilinaya menyampaikan pesannya itu melakukan tugasnya untuk melenyapkan keberadaan Cilinaya dari atas bumi. Patih Jero Tuek terkejut dan kaget, ternyata darah Cilinaya muncrat keatas bumi dibarengi dengan bau harum mewangi. Pikirnya ternyata ucapan Cilinaya itu benar bahwa dirinya adalah keturunan raja yang tidak lain adalah putri Datu Daha yang dikabarkan hilang 20 tahun silam.Penyesalan pun tiada guna nasi sudah menjadi bubur.

Setelah Cilinaya mangkat, kemudian anaknya Raden Megatsih yang kira-kira kala itu baru berumur 2 tahun, kemudian dilangkepkan diatas jasad ibunya untuk di susui. Amak Bangkol dan Inaq Bangkol yang membawa Raden Megatsih kala itu tidak kuasa melihat kenyataan di depan matanya.Lalu Raden Megatsih di bawa pulang kembali ke gubuqnya oleh Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol untuk dipelihara. Sementara jasad Cilinaya ketika itu masih terkapar di atas bumi.

Dengan bersusah payah Patih Jero Tuek dan Patih Adipati mempersiapkan tablak (peti) sebagai tempat menaruh jasad Cilinaya, termasuk tenandan (tali) dari perdu untuk mengikat tablak itu juga dipersiapkan.Setelah seluruh persiapan sudah lengkap dan jasad Cilinaya juga sudah ditempatkan dalam tablak, maka tablak yang berisi jasad Cilinaya itu di hanyutkan ke tengah lautan luas hingga tidak terlihat kearah mana tablak itu terbawa arus.

Sementara di tempat terbunuhnya Cilinaya, keadaan semakin mencekam. Tiba-tiba datanglah angin pusut disertai hujan lebat dan halilintar menyambar setiap benda yang dilaluinya.Patih Jero Tuek maupun Patih Adipati sempoyongan sambil jatuh bangun akibat terjangan bencana tersebut. Sehingga dengan peristiwa tersebut Patih Jero Tuek akhirnya mangkat dan jasadnya dimakamkan di Tete Bukal, sekitar 200 meter kearah selatan dari lokasi terbunuhnya Cilinaya. Makamnya hingga saat ini masih ada dan tetap terpelihara tidak jauh dari makam Cilinaya.

Patih Adipati kemudian kembali ke istana kerajaan Datu Keling untuk melaporkan bahwa tugasnya sudah dilaksanakan serta peristiwa dan kejadian yang menimpa Patih Jero Tuek.Usai melaporkan itu, tiba-tiba Patih Adipati pun juga mangkat seketika ditempat. Makam Patih Adipati ini pun hingga sekarang masih ada dan tetap terpelihara di utara Bayan Beleq (Tempos).

Konon ceritanya, setelah berselang 8 tahun kemudian, Datu Daha berniat mengadakan acara rekreasi ke pantai “segara meneng” dengan mengajak seluruh kaula balanya. Setelah tiba waktunya keluarga besar kerajaan itu pun berangkatlah menuju pantai. Dari kejauhan Datu Daha melihat sebatang pohon terapung diatas lautan.Disaat memperhatikan batang kayu itu, tiba-tiba Datu Daha melihat burung gagak hinggap di batang itu lalu terbang kembali. Datu Daha kala itu tidak memiliki firasat apa-apa terhadap keadaan yang dilihatnya.

Batang kayu itu pun semakin lama semakin mendekat, ternyata yang tadinya di kira batang kayu oleh Datu Daha, melainkan sebuah peti yang isinya belum diketahui. Setelah agak dekat, kira-kira dalam air laut kala itu sepinggang orang dewasa, maka Raja Daha mengerahkan seluruh kaula balanya untuk mengangkat dan membuka peti itu. Namun peti itu tidak bisa diangkat, apalagi membukanya.Maka Datu Daha sendirilah yang mengambil dan membukanya dengan disaksikan oleh seluruh kaula balanya serta para pembesar istana.

Betapa terkejutnya Datu Daha ketika membuka peti itu. Ternyata di dalam peti itu adalah terdapat putrinya sendiri Cilinaya sedang duduk. Kabar tentang ditemukannya putri Cilinaya masih hidup itu, cepat tersebar ke seantero negeri kerajaan Daha maupun kerajaan Keling.

Kabar Cilinaya masih hidup ini pun sampailah ke telinga Raden Mas Panji suaminya.Maka Raden Mas Panji pun tanpa pikir panjang berangkatlah menuju istana kerajaan Daha untuk memastikan dengan membawa anak mereka Raden Megatsih. Pertemuan sepasang suami isteri dan anak ini pun berlangsung sangat memilukan. Karena mereka berpisah dulunya tidak dengan sewajarnya.

Atas pertemuan tersebut, maka kedua belah keluarga besar kerajaan mengadakan pesta syukuran selama 8 hari 8 malam.Datu Daha bersyukur karena bertemu lagi dengan putrinya Cilinaya beserta cucunya, sementara Datu Keling bersyukur karena putranya bisa kembali lagi ke istana. Kemudian kedua kerajaan, baik Kerajaan Daha maupun Kerajaan Keling dapat dipersatukan menjadi satu kerajaan yaitu Kerajaan Bayan. Karena adanya ikatan tali perkawinan antara Cilinaya putri Datu Daha dan Raden Mas Panji putra Datu Keling itulah, sehingga kerajaan Bayan itu berdiri.(Eko).