Sabtu, 28 September 2013

Struktur Pemerintahan Lokal Kerajaan Sesait

Sesait,(SK),-- Kanjeng Said Rahmad setelah mengajarkan Agama Islam di Gumi Sesait, lalu beliau berlayar menuju tanah Jawa dwipa untuk melanjutkan syiar Islam. Konon katanya, berdasarkan bukti tertulis pada piagam Sesait (Kitab Muhtadi’) yang hingga saat ini tersimpan di Kampu Sesait menerangkan, sepeninggal Kanjeng Said Rahmad dari bumi Sesait, maka kampung tempat beliau pertama kali menyebarkan Islam di tanah Sesait tersebut, beliau namakan dengan sebutan kampung Si Said, (untuk mengenang jasanya) yang berabad-abad kemudian berdasarkan pergeseran waktu lambat laun nama kampong itu berubah dari Si Sayid menjadi Sesait.

Inilah awal mula kampung tersebut diberikan nama Kampung Sesait hingga sekarang. Sesuai dengan nama beliau sendiri Sayid Rahmat yang artinya dalam bahasa arab keselamatan. Adapun peninggalan – peninggalan serta ajaran –ajaran Sayid Rahmat yang masih ada yang kini tersimpan di Kampu Sesait (Singgasana Datu Sesait) seperti, Kitab Suci Al Qur’an Cetakan Turki Pertama tahun 1433 M, Kitab Slawatan yang di tulisan tangan oleh beliau sendiri, yang umurnya sudah mencapai kurang lebih 580 tahun, serta Tongkat Khotbah yang terbuat dari Hati Pisang. Selain peninggalan Sayid Rahmat yang berbentuk benda tersebut, Sayid Rahmat juga meninggalkan ajaran yang terkenal yaitu Fiqh Ushul dan Tasawuf, dimana metode yang di gunakan dalam menyampaikan ajarannya, tidak pernah bertentangan dengan adat - istiadat atau budaya lokal yang berlaku di kampung tempatnya berdakwah kala itu yang sekarang bernama Sesait. Itulah sebabnya di kalangan para sesepuh adat dan para santri yang hidup kala itu hingga menurunkan generasi berikutnya masih kuat memegang teguh adat dan pemahaman tasawufnya di kalangan penduduk Sesait. Hingga sekarang pemahaman jalan tasawuf ini dikalangan sesepuh atau para pelingsir tokoh adat maupun tokoh agama di bumi Sesait masih kita jumpai.

Sepeninggal Kanjeng Said Rahmad berlayar ke gumi jawa Dwipa kala itu, lalu beliau menempatkan kampung Said (Sesait) sebagai pusat penyebaran agama Islam dan sekaligus di jadikan sebagai pusat Pemerintahan Kerajaan Sesait. Adapun wilayah Kerajaan Sesait yang di jadikan sebagai pusat Pemerintahan kala itu menjadi satu wilayah.Namun sekarang sudah berubah menjadi beberapa buah desa yang berdiri sendiri, yaitu Desa Pendua,Dusun Santong Asli Desa Santong, Desa Kayangan dan Desa Sesait sendiri. Walau wet Sesait ini sudah masuk menjadi bagian desa lain dan di pisahkan secara administrasi, namun wet adatnya masih tetap satu yaitu wet adat gumi paer Sesait.

Kampu Sesait yang oleh Sayid Rahmat dijadikan sebagai keratonnya dan dalam setruktur Pemeintahan di bentuklah lembaga pemerintahan yang di sebut Tau Lokaq Empat, yaitu Mangku Gumi sekaligus sebagai Raja, Pemusungan sebagai Kepala Pemeintahan, Jintaka sebagai Pengatur pola tanam di bidang perekonomian dan Penghulu membidangi di bidang Agama yang mencakup wilayah kekuasaan Kerajaan Sesait.

Selanjutnya dalam Kitab Muhtadi’ yang menjadi sumber tertulis Sejarah Sesait menyebutkan, Pengangkatan Raja Pertama Sesait kala itu dijalankan berdasarkan atas keputusan keluarga Kerajaan dan bukan memakai sistem Demokrasi seperti yang berlaku di Negara yang menganut paham demokrasi. Hal tersebut dilakukan karena ini masalah urusan Trah Kerajaan dan itu juga di setujui oleh para Wali penyebar agama Islam (Sayid Rahmat ) ketika itu, sekitar pertengahan abad 15 M silam. Pengangkatan Raja pertama Sesait dengan gelar Pangeran Mangku Gumi (Satu) sesuai dengan silsilah keturunan yang sudah tertulis di dalam Piagam Sesait (Kitab Kontara dan Kitab Muhtadi’), dan inilah yang menjadi pedoman keluarga Kerajaan dalam hal pengangkatan Raja, dari pertama terbentuk sampai saat ini dan itu tidak bisa di interfensi oleh siapapun, karena itu mutlak keputusan Trah keluarga Kerajaan (sesuai Purusa) yang sudah baku sejak pertamanya terbentuk.

Setelah terbentuknya Mangku Gumi, barulah Mangku Gumi mengangkat Pemusungan sebagai Kepala Pemerintahan pada waktu itu, kemudian Penghulu dan Jintaka. Untuk membantu dalam menjalankan pemerintahannya, Pangeran Mangku Gumi, juga mengangkat Seorang Senopati Perang yaitu Senopati Anggura Paksa dan empat orang Patih sekaligus, yaitu Daman,Jumanah, Rapiqah dan Raqiah. Konon ke-empat orang patih ini adalah bersaudara dan khusus di datangkan dari Negeri Iraq Bagdad. Di ceritakan dalam piagam Sesait, ketika Said Rahmat meninggalkan kampung Sesait untuk berlayar melanjutkan perjalanannya ke Jawa Dwipa, namun sebelum sampai ke Jawadwipa, beliau sempat singgah di Serean Karang Asem dan Klungkung Bali, setelah itu baru kemudiam beliau melanjutkan perjalanan ke tanah Jawadwipa. Sesuai dengan wasiat beliau, kisah perjalanan Said Rahmat dari Sesait ke Pulau Jawa tepatnya di Ampel Denta Surabaya, di tulis oleh Lebe Seriaji ( santri beliau sendiri), hingga saat ini tulisan beliau masih tersimpan dengan baik di kampu Sesait.(Eko-Agus)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar