Jumat, 26 April 2013

Kedamaian sebagai makna hakiki manusia beradab (5)

Oleh : Abu Mushlih Ari Wahyudi

Muslim.Or.Id (SK),-- Tak satu pun agama yang memberikan toleransi terhadap kekerasan, baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Bukan semata-mata ajaran agama itu yang melarang, melainkan karena kekerasan bertentangan dengan fitrah manusia dan nilai-nilai kemanusiaan. Kekerasan akan menghancurkan manusia dan peradabannya yang telah dibangun sejak permulaan manusia itu ada. Manusia dan peradabannya selalu mendambakan terbangunnya perdamaian dan kedamaian sejati, bukan perdamaian yang dibuat-buat (semu) karena berbagai motif yang terselubung dan tidak bertanggung jawab. Perdamaian yang diharapkan adalah perdamaian yang didasarkan cinta kasih sesama sebagai makhluk Tuhan, yang mempunyai beban dan tanggung jawab sama di muka bumi, yaitu mewujudkan perdamaian itu sendiri.

Karena peradaban manusia selalu diwarnai pertentangan dan kepentingan, maka Tuhan memberi petunjuk berupa agama untuk membimbing manusia kepada jalan yang benar atau jalan perdamaian. Peradaban dan budaya yang tidak dibimbing oleh agama akan membawa sengsara dan pertentangan. Ini terbukti dengan semakin hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan akibat modernisasi yang tidak dibarengi dengan peneguhan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sikap kebersamaan dan gotong-royong telah diganti dengan sikap individualistis, sikap saling tolong-menolong dan membantu berubah menjadi saling bermusuhan (antagonistik), serta spiritualitas murni digantikan dengan spiritualitas semu yang serba formalis.

Inilah yang membawa manusia kepada kekacauan dan ketidakstabilan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk mewujudkan perdamaian di dunia ini. Bahkan, perdamaian itu merupakan sebagian dari pokok keberagamaan umat. Iman sebagai inti dari agama mengandung tiga pengertian, yakni al-iman (percaya kepada keesaan Allah), al-amanah (sikap jujur), dan al-aman (menghadirkan keamanan dan kedamaian). Orang yang menyatakan beriman kepada Allah dituntut mampu melaksanakan tiga makna tersebut, yaitu: percaya, jujur, dan damai. Orang beriman yang hanya percaya kepada Allah namun tidak bersikap jujur dan malah berbuat kerusakan dan kekerasan berarti keimanannya tidak sempurna.

Perdamaian dan kedamaian itu dapat berhasil apabila dimulai dari pribadi masing-masing. Ibda’ bi nafsik (mulailah dari dirimu sendiri), demikian sabda Nabi. Memulai perdamaian dari diri sendiri berarti harus mampu menghadirkan kedamaian dalam jiwa dan menjauhkannya dari kerusakan dan kehancuran Diri kita pun harus dipenuhi hak-haknya, hak jasmani dan ruhani, serta harus dijauhkan dari hal-hal yang merusak jasmani dan rohani itu. Sebagai makhluk sosial, manusia diwanti-wanti oleh Islam agar mewujudkan perdamaian dan menjauhkan kerusakan dalam lingkup sosial kemasyarakatan. Allah sangat mengecam kerusakan yang dilakukan umat manusia di muka bumi ini. ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ “Telah tampak kerusakan di muka bumi akibat ulah tangan manusia”.

Dalam hal ini, menjaga lingkungan dari kerusakan adalah sebagian dari ajaran Islam untuk mewujudkan kebersamaan dan kedamaian bersama. Menghadirkan kedamaian pada diri sendiri dan masyarakat tidak akan bernilai tanpa dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah dan kepatuhan kepada Rasulullah Saw, karena perintah perdamaian dan larangan berbuat kerusakan adalah perintah Allah dan perilaku yang dilakukan oleh Nabi.Sebagemana disebutkan Qs.Ali 'Imran 31 : إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ “Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi), maka Allah akan mencintaimu dan memaaf kan dosa-dosamu”, demikian Allah menegaskan dalam firman-Nya. Artinya, sebagai umat Muhammad, kita harus berperilaku mengikuti pola perilaku yang diajarkannya, yaitu akhlak karimah (perilaku yang baik), di mana beliau adalah contoh yang terbaik (uswatun hasanah).بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ ِبمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْم وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  (@)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar