Kamis, 14 Februari 2013

Berwisata ke Situs-Situs Bersejarah di Sumbawa

Sumbawa,(SK),-- .Makam Sampar, begitulah masyarakat Sumbawa menyebutnya. Makam ini letaknya tidak jauh dari kota Sumbawa besar, sekitar 1 km arah timur Dalam loka.
Siapa saja yang datang ketempat tersebut, cukup dengan mendaki bukit setinggi 100 m dari Ai-Awak maupun Keban-Lapan kelurahan seketeng, Sumbawa Besar, kita akan langsung tiba di depan gerbang lokasi perkuburan Makam Sampar.
Situs ini disebut Makam Sampar, karena terletak di atas sampar (daratan di atas bukit). Masyarakat setempat dari sejak jaman dahulu memang sengaja menempatkan pekuburan diatas bukit mengikuti tradisi para leluhur yang biasanya membuat Makam / perkuburan di atas bukit.
Jika kita perhatikan disekitar kompleks pemakaman Sampar ini, agak berbeda dengan makam-makam disekitarnya, karena dimakam sampar ini merupakan kuburan atau makam para raja Sumbawa terdahulu bersama ahli waris serta kerabatnya.
Meskipun lokasi makam para Raja Sumbawa yang disebut Makam Sampar tersebut, yang oleh masyarakat secara turun temurun ditempatkan diatas bukit, namun tidaklah lebih tinggi dari makam-makam rakyat biasa di sekitarnya. Dan bahkan masih ada makam-makam rakyat biasa yang berada lebih tinggi dari makam sampar itu sendiri.
Makam Sampar dikelilingi oleh batu-batu yang disusun sedemkian rupa seperti tembok setinggi 1 m yang membatasinya dengan kuburan masyarakat biasa. Siapa nama-nama raja Sumbawa yang dikuburkan di makam sampar ini tidak dapat ditunjukkan dengan pasti, karena tidak ada bukti tertulis yang terdapat pada tiap kuburan tersebut, seperti halnya makam para raja-raja di pulau Jawa. Hal ini terjadi sangat dimungkinkan dengan alasan bahwa Agama Islam tidak memperkenankan pengkultusan terhadap kuburan.
Dewasa ini, disebelah timur Makam Sampar telah dibangun perumahan Bukit Permai, sehingga makin mempermudah bagi siapa saja yang ingin berkunjung ke Makam Sampar tersebut. Untuk bisa mengunjungi makam Sampar ini, kita dapat dipandu oleh juru Peliharanya Ahmad Yani yang tinggal di Keban Lapan Seketeng Sumbawa.
Setelah kita puas mengunjungi situs Makam Sampar yang merupakan Makam para Raja Sumbawa ini, kemudian kita bisa melanjutkan perjalanan menuju situs makam lainnya, yang memiliki karomah tersendiri pada jamannya. Karongkeng adalah sebuah desa yang berjarak 6 km dari Empang ibu kota Kecamatan Empang (107 km dari Sumbawa Besar). Untuk bisa sampai ke makam karongkeng ini, dapat ditempuh dengan menggunakan alat transportasi tradisional daerah setempat berupa kendaraan cidomo, sepeda gayung, sepeda motor ataupun mobil, karena jalannya cukup baik.

Melalui jalur jalan raya dari Empang, sebelum memasuki dusun karongkeng ada tanjakan sepanjang 50 m. pada akhir tanjakan sebelah kanan terlihat dengan jelas papan penunjuk yang bertuliskan lokasi makam Karongkeng.
Memasuki areal makam, terasa sejuk karena berada di Lutuk kerimbunan daun pohon asem yang bertengger dengan angkernya disekitar kompleks makam. Untuk mendapatkan keterangan dan penjelasan lebih jauh, ada juru pelihara yang tinggalnya tidak jauh dari makam didalam Dusun Karongkeng, yang bernama Fatimah, sehari-harinya biasa dipanggil Ipok (ibunya Adnansyah). Mereka adalah keturunan juru pelihara makam terdahulu.
Dari profil makam Karongkeng ini terlihat bahwa jasad yang terkubur ditempat itu bukanlah orang sembarangan. Jasad yang dimakamkan ditempat itu adalah H. Abdul Karim (Haji Kari) seorang penyiar Islam / seorang Mubaliq Islam yang berjasa pada masanya di daerah Sumbawa khususnya Karongkeng. Beliau adalah tokoh yang memiki Karomah yang luar biasa, karena konon katanya berdasarkan cerita secara turun-temurun di daerah Karongkeng, Abdul Karim, ketika hendak ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji kala itu, tanpa menggunakan alat transportasi seperti yang dilakukan jaman sekarang. Namun Abdul Karim ketika itu pergi tanpa melalui perjalanan yang biasa.
Abdul Karim adalah anak dari keluarga biasa, namun Allah mentaqdirkannya dengan ilmu dan karomah yang sungguh diluar kemampuan manusia biasa, sehingga beliau mengembangkan Islam di Sumbawa bagian timur pada masanya, jauh sebelum raja Sumbawa masuk Islam di tahun 1623. Sayangnya kita tidak dapat mengetahui secara pasti bagaimana masa kehidupan Abdul Karim kala itu.
Setelah kita puas mengunjungi situs Makam Karongkeng yang merupakan Makam Abdul Karim yang memiliki karomah luar biasa pada jamannya di tanah Sumbawa kala itu, kemudian kita bisa melanjutkan perjalanan menuju situs makam lainnya, yang memiliki karomah tersendiri pada jamannya. Situs ai renung adalah situs pertama yang ditemukan di Kabupaten Sumbawa. Penemunya adalah Dinullah Rayes dari kabin kebudayaan kabupaten Sumbawa tahun 1971 bersama Drs. Made Purusa dari Balai Arkeologi Denpasar serta tenaga ahli dari pusat Arkeologi nasional yang melakukan penelitian pertama. Pada penelitian pertama ditemukan hanya tiga buah sarkopagus, lalu setelah dilakukan peneitian yang berkelanjutan, sampai saat ini sudah ditemukan tujuh buah sakopagus (kuburan batu).
Disebut situ Ai Renung, karena berada dikompleks persawahan Ai-renung dekat kampung Ai-Renung (waktu itu). Seluruh lokasi tersebut berada dalam wilayah desa Batu Tering Kecamatam Moyohulu. Setelah dilakukan pemugaran, situs Ai-renung sebenarnya sudah dapat di jadikan obyek wisata budaya. Tetapi tersebab tidak ditunjangnya dengan pembangunan jalan raya ke lokasi situs, maka obyek menjadi jarang dikujungi orang.

Tetapi tidak jarang juga para mahasiswa dan peneliti asing datang ke Ai-renung, lebih-lebih mahasiswa arkeologi. Padahal lokasinya sangat memungkinkan untuk di kembangkan menjadi obyek wisata, baik wisata budaya, alam (wana-wisata), camping dan lain-lain.
Untuk datang ke Ai-Renung yang berjarak 5 km dari Batu Tering (30 km dari Sumbawa besar). Sebelum memasuki gerbang desa Batu Tering, ada simpang jalan ke kanan arah selatan. Dari itu jalan kaki sejauh 5 km yang ditempuh selama 1 sampai 1,5 jam. Bagi yang nekad boleh saja naik motor karena jalan menanjak dan berbatu-batu, namun kendaraan tidak boleh di bawa masuk ke lokasi situs karena akan mengganggu kelestarian benda-cagar budaya.
Dari Situs Ai Renung kita melanjutkan perjalanan ke sebuah situs purbakala yang tidak kalah pentingnya untuk di kunjungi yaitu Lutuk Batu Peti. Dinamakan Lutuk Batu Peti karena ada batu seperti peti (sarkopagus) yang terletak di atas sebelah ujung bukit. Di ujung atas bukit itulah tempatnya bertengger situs yang oleh masyarakat Sumbawa dikenal sebagai lutuk batu peti.
Lutuk Batu Peti tersebut terletak di sebelah barat laut dari Dusun Kuang-Amo Desa Sempe Kecamatan Moyohulu. Jaraknya diperkirakan 6 km dari Kuang-Amo, karena ditempuh dua jam dengan jalan kaki.Menurut para ahli yang pernah datang melakukan penelitian ke situs tersebut, umur sarkopagus itu diperkirakan sudah lebih dari 2.500 tahun, sama dengan umur situs Tarakin.
Letak situs Tarakin agak lebih jauh dari Lutuk Batu Peti dan tidak searah dari Kuang-Amo. Tarakin berada sebelah barat Kuang-Amo, dengan perjalanan 3 jam yang berjarak sekitar 9 km di atas gunung Tarakin. Untuk mengunjungi situs ini melewati obyek wisata Ai-Beling yang berarti memiliki prospek kepariwisataan yang cukup baik. Namun kondisi jalan raya yang belum memadai maka obyek tersebut belum banyak dikenal orang.
Penemuan situs Tarakin dan Lutuk Batu Peti bermula dari keusilan Aries Zulkarnain Penilik Kebudayaan Kecamatan Sumbawa. Waktu itu ada kegiatan syuting sinetron Sapugara disekitar Ai-Beling, banyak warga dusun Kuang-Amo yang datang menonton kegiatan syuting. Secara naluriah Aries Zulkarnain mewawancarai penduduk sampai dapat mengorek informasi keberadaan benda-benda peninggalan sejarah yang ada disekitar desa Tarakin.
Pada umumnya masyarakat Kuang-Amo tidak banyak yang tahu keberadaan sarkopagus tersebut karena tempatnya yang jauh terpencil, tertutup dalam semak belungkar. Para pemburu dan penjelajah hutan saja yang tahu tempat benda cagar budaya (BCB) dimaksud. Setelah Aries Zulkarnain diangkat menjadi Kepala Seksi Kebudayaan Kabupaten Sumbawa tahun 1993, dapat meminta Ibu Hayatun Nufus (Atun) pjs Penilik Kebudayaan Kecamatan Moyohulu untuk melakukan survey ke lokasi dengan membuatkan foto-foto. Dari laporan inilah berturut-turut datang tim dari Bidang Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan (PSK) Kanwil Depdikbud Provinsi NTB bersama Balar (Balai Arkeologi) Denpasar serta Pusat Arkeologi Nasional melakukan penelitian pada situs Tarakin dan Lutuk Batu Peti. Dari hasil penelitian itulah akhirnya masyarakat dapat memberikan appresiasi terhadap BCB (Benda Cagar Budaya) yang ada di lingkungan mereka sendiri.
Berikutnya situs peninggalan bersejarah yang penting untuk diketahui adalah Situs Raboran, dimana situs ini termasuk sarkopagus, namun karena kurangnya pengetahuan dan pengertian masyarakat terhadap BCB (Benda Cagar Budaya) membuatnya tidak terkenal. Situs Raboran letaknya tidak jauh dari Desa Sebasang Kecamatan Moyo Hulu. Raboran dulunya adalah sebuah dusun terpencil di lereng gunung Tambora, terkenal sebagai pusat penggemblengan dan belajar ilmu kebal bagi balatentara Kerajaan Sumbawa (Bala Cucuk).
Dusun Raboran terakhir dihuni oleh keluarga Sandro Acin (Guru ilmu kebal) yang tinggal disekitar situs Raboran tempat mengajar, melatih, menggembleng dan menguji ilmu kebal seseorang anggota Bala Cucuk. Namun terhadap sarkopagus sebagai BCB, masyarakat belum memiliki pengetahuan sehingga tidak di appresiasi sama sekali.

Setelah gencarnya penyuluhan Undang-Undang no 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, barulah keberadaan situs Raboran dilaporkan oleh masyarakat akan keberadaannya. Tahun 1996 barulah diadakan survey pertama dan selanjutnya setelah diadakan penelitian seperlunya, di angkatlah seorang juru pelihara di situs tersebut.
Situs peninggalan lainnya yang patut di kunjungi sebagai tujuan wisata di tanah Samawa adalah Situs Temang Dongan. Pada mulanya situs Temang Dongan ini disebut Batu Babung, Batu Balo, Ai Paya, namun setelah dilakukan beberapa kali survey ternyata semua Benda Cagar Budaya yang ditemukan adalah sarkopagus yang terletak menyebar pada puncak gunung Temang Dongan, sehingga para arkeolog dari Balai Arkeologi Denpasar menamakan situs tersebut sebagai situs Temang Dongan.
Temang Dongan terletak kira-kira 4 km arah selatan Desa Pungkit Kecamatan Lape. Untuk sampai ke obyek ini, sebaiknya para pengunjung mendaki gunung setinggi 150 meter itu melalui lereng selatan. Di puncak sebelah selatan itulah sarkopagus yang telah berusia ribuan tahun itu tergeletak di atas daratan. Pemandangan dari puncak Temang Dongan sungguh menarik karena menyajikan keindahan alam. Sayup-sayup sebelah barat kita dapat menyaksikan kilauan air waduk Batu Bulan.
Untuk pengembangan obyek wisata masa depan, situs Temang Dongan memberikan prospek yang menjanjikan. Situs peninggalan sejarah lainnya yang tidak kalah menarik untuk di kunjungi adalah Situs Batu Tata yang terletak di jalan batu Dulang- Punik. Satu kilometer sebelum sampai ke Punik sebelah kanan jalan, masuk melalui kebun kopi penduduk arah utara 200 m dari jalan raya tergeletak sebuah batu.
Dari bentuknya, mungkin batu tersebut adalah Menhir, atau tempat pemujaan arwah leluhur. Masyarakat menyebutnya batu tata karena ada tatahan bentuk manusia ( manusia kangkang) pada salah satu sisinya. Tetapi sampai saat ditemukannya tidak seorang pun warga masyarakat yang mengkeramatkannya maupun mengappresiasinya sebagai Benda Cagar Budaya.
Berikutnya Situs Batu Gong. Letaknya dapat didatangi dengan kendaraan roda empat, melalui jalan usaha tani Desa Setowe Brang Kecamatan Utan. Sekitar satu km dari simpangan sebelah barat jembatan Utan arah utara, dalam kebun penduduk tergeletak enam sebuah batu berbentuk gong. Menurut penduduk, sebelumnya batu gong tersebut berjumlah delapan, namun sekarang banyak dicuri orang. Obyek tersebut banyak dikunjungi oleh beberapa orang yang percaya akan kekeramatannya. Tetapi karena tidak ada juru pelihara ada beberapa yang sudah dicuri orang, atau mungkin dipindahkan orang, ditemukan kemudian di sekitar kuburan cina sebelah barat kota Utan ada sebuah batu berbentuk gong dan juga kemudian di pindahkan oleh orang Bali yang tinggal di sekitar desa itu dijadikan tempat pemujaan. (Ars )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar