Senin, 28 Januari 2013

Prosesi Ritual Maulid Adat di Wet Sesait

Sesait, (SK) — Tiga minggu sebelum ada kepastian akan di gelarnya Maulid Adat pada tahun bersangkutan, maka Tau Loka Empat yang terdiri dari Mangkubumi,Pemusungan,Penghulu dan Jintaka mengadakan musyawarah bertempat di Kampu.Yang di bahas dalam pertemuan tersebut hanya satu yaitu tentang kesepakatan jadi atau tidaknya ritual Maulid Adat di gelar.
Setelah keputusan Tau Lokak Empat tersebut ditetapkan, maka sesuai dengan ranah masing-masing harus menyebarluaskan kepada kaula balanya bahwa Maulid Adat jadi dilaksanakan.

Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Tau Lokak Empat itu, maka diadakanlah musyawarah yang kedua untuk membahas tentang penetapan waktu dimulainya ritual Maulid Adat, termasuk menentukan tanggal dimulainya. Setelah seluruh masyarakat adat wet Sesait mengetahuinya, maka mulailah saat itu harus mempersiapkan segala sesuatunya.
Pelaksanaan prosesi ritual Maulid Adat di wet Sesait di laksanakan selama empat hari dan rangkaian acaranya pada hari pertama dimulai dengan melakukan berbagai persiapan, termasuk membersihkan tempat-tempat yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan ritual pendukung Maulid Adat. Diantaranya adalah membersihkan lingkungan Mesjid Kuno Sesait,membersihkan Sumur Lokok Kremean sebagai lokasi tujuan Bisok Menik (cuci beras),membersihkan Kampu termasuk alat-alat yang digunakan,membersihkan Sumur Lokok Paok yang airnya nanti diambil untuk membuat jaja pangan dan berbagai persiapan lainnya, seperti mencari dan mengundang para mangku (Mangku Lokok Kremean,Mangku Payung Agung,Mangku Lokok Paok,Mangku Ran,Mangku Air) yang terlibat dalam prosesi ritual Maulid Adat di wet Sesait.
Setelah itu, maka pada sore harinya para Mangku ini berkumpul di Kampu untuk kemudian pada prosesi ritual Maulid Adat bekerja sesuai dengan tugas masing-masing hingga selesai pelaksanaan Maulid Adat.Selain itu, para praja Mangku dan praja Penghulu (dua orang perempuan supuk yang sudah tua dan dua orang yang masih muda dan belum aqil baleq) di jemput dan seterusnya tinggal di Kampu.
Praja Nina atau Praja Mulud (anak perempuan yang belum aqil baliq sebagai simbol kesucian) yang sudah di jemput itu nantinya bertugas untuk Menutu Pare Bulu (menumbuk padi yang berbulu sampai menjadi beras).
Praja Nina ini ditempatkan dirumah yang sudah disiapkan disekitar Kampu, mulai tinggal sejak dijemput pada hari pertama sampai berakhirnya ritual prosesi Maulid Adat.
Setelah itu pada hari kedua dilanjutkan dengan Menguluh yaitu mengambil Pare Bulu (padi yang berbulu) dari Sambi (lumbung).Kemudian diteruskan dengan Menutu Pare dan unggun (kulit padi) dibuang ke Lokok kremean dirangkaikan dengan mandi Praja Mulud. Setelah itu dilanjutkan dengan Pembuatan Jaja Pangan (Jajan sejenis wajik) dan air untuk membuatnya diambilkan dari Lokok Paok oleh Toak Lokak Mangkubumi. Menjelang Magrib, Gong Gambelan (Gong Dua) diturunkan dari Bale Agung purusanya A.Siwadi.Dimana gong dua ini setelah diturunkan kemudian diarak menuju Kampu melalui sebelah utara Kampu dan ditempatkan di berugak depan Kampu sebelah timur sambil terus di bunyikan dan di inapkan satu malam.
Selanjutnya, pada hari ketiga pada pagi hari Gong Dua yang sudah nginap satu malam tersebut, lalu di bawa menuju Berugak Amak Kelap selatan Mesjid Kuno sambil terus dibunyikan hingga waktu Zuhur tiba.Setelah sholat Zuhur dilaksanakan, baru kemudian Gong Dua tadi di pindahkan lagi menuju Berugak Guram selatan Mesjid Kuno.Ditempat inilah Gong Dua ini diinapkan hingga selesainya pelaksanaan ritual prosesi Maulid Adat di gelar.

Sore harinya dilanjutkan dengan acara Merembun (mengumpulkan) beras bagi Ina Bapu (sebutan bagi kaum hawa/ibu-ibu dan nenek-nenek) sekaligus juga waktu untuk membuat jajan selain pangan. Menjelang sore hari akan dilakukan persiapan Memajang atau Ngengelat yang akan dilaksanakan setelah sholat Asyar berjamaah sampai menjelang waktu sholat Magrib dan Isya di Mesjid Kuno.
Ritual Memajang merupakan ritual pertama sebagai pembuka pelaksanaan ritual-ritual lainnya.Adapun makna dari ritual Memajang adalah sebagai simbol persamaan dan kesetaraan umat Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt.
Setelah selesai Memajang yang dilakukan oleh Tau Lokok Empat (Mangkubumi, Penghulu, Pemusungan dan Jintaka), dilanjutkan dengan sholat Magrib dan Isya. Ini semua dilaksanakan di Mesjid Kuno.
Kegiatan berikutnya dilaksanakan di halaman Mesjid Kuno adalah Semetian (Perisian) yaitu saling pukul menggunakan Penjalin (rotan) yang masing-masing bertameng. Acara semetian harus diawali oleh Pepadu (Jagoan) Nina Sik Wah Supuk (perempuan uzur yang sudah monopaus), barulah Pepadu Mama boleh bertarung sampai tengah malam.
Adapun acara puncak prosesi ritual Maulid Nabi Besar Muhammad Saw yang dikemas secara adat dilaksanakan pada hari keempat yaitu keesokan harinya setelah Memajang dan Semetian dilakukan.
Rangkaian ritual pada acara puncak tersebut, diawali dengan ritual Bisok Menik (cuci beras) dipagi harinya ke Lokok Kremean (diyakini sebagai tempat pemandian bidadari dan orang-orang suci). Cuci beras ini dilakukan oleh kaum hawa (baik yang masih gadis maupun yang sudah berkeluarga), dengan di Abih (diapit) baris tiga oleh kaum laki-laki (barisan Nina ditengah diapit barisan Mama).
Ba’da Zhohor, acara dilanjutkan dengan berkurban dengan menyembelih binatang Kerbau (Sembeleh Kok) yang ukuran,umur dan bobot sudah menjadi ketentuan para leluhur (Kok Kembalik Pokon). Sementara di dalam Kampu, pada saat yang bersamaan, Nasi Aji (yang akan dibawa ke Mesjid Kuno) dan Payung Agung (nanti ditempatkan dipintu masuk Mesjid Kuno) juga dipersiapkan. Persiapan ini tidak sembarang orang yang mengerjakannya, harus berdasarkan Purusa (garis keturunan).
Setelah berkurban (Sembeleh Kok), dilanjutkan dengan Mbau Praja Mama dengan cara mengejar dan menangkap setiap laki-laki yang belum aqil baliq sebanyak tiga orang yang akan dijadikan putra Mahkota, untuk disandingkan dengan Praja Nina (yang sudah terpilih pada hari pertama saat menutu pare bulu) sebagai Praja Mulud (sepasang putra-putri mahkota).

Praja Mulud bertugas sebagai penjaga pintu Mesjid Kuno dengan membawa Payung Agung dan menjaganya dari sentuhan orang lain yang melewati pintu Mesjid Kuno. Jika Payung Praja Mulud (Payung Agung) disentuh orang lain, maka diberi sanksi yaitu dipukul menggunakan Pemecut (Penjalin yang diberi tali) oleh Praja Mulud. Sementara yang dua orang Praja itu ditempatkan di tempat imam sebagai penjaga abu dedeng (sebuah wadah untuk menaruh abu api/au yang biasa digunakan para ibu untuk memberikan kehangatan bagi bayinya ketika baru lahir).
Menjelang sore hari pada hari terakhir dari ritual Maulid Adat di wet Sesait ini, kemudian dilanjutkan dengan Naikang Dulang Nasi Aji dengan wadah dulang berjumlah tiga buah berkaki satu yang dikhususkan bagi Tau Lokak Empat; (Pemusungan, Mangkubumi,Penghulu dan Jintaka), dimana seluruh isinya terdiri dari apa saja yang ada di alam ini dan waktu membuatnya atau pada saat merakitnya ini dilakukan oleh Praja Mangku,Praja Penghulu dibantu Tau Lokak Empat (Mangkubumi, Penghulu,Pemusungan dan Jintaka) serta tidak boleh berbicara sepatah katapun. Jadi ketika butuh bantuan harus menggunakan kode isyarat satu sama lainnya.
Waktu Naikang Nasi Aji ke Mesjid Kuno ini, diyakini yaitu pada waktu Gugur Kembang Waru ( waktu menjelang Magrib). Prosesi ritualpun berakhir dan ditutup dengan Do’a Maulid oleh Penghulu Adat.(Eko).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar