Sabtu, 26 Februari 2011

Memajang Simbol Persamaan dan Kesetaraan Ummat Manusia(4)

SESAIT,--Menjelang sore hari akan dilakukan persiapan Memajang atau Ngengelat yang akan dilaksanakan setelah sholat Asyar berjamaah sampai menjelang waktu sholat Magrib dan Isya di Mesjid Kuno.

”Ritual Memajang merupakan ritual pertama sebagai pembuka pelaksanaan ritual-ritual lainnya.Adapun makna dari ritual Memajang adalah sebagai simbol persamaan dan kesetaraan umat Manusia sebagai makhluk citaan Allah Swt,”kata Asrin selaku ketua panitia pelaksana.

Asrin menambahkan bahwa setelah selesai Memajang yang dilakukan oleh Tau Lokok Empat ( Mangkubumi,Penghulu,Pemusungan dan Jintaka), dilanjutkan dengan sholat Magrib dan Isya. Ini semua dilaksanakan di Mesjid Kuno.

Kegiatan berikutnya yang dilaksankan di halaman Mesjid Kuno adalah Semetian (Perisian) yaitu saling pukul menggunakan Penjalin (rotan) yang masing-masing bertameng. Acara semetian harus diawali oleh Pepadu (Jagoan) Nina Sik Wah Supuk (perempuan uzur yang sudah monopaus), barulah Pepadu Mama boleh bertarung sampai tengah malam.

Adapun  acara puncak prosesi ritual Maulid Nabi Besar Muhammad Saw (lanjut Asrin) yang dikemas secara adat dilaksanakan pada hari keempat (Kamis), yaitu keesokan harinya setelah Memajang dan Semetian dilakukan.

Rangkaian ritual pada acara puncak tersebut, diawali dengan ritual Bisok Beras (cuci beras) dipagi harinya ke Lokok Kremean (diyakini sebagai tempat pemandian bidadari dan orang-orang suci). Cuci beras ini dilakukan oleh kaum hawa (baik yang masih gadis maupun yang sudah berkeluarga), dengan di Abih (diapit) baris tiga oleh  kaum laki-laki (barisan Nina ditengah diapit barisan Mama).

Ba’da Zhohor, acara dilanjutkan dengan Berkurban dengan menyembelih Kerbau (Sembeleh Kok) yang ukuran,umur dan bobot sudah menjadi ketentuan para leluhur (Kok Kembalik Pokon). Sementara di dalam Kampu, pada saat yang bersamaan, Nasi Aji (yang akan dibawa ke Mesjid Kuno) dan Payung Agung (nanti ditempatkan dipintu masuk Mesjid Kuno) juga dipersiapkan. Persiapan ini tidak sembarang orang yang mengerjakannya, harus berdasarkan Purusa (garis keturunan).

Setelah berkurban (Sembeleh Kok), dilanjutkan dengan Mbau Praja Mama dengan cara mengejar dan menangkap setiap laki-laki yang belum aqil baliq sebanyak tiga orang yang akan dijadikan putra Mahkota, untuk disandingkan dengan Praja Nina (yang sudah terpilih pada hari pertama saat menutu pare bulu) sebagai Praja Mulud (sepasang putra-putri mahkota).

Praja Mulud bertugas sebagai penjaga pintu Mesjid Kuno dengan membawa Payung Agung dan menjaganya dari sentuhan orang lain yang melewati pintu Mesjid Kuno. Jika Payung  Praja Mulud (Payung Agung) disentuh orang lain, maka diberi sanksi yaitu dipukul menggunakan Pemecut (Penjalin yang diberi tali) oleh Praja Mulud.

Menjelang sore hari pada hari terakhir dari ritual Maulid Adat di wet Sesait ini, kemudian dilanjutkan dengan Naikang Dulang Nasi Aji (dulang yang berkaki satu yang dikhususkan bagi Tau Lokak Empat; Pemusungan, Mangkubumi, Penghulu dan Jintaka).

”Waktu Naikang Nasi Aji ke Mesjid Kuno ini, diyakini yaitu pada waktu Gugur Kembang Waru ( waktu menjelang Magrib). Prosesi ritualpun berakhir dan ditutup dengan Do’a oleh Penghulu Adat,”jelas Asrin.(Eko).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar