Sesait, (SK) — Tiga
minggu sebelum ada kepastian akan di gelarnya Maulid Adat pada tahun
bersangkutan, maka Tau Loka Empat yang terdiri dari
Mangkubumi,Pemusungan,Penghulu dan Jintaka mengadakan musyawarah
bertempat di Kampu.Yang di bahas dalam pertemuan tersebut hanya satu
yaitu tentang kesepakatan jadi atau tidaknya ritual Maulid Adat di
gelar.
Setelah
keputusan Tau Lokak Empat tersebut ditetapkan, maka sesuai dengan ranah
masing-masing harus menyebarluaskan kepada kaula balanya bahwa Maulid
Adat jadi dilaksanakan.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan Tau Lokak Empat itu, maka
diadakanlah musyawarah yang kedua untuk membahas tentang penetapan waktu
dimulainya ritual Maulid Adat, termasuk menentukan tanggal dimulainya.
Setelah seluruh masyarakat adat wet Sesait mengetahuinya, maka mulailah
saat itu harus mempersiapkan segala sesuatunya.
Pelaksanaan prosesi ritual Maulid Adat
di wet Sesait di laksanakan selama empat hari dan rangkaian acaranya
pada hari pertama dimulai dengan melakukan berbagai persiapan, termasuk
membersihkan tempat-tempat yang dijadikan sebagai lokasi kegiatan ritual
pendukung Maulid Adat. Diantaranya adalah membersihkan lingkungan
Mesjid Kuno Sesait,membersihkan Sumur Lokok Kremean sebagai lokasi
tujuan Bisok Menik (cuci beras),membersihkan Kampu termasuk alat-alat
yang digunakan,membersihkan Sumur Lokok Paok yang airnya nanti diambil
untuk membuat jaja pangan dan berbagai persiapan lainnya, seperti
mencari dan mengundang para mangku (Mangku Lokok Kremean,Mangku Payung
Agung,Mangku Lokok Paok,Mangku Ran,Mangku Air) yang terlibat dalam
prosesi ritual Maulid Adat di wet Sesait.
Setelah itu, maka pada sore harinya para
Mangku ini berkumpul di Kampu untuk kemudian pada prosesi ritual Maulid
Adat bekerja sesuai dengan tugas masing-masing hingga selesai
pelaksanaan Maulid Adat.Selain itu, para praja Mangku dan praja Penghulu
(dua orang perempuan supuk yang sudah tua dan dua orang yang masih muda
dan belum aqil baleq) di jemput dan seterusnya tinggal di Kampu.
Praja Nina atau Praja Mulud (anak
perempuan yang belum aqil baliq sebagai simbol kesucian) yang sudah di
jemput itu nantinya bertugas untuk Menutu Pare Bulu (menumbuk padi yang
berbulu sampai menjadi beras).
Praja Nina ini ditempatkan dirumah yang
sudah disiapkan disekitar Kampu, mulai tinggal sejak dijemput pada hari
pertama sampai berakhirnya ritual prosesi Maulid Adat.
Setelah itu pada hari kedua dilanjutkan
dengan Menguluh yaitu mengambil Pare Bulu (padi yang berbulu) dari
Sambi (lumbung).Kemudian diteruskan dengan Menutu Pare dan unggun (kulit
padi) dibuang ke Lokok kremean dirangkaikan dengan mandi Praja Mulud.
Setelah itu dilanjutkan dengan Pembuatan Jaja Pangan (Jajan sejenis
wajik) dan air untuk membuatnya diambilkan dari Lokok Paok oleh Toak
Lokak Mangkubumi. Menjelang Magrib, Gong Gambelan (Gong Dua) diturunkan
dari Bale Agung purusanya A.Siwadi.Dimana gong dua ini setelah
diturunkan kemudian diarak menuju Kampu melalui sebelah utara Kampu dan
ditempatkan di berugak depan Kampu sebelah timur sambil terus di
bunyikan dan di inapkan satu malam.
Selanjutnya, pada hari ketiga pada pagi
hari Gong Dua yang sudah nginap satu malam tersebut, lalu di bawa menuju
Berugak Amak Kelap selatan Mesjid Kuno sambil terus dibunyikan hingga
waktu Zuhur tiba.Setelah sholat Zuhur dilaksanakan, baru kemudian Gong
Dua tadi di pindahkan lagi menuju Berugak Guram selatan Mesjid
Kuno.Ditempat inilah Gong Dua ini diinapkan hingga selesainya
pelaksanaan ritual prosesi Maulid Adat di gelar.
Sore harinya dilanjutkan dengan acara Merembun (mengumpulkan) beras bagi
Ina Bapu (sebutan bagi kaum hawa/ibu-ibu dan nenek-nenek) sekaligus
juga waktu untuk membuat jajan selain pangan. Menjelang sore hari akan
dilakukan persiapan Memajang atau Ngengelat yang akan dilaksanakan
setelah sholat Asyar berjamaah sampai menjelang waktu sholat Magrib dan
Isya di Mesjid Kuno.
Ritual Memajang merupakan ritual pertama
sebagai pembuka pelaksanaan ritual-ritual lainnya.Adapun makna dari
ritual Memajang adalah sebagai simbol persamaan dan kesetaraan umat
Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt.
Setelah selesai Memajang yang dilakukan
oleh Tau Lokok Empat (Mangkubumi, Penghulu, Pemusungan dan Jintaka),
dilanjutkan dengan sholat Magrib dan Isya. Ini semua dilaksanakan di
Mesjid Kuno.
Kegiatan berikutnya dilaksanakan di
halaman Mesjid Kuno adalah Semetian (Perisian) yaitu saling pukul
menggunakan Penjalin (rotan) yang masing-masing bertameng. Acara
semetian harus diawali oleh Pepadu (Jagoan) Nina Sik Wah Supuk
(perempuan uzur yang sudah monopaus), barulah Pepadu Mama boleh
bertarung sampai tengah malam.
Adapun acara puncak prosesi ritual
Maulid Nabi Besar Muhammad Saw yang dikemas secara adat dilaksanakan
pada hari keempat yaitu keesokan harinya setelah Memajang dan Semetian
dilakukan.
Rangkaian ritual pada acara puncak
tersebut, diawali dengan ritual Bisok Menik (cuci beras) dipagi harinya
ke Lokok Kremean (diyakini sebagai tempat pemandian bidadari dan
orang-orang suci). Cuci beras ini dilakukan oleh kaum hawa (baik yang
masih gadis maupun yang sudah berkeluarga), dengan di Abih (diapit)
baris tiga oleh kaum laki-laki (barisan Nina ditengah diapit barisan
Mama).
Ba’da Zhohor, acara dilanjutkan dengan
berkurban dengan menyembelih binatang Kerbau (Sembeleh Kok) yang
ukuran,umur dan bobot sudah menjadi ketentuan para leluhur (Kok Kembalik
Pokon). Sementara di dalam Kampu, pada saat yang bersamaan, Nasi Aji
(yang akan dibawa ke Mesjid Kuno) dan Payung Agung (nanti ditempatkan
dipintu masuk Mesjid Kuno) juga dipersiapkan. Persiapan ini tidak
sembarang orang yang mengerjakannya, harus berdasarkan Purusa (garis
keturunan).
Setelah berkurban (Sembeleh Kok),
dilanjutkan dengan Mbau Praja Mama dengan cara mengejar dan menangkap
setiap laki-laki yang belum aqil baliq sebanyak tiga orang yang akan
dijadikan putra Mahkota, untuk disandingkan dengan Praja Nina (yang
sudah terpilih pada hari pertama saat menutu pare bulu) sebagai Praja
Mulud (sepasang putra-putri mahkota).
Praja Mulud bertugas sebagai penjaga pintu Mesjid Kuno dengan membawa
Payung Agung dan menjaganya dari sentuhan orang lain yang melewati pintu
Mesjid Kuno. Jika Payung Praja Mulud (Payung Agung) disentuh orang
lain, maka diberi sanksi yaitu dipukul menggunakan Pemecut (Penjalin
yang diberi tali) oleh Praja Mulud. Sementara yang dua orang Praja itu
ditempatkan di tempat imam sebagai penjaga abu dedeng (sebuah wadah
untuk menaruh abu api/au yang biasa digunakan para ibu untuk memberikan
kehangatan bagi bayinya ketika baru lahir).
Menjelang sore hari pada hari terakhir
dari ritual Maulid Adat di wet Sesait ini, kemudian dilanjutkan dengan
Naikang Dulang Nasi Aji dengan wadah dulang berjumlah tiga buah berkaki
satu yang dikhususkan bagi Tau Lokak Empat; (Pemusungan,
Mangkubumi,Penghulu dan Jintaka), dimana seluruh isinya terdiri dari apa
saja yang ada di alam ini dan waktu membuatnya atau pada saat
merakitnya ini dilakukan oleh Praja Mangku,Praja Penghulu dibantu Tau
Lokak Empat (Mangkubumi, Penghulu,Pemusungan dan Jintaka) serta tidak
boleh berbicara sepatah katapun. Jadi ketika butuh bantuan harus
menggunakan kode isyarat satu sama lainnya.
Waktu Naikang Nasi Aji ke Mesjid Kuno
ini, diyakini yaitu pada waktu Gugur Kembang Waru ( waktu menjelang
Magrib). Prosesi ritualpun berakhir dan ditutup dengan Do’a Maulid oleh
Penghulu Adat.(Eko).