Sumbawa,(SK),-- .Makam
Sampar, begitulah masyarakat Sumbawa menyebutnya. Makam ini letaknya
tidak jauh dari kota Sumbawa besar, sekitar 1 km arah timur Dalam loka.
Siapa
saja yang datang ketempat tersebut, cukup dengan mendaki bukit setinggi
100 m dari Ai-Awak maupun Keban-Lapan kelurahan seketeng, Sumbawa
Besar, kita akan langsung tiba di depan gerbang lokasi perkuburan Makam
Sampar.
Situs ini disebut Makam Sampar, karena
terletak di atas sampar (daratan di atas bukit). Masyarakat setempat
dari sejak jaman dahulu memang sengaja menempatkan pekuburan diatas
bukit mengikuti tradisi para leluhur yang biasanya membuat Makam /
perkuburan di atas bukit.
Jika kita perhatikan disekitar kompleks
pemakaman Sampar ini, agak berbeda dengan makam-makam disekitarnya,
karena dimakam sampar ini merupakan kuburan atau makam para raja Sumbawa
terdahulu bersama ahli waris serta kerabatnya.
Meskipun lokasi makam para Raja Sumbawa
yang disebut Makam Sampar tersebut, yang oleh masyarakat secara turun
temurun ditempatkan diatas bukit, namun tidaklah lebih tinggi dari
makam-makam rakyat biasa di sekitarnya. Dan bahkan masih ada makam-makam
rakyat biasa yang berada lebih tinggi dari makam sampar itu sendiri.
Makam Sampar dikelilingi oleh batu-batu
yang disusun sedemkian rupa seperti tembok setinggi 1 m yang
membatasinya dengan kuburan masyarakat biasa. Siapa nama-nama raja
Sumbawa yang dikuburkan di makam sampar ini tidak dapat ditunjukkan
dengan pasti, karena tidak ada bukti tertulis yang terdapat pada tiap
kuburan tersebut, seperti halnya makam para raja-raja di pulau Jawa. Hal
ini terjadi sangat dimungkinkan dengan alasan bahwa Agama Islam tidak
memperkenankan pengkultusan terhadap kuburan.
Dewasa ini, disebelah timur Makam Sampar
telah dibangun perumahan Bukit Permai, sehingga makin mempermudah bagi
siapa saja yang ingin berkunjung ke Makam Sampar tersebut. Untuk bisa
mengunjungi makam Sampar ini, kita dapat dipandu oleh juru Peliharanya
Ahmad Yani yang tinggal di Keban Lapan Seketeng Sumbawa.
Setelah kita puas mengunjungi situs
Makam Sampar yang merupakan Makam para Raja Sumbawa ini, kemudian kita
bisa melanjutkan perjalanan menuju situs makam lainnya, yang memiliki
karomah tersendiri pada jamannya. Karongkeng adalah sebuah desa yang
berjarak 6 km dari Empang ibu kota Kecamatan Empang (107 km dari
Sumbawa Besar). Untuk bisa sampai ke makam karongkeng ini, dapat
ditempuh dengan menggunakan alat transportasi tradisional daerah
setempat berupa kendaraan cidomo, sepeda gayung, sepeda motor ataupun
mobil, karena jalannya cukup baik.
Melalui jalur jalan raya dari Empang, sebelum memasuki dusun karongkeng
ada tanjakan sepanjang 50 m. pada akhir tanjakan sebelah kanan terlihat
dengan jelas papan penunjuk yang bertuliskan lokasi makam Karongkeng.
Memasuki areal makam, terasa sejuk
karena berada di Lutuk kerimbunan daun pohon asem yang bertengger dengan
angkernya disekitar kompleks makam. Untuk mendapatkan keterangan dan
penjelasan lebih jauh, ada juru pelihara yang tinggalnya tidak jauh
dari makam didalam Dusun Karongkeng, yang bernama Fatimah,
sehari-harinya biasa dipanggil Ipok (ibunya Adnansyah). Mereka adalah
keturunan juru pelihara makam terdahulu.
Dari profil makam Karongkeng ini
terlihat bahwa jasad yang terkubur ditempat itu bukanlah orang
sembarangan. Jasad yang dimakamkan ditempat itu adalah H. Abdul Karim
(Haji Kari) seorang penyiar Islam / seorang Mubaliq Islam yang berjasa
pada masanya di daerah Sumbawa khususnya Karongkeng. Beliau adalah tokoh
yang memiki Karomah yang luar biasa, karena konon katanya berdasarkan
cerita secara turun-temurun di daerah Karongkeng, Abdul Karim, ketika
hendak ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji kala itu, tanpa
menggunakan alat transportasi seperti yang dilakukan jaman sekarang.
Namun Abdul Karim ketika itu pergi tanpa melalui perjalanan yang biasa.
Abdul Karim adalah anak dari keluarga
biasa, namun Allah mentaqdirkannya dengan ilmu dan karomah yang sungguh
diluar kemampuan manusia biasa, sehingga beliau mengembangkan Islam di
Sumbawa bagian timur pada masanya, jauh sebelum raja Sumbawa masuk Islam
di tahun 1623. Sayangnya kita tidak dapat mengetahui secara pasti
bagaimana masa kehidupan Abdul Karim kala itu.
Setelah kita puas mengunjungi situs
Makam Karongkeng yang merupakan Makam Abdul Karim yang memiliki karomah
luar biasa pada jamannya di tanah Sumbawa kala itu, kemudian kita bisa
melanjutkan perjalanan menuju situs makam lainnya, yang memiliki karomah
tersendiri pada jamannya. Situs ai renung adalah situs pertama yang
ditemukan di Kabupaten Sumbawa. Penemunya adalah Dinullah Rayes dari
kabin kebudayaan kabupaten Sumbawa tahun 1971 bersama Drs. Made Purusa
dari Balai Arkeologi Denpasar serta tenaga ahli dari pusat Arkeologi
nasional yang melakukan penelitian pertama. Pada penelitian pertama
ditemukan hanya tiga buah sarkopagus, lalu setelah dilakukan peneitian
yang berkelanjutan, sampai saat ini sudah ditemukan tujuh buah sakopagus
(kuburan batu).
Disebut situ Ai Renung, karena berada
dikompleks persawahan Ai-renung dekat kampung Ai-Renung (waktu itu).
Seluruh lokasi tersebut berada dalam wilayah desa Batu Tering Kecamatam
Moyohulu. Setelah dilakukan pemugaran, situs Ai-renung sebenarnya sudah
dapat di jadikan obyek wisata budaya. Tetapi tersebab tidak ditunjangnya
dengan pembangunan jalan raya ke lokasi situs, maka obyek menjadi
jarang dikujungi orang.
Tetapi tidak jarang juga para mahasiswa dan peneliti asing datang ke
Ai-renung, lebih-lebih mahasiswa arkeologi. Padahal lokasinya sangat
memungkinkan untuk di kembangkan menjadi obyek wisata, baik wisata
budaya, alam (wana-wisata), camping dan lain-lain.
Untuk datang ke Ai-Renung yang berjarak 5
km dari Batu Tering (30 km dari Sumbawa besar). Sebelum memasuki
gerbang desa Batu Tering, ada simpang jalan ke kanan arah selatan. Dari
itu jalan kaki sejauh 5 km yang ditempuh selama 1 sampai 1,5 jam. Bagi
yang nekad boleh saja naik motor karena jalan menanjak dan berbatu-batu,
namun kendaraan tidak boleh di bawa masuk ke lokasi situs karena akan
mengganggu kelestarian benda-cagar budaya.
Dari Situs Ai Renung kita melanjutkan
perjalanan ke sebuah situs purbakala yang tidak kalah pentingnya untuk
di kunjungi yaitu Lutuk Batu Peti. Dinamakan Lutuk Batu Peti karena ada
batu seperti peti (sarkopagus) yang terletak di atas sebelah ujung
bukit. Di ujung atas bukit itulah tempatnya bertengger situs yang oleh
masyarakat Sumbawa dikenal sebagai lutuk batu peti.
Lutuk Batu Peti tersebut terletak di
sebelah barat laut dari Dusun Kuang-Amo Desa Sempe Kecamatan Moyohulu.
Jaraknya diperkirakan 6 km dari Kuang-Amo, karena ditempuh dua jam
dengan jalan kaki.Menurut para ahli yang pernah datang melakukan
penelitian ke situs tersebut, umur sarkopagus itu diperkirakan sudah
lebih dari 2.500 tahun, sama dengan umur situs Tarakin.
Letak situs Tarakin agak lebih jauh dari
Lutuk Batu Peti dan tidak searah dari Kuang-Amo. Tarakin berada sebelah
barat Kuang-Amo, dengan perjalanan 3 jam yang berjarak sekitar 9 km di
atas gunung Tarakin. Untuk mengunjungi situs ini melewati obyek wisata
Ai-Beling yang berarti memiliki prospek kepariwisataan yang cukup baik.
Namun kondisi jalan raya yang belum memadai maka obyek tersebut belum
banyak dikenal orang.
Penemuan situs Tarakin dan Lutuk Batu
Peti bermula dari keusilan Aries Zulkarnain Penilik Kebudayaan Kecamatan
Sumbawa. Waktu itu ada kegiatan syuting sinetron Sapugara disekitar
Ai-Beling, banyak warga dusun Kuang-Amo yang datang menonton kegiatan
syuting. Secara naluriah Aries Zulkarnain mewawancarai penduduk sampai
dapat mengorek informasi keberadaan benda-benda peninggalan sejarah yang
ada disekitar desa Tarakin.
Pada umumnya masyarakat Kuang-Amo tidak
banyak yang tahu keberadaan sarkopagus tersebut karena tempatnya yang
jauh terpencil, tertutup dalam semak belungkar. Para pemburu dan
penjelajah hutan saja yang tahu tempat benda cagar budaya (BCB)
dimaksud. Setelah Aries Zulkarnain diangkat menjadi Kepala Seksi
Kebudayaan Kabupaten Sumbawa tahun 1993, dapat meminta Ibu Hayatun Nufus
(Atun) pjs Penilik Kebudayaan Kecamatan Moyohulu untuk melakukan survey
ke lokasi dengan membuatkan foto-foto. Dari laporan inilah
berturut-turut datang tim dari Bidang Peninggalan Sejarah dan
Kepurbakalaan (PSK) Kanwil Depdikbud Provinsi NTB bersama Balar (Balai
Arkeologi) Denpasar serta Pusat Arkeologi Nasional melakukan penelitian
pada situs Tarakin dan Lutuk Batu Peti. Dari hasil penelitian itulah
akhirnya masyarakat dapat memberikan appresiasi terhadap BCB (Benda
Cagar Budaya) yang ada di lingkungan mereka sendiri.
Berikutnya situs peninggalan bersejarah
yang penting untuk diketahui adalah Situs Raboran, dimana situs ini
termasuk sarkopagus, namun karena kurangnya pengetahuan dan pengertian
masyarakat terhadap BCB (Benda Cagar Budaya) membuatnya tidak terkenal.
Situs Raboran letaknya tidak jauh dari Desa Sebasang Kecamatan Moyo
Hulu. Raboran dulunya adalah sebuah dusun terpencil di lereng gunung
Tambora, terkenal sebagai pusat penggemblengan dan belajar ilmu kebal
bagi balatentara Kerajaan Sumbawa (Bala Cucuk).
Dusun Raboran terakhir dihuni oleh
keluarga Sandro Acin (Guru ilmu kebal) yang tinggal disekitar situs
Raboran tempat mengajar, melatih, menggembleng dan menguji ilmu kebal
seseorang anggota Bala Cucuk. Namun terhadap sarkopagus sebagai BCB,
masyarakat belum memiliki pengetahuan sehingga tidak di appresiasi sama
sekali.
Setelah gencarnya penyuluhan Undang-Undang no 5 tahun 1992 tentang Benda
Cagar Budaya, barulah keberadaan situs Raboran dilaporkan oleh
masyarakat akan keberadaannya. Tahun 1996 barulah diadakan survey
pertama dan selanjutnya setelah diadakan penelitian seperlunya, di
angkatlah seorang juru pelihara di situs tersebut.
Situs peninggalan lainnya yang patut di
kunjungi sebagai tujuan wisata di tanah Samawa adalah Situs Temang
Dongan. Pada mulanya situs Temang Dongan ini disebut Batu Babung, Batu
Balo, Ai Paya, namun setelah dilakukan beberapa kali survey ternyata
semua Benda Cagar Budaya yang ditemukan adalah sarkopagus yang terletak
menyebar pada puncak gunung Temang Dongan, sehingga para arkeolog dari
Balai Arkeologi Denpasar menamakan situs tersebut sebagai situs Temang
Dongan.
Temang Dongan terletak kira-kira 4 km
arah selatan Desa Pungkit Kecamatan Lape. Untuk sampai ke obyek ini,
sebaiknya para pengunjung mendaki gunung setinggi 150 meter itu melalui
lereng selatan. Di puncak sebelah selatan itulah sarkopagus yang telah
berusia ribuan tahun itu tergeletak di atas daratan. Pemandangan dari
puncak Temang Dongan sungguh menarik karena menyajikan keindahan alam.
Sayup-sayup sebelah barat kita dapat menyaksikan kilauan air waduk Batu
Bulan.
Untuk pengembangan obyek wisata masa
depan, situs Temang Dongan memberikan prospek yang menjanjikan. Situs
peninggalan sejarah lainnya yang tidak kalah menarik untuk di kunjungi
adalah Situs Batu Tata yang terletak di jalan batu Dulang- Punik. Satu
kilometer sebelum sampai ke Punik sebelah kanan jalan, masuk melalui
kebun kopi penduduk arah utara 200 m dari jalan raya tergeletak sebuah
batu.
Dari bentuknya, mungkin batu tersebut
adalah Menhir, atau tempat pemujaan arwah leluhur. Masyarakat
menyebutnya batu tata karena ada tatahan bentuk manusia ( manusia
kangkang) pada salah satu sisinya. Tetapi sampai saat ditemukannya tidak
seorang pun warga masyarakat yang mengkeramatkannya maupun
mengappresiasinya sebagai Benda Cagar Budaya.
Berikutnya Situs Batu Gong. Letaknya
dapat didatangi dengan kendaraan roda empat, melalui jalan usaha tani
Desa Setowe Brang Kecamatan Utan. Sekitar satu km dari simpangan sebelah
barat jembatan Utan arah utara, dalam kebun penduduk tergeletak enam
sebuah batu berbentuk gong. Menurut penduduk, sebelumnya batu gong
tersebut berjumlah delapan, namun sekarang banyak dicuri orang. Obyek
tersebut banyak dikunjungi oleh beberapa orang yang percaya akan
kekeramatannya. Tetapi karena tidak ada juru pelihara ada beberapa yang
sudah dicuri orang, atau mungkin dipindahkan orang, ditemukan kemudian
di sekitar kuburan cina sebelah barat kota Utan ada sebuah batu
berbentuk gong dan juga kemudian di pindahkan oleh orang Bali yang
tinggal di sekitar desa itu dijadikan tempat pemujaan. (Ars )