Praya,(SK),-- Desa
Pejanggik berpenduduk sekitar 900 rumah tangga.Warna sejarah Lombok
tidak bisa dilepaskan dari sejarah desa ini.Nama pejanggik jelas
merupakan pertautan antara desa dengan kerajaan yang pernah ada dan
berpengaruh di Lombok.
Dahulu wilayah kekuasaan kerajaan
pejanggik meliputi pantai barat sampai pantai timur pulau Lombok, dari
Belongas hingga Tanjung Ringgit.
Pejanggik berkuasa hamper bersamaan dengan berkuasanya kerajaan Selaparang di Lombok Bagian Timur.Selaprang sendiri sering di presentasikan sebagai kerajaan yang banyak menguasai wilayah pulau Lombok saat itu.
Membicarakan sejarah Lombok tanpa
membicarakan desa Pejanggik tentu tidak akan lengkap.Bukti-bukti fisik
yang menegaskan bahwa desa pejanggik sebagai warisan kerajaan Pejanggik
diantaranya Makam Seriwa yang lokasinya berada di pinggir jalan utama
persis di tengah desa.Seriwa dalam pengertian bahsa Sasak, berasal dari
kata serio’ yang berarti melihat.Makam ini telah mengalami pemugaran
oleh pemerintah sejak ditetapkan sebagai cagar budaya,dimana keberadaan
makam ini sudah ada sejak ratusan tahun silam dan diyakini sebagai
tempat petilasan terakhir Raja Pejanggik.
Secara umum komplek makam Seriwa
merupakan kompleks makam umum. Berada persis dipinggir jalan raya
Praya-Keruak Lombok Timur.Makam Seriwa berada di tempat
ketinggian.Masyarakat umum yang akan berkunjung ke makam tersebut harus
melewati makam masyarakat umum dan selanjutnya memasuki kompleks makam
Seriwa.
Dalam kompleks makam Seriwa terdapat
sejumlah makam dan pusara di dalamnya.Hanya satu makam yang berada di
dalam bangunan dengan dinding terbuka dan dilengkapi dengan kain
putih.Ini menandakan bahwa makam tersebutlah yang menjadi obyek
kunjungan (makam Seriwa).Kompleks makam dikelilingi oleh puluhan pohon
kamboja (jepun) berumur tua.
Banyak versi tentang Kerajaan Pejanggik,
tetapi masyarakat Sasak Lombok Tengah percaya bahwa makam itu adalah
makam Raja Pejanggik yang terakhir.Dalam bahasa arab, makam berarti
tempat. Masyarakat meyakini bahwa disini tempat raja Pejanggik terlihat
untuk yang terakhir kalinya.
Peziarah biasanya ramai mengunjungi
makam ini usai hari raya idul fitri atau hari-hari besar Islam
lainnya.Peziarah tidak hanya datang dari wilayah Lombok Tengah saja,
tetapi banyak juga yang datang dari Kabupaten lain dan bahkan dari
daerah luar. Di kompleks makam Seriwa ini kerap kali dilaksanakan perang
timbung.Perang ini mirip dengan perang topat di pura lingsar di Desa
Lingsar.Bedanya, perang di kompleks makam Seriwa ini menggunakan timbung
(jajan khas masyarakat Sasak yang terbuat dari ketan), sedangkan perang
topat di pura Lingsar menggunakan topat.
Berdasarkan banyak pendapat, pelaksanaan
tradisi perang timbung ini berawal dari kekacauan internal Kerajaan
Pejanggik.Selain itu, soal ketegangannya dengan Kerajaan Selaparang.Raja
kemudian melakukan tapa brata (semedi) untuk meminta hidayah sang
pencipta.Dari hasil tapa bratanya ini,Raja kemudian menyampaikannya
kepada para penasehat pembesar kerajaan.Oleh para penasehat, Raja
diminta mengumpulkan seluruh rakyat dan memerintahkan kepada mereka
membuat jajan timbung untuk dibagikan sebagai bahan ritual,berkumpul,
bersilaturrahmi dan saling memberi.
Tidak hanya makam Seriwa ini saja yang
terdapat di Desa Pejanggik yang merupakan peninggalan Kerajaan
Pejanggik.Peninggalan lainnya adalah Lingkok Toro (sungai Toro) yang
terdapat di Dusun Toro Desa Pejanggik.Pada waktu-waktu tertentu di
sekitar aliran sungai yang lebih sering mongering ini, masyarakat
menggelar ritual adat.Disinilah di yakini sebagai tempat raja
menyembunyikan benda pusaka kerajaan.Sebagian masyarakat setempat juga
mengaku menyimpan beragam barang antik peninggalan kerajaan mulai dari
kain, perabot rumah tangga dan lain-lain.
Seperti yang pernah di tulis di berbagai
babad, berdirinya kerajaan Pejanggik bermula dari menyepinya Deneq Mas
Putra Pengen dengan Segara Katon ke daerah yang bernama Rambitan.Beliau
didampingi oleh putranya Deneq Mas Komala Sempopo, yang kemudian
menurunkan raja-raja Pejanggik.Kerajaan Pejanggik mulai mengalami
perkembangan pada tahun 1648 M.
Dalam sejarahnya, Kerajaan Pejanggik
menjalin hubungan baik dengan Kerajaan Selaparang di Lombok
Timur.Kerenggangan kemudian terjadi oleh politik adu domba seseorang
dari internal Pejanggik sendiri Arya Banjar Getas. Pada generasi ke-9,
tahta di Kerajaan Pejanggik dilanjutkan dari Pemban Mas Komala Kusuma
yang memiliki anak bernama Meraja Kusuma.Setelah itu, Pejanggik mulai
meredup karena perselisihan internal antara Pemban Mas Komala dengan
Arya Banjar Getas yang berujung peperangan.
Agar pertautan sejarah tidak putus,
masyarakat setempat meminta keseriusan Pemda untuk menggali akar
sejarah.Tidak hanya tentang Kerajaan Pejanggik, tetapi juga tentang
kekayaan sejarah local lainnya.Dokumentasi ilmiah harus dibuat agar
diketahui oleh generasi mendatang.(Ras)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar