Kayangan,-- 
Dijadikannya system Kelembagaan Adat Wet Sesait kab. Lombok Utara 
sebagai Pilot Projeck (Proyek Percontohan) oleh Bank Dunia dalam hal 
system tata kelembagaan Adat berdasarkan hasil pantauan dan penelitian 
awal terhadap keberadaan dan fungsi sosialnya yang masih utuh.serta 
masih diakui oleh Komunitas Masyarakat wet Adat Sesait.
Ia juga menjelaskan tentang beberapa hal yang menjadi focus kajian 
Bank Dunia terkait pranata Adat dan pranata social budaya, diantaranya 
system social Komunitas Masyarakat Adat Sesait, Sistem Kelembagaan Adat 
dan Awik-awik (aturan hukum, red) baik yang tertulis maupun yang tidak. 
Untuk diketahui, sambung Amaq Masi, ada beberapa Norma Adat yang dijadikan pedoman hidup Komunitas Masyarakat Adat Sesait, yaitu pertama, Adat Luir Gama (Norma Agama) sebagai Sumber Pedoman Utama. Kedua, Adat Tata Krama yang di dalamnya juga mengatur tentang Aji Krama atau Adat Pemulangan (Pernikahan). Ketiga, Adat Tapsila atau Norma Sopan Santun dan Kesusilaan.
Ketiga norma Adat tesebut menganut 
hubungan Hirarkis yang merupakan satu kesatuan utuh, tidak bisa 
terpisahkan satu dengan lainnya dalam penanganan ataupun penyelesaian 
persoalan yang ada ungkapnya. Lanjut Amaq Masi ketiga Norma Adat 
tersebut masing-masing terdiri dari beberapa bagian dengan Dosa Angkatan
 dan lambang tersendiri baik itu yang berkaitan dengan kasus Pidana 
maupun perdata.
Untuk dimaklumi, butuh waktu satu bulan 
untuk mengupas sebagian dari system social dan kelembagaan adat 
komunitas masyarakat Sesait ungkap Amaq Masi sambil tertawa.
Sama halnya dengan Juru Tulis Pembekel 
Adat, Ketua Pembekel Adat, Amaq Suniarni Degoh kepada suarakomunitas 
saat dikonfirmasi di Bale Pesanggrahannya Kamis malam (01/12). Ketua 
Pembekel Adat yang akrab disafa Amaq Degoh membenarkan apa yang 
dikatakan Juru Tulisnya bahwa Bank Dunia sedang menjajaki 
Komunitas-komunitas Adat untuk dijadikan proyek percontohan. Terkait 
dengan Komunitas Adat Sesait sebagai pilot projek untuk saat ini belum 
ada kesepakatan yang jelas dengan pihak Bank Dunia.
Menurut Bank Dunia, ungkap Amaq Dedog 
Dalam hal adat istiadat Sesait memang paling layak untuk dijadikan 
sebagai pilot projek mengingat Komunitas Masyarakat Adat Sesait masih 
mengakui dan mempertahankan tradisi leluhur. Setiap pelaksanan Ritual 
Adat yang diupusatkan di Kampu Sesait dan Masjid Lokak (masjid kuno, 
red), masyarakat dari berbagai penjuru berbondong-bondong mengikuti 
pelaksanaan Ritual adat.
Ia juga menjelaskan Luas wilayah Sesait 
berdasarkan Kara-Kara (Kitab Sejarah, red) memiliki batas-batas yaitu 
batas sebelah barat laut adalah Dangar Duh (Pohon Kayu Dangar, red)  
yang berada di Tanak Song Desa Jenggala Kec. Tanjung. Batas Sebelah 
Timur laut adalah Ketapang Sejolo Dusun Tampes Desa Selengen Kec. 
Kayangan. Batas sebelah tenggara adalah Lokok Tangkok areal Hutan 
Lindung dan Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani dan sebelah Barat Daya 
adalah Punikan sebelah utara Kecamatan Lingsar Lombok Barat.
Namun, lanjut Amaq Degoh, seiring 
perkembangan Zaman dan pada era Orde Baru muncul kebijakan Penyeragaman 
system Pemerintahan Desa yang mengakibatkan terjadinya pemecahan wilayah
 Komunitas Adat menjadi tiga bagian wilayah adat dan beberapa Desa.
Untuk saat ini, sambungnya, ada empat 
Desa yang tetap memusatkan pelaksanaan Ritual Adat di pusat budaya 
(Kampu) yaitu : Desa Sesait sebagai Desa Induk dengan kepala 
Pemerintahan bergelar Pemusungan, Desa Pendua dengan kepala Pemerintahan
 adalah Kepala Desa, Desa Kayangan dengan Kepala Pemerintahan adalah 
Kepala Desa dan Desa Santong dengan Kepala Pemerintahan adalah Kepala 
Desa dimana keempat Desa tersebut berada di Kec. Kayangan Kab. Lombo 
Utara.
Menurut Amaq Degoh bahwa semua 
Kegiatan-kegiatan Ritual berpedoman kepada ajaran Agama Islam, misalanya
 pada saat pelaksanaan ritual Aji Makam “Pulek Taon Lakok Balit 
(pergantian musim Hujan ke Kemarau) dan Pulek Balit Lakok Taon, semua 
prosesi bernuansa keagamaan seperti mengaji sampai namatang (tamat) 
sebungkul (30 Jus) Al-Quran  di Masjid Lokak yang dipimpin oleh Lokak 
Empat (Empat Orang Tua dalam System Kelembagaan Adat, red)  yaitu Mangku
 Bumi, Pemusungan, Pengulu dan Jintaka. Demikian pula dalam ritual 
Ritual Adat lainnya, misalnya dalam pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi 
Besar Muhammad SAW selama tiga hari tiga malam juga dipusatkan di dalam 
Kampu dan Masjid Lokak (Kuno).
Sementara itu tokoh Masyarakat Adat 
Lombok Utara Djekat, S.sos. menyambut baik keinginan Bank Dunia untuk 
menjadikan Sesait sebagai Pilot Projeck dalam hal tata kelembagaan adat.
 Tokoh kharismatik yang juga Pendiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara 
(AMAN) ini mengungkapkan bahwa kepercayaan Bank Dunia adalah moment bagi
 kami untuk menjelaskan tentang kebradaan Masyarakat Adat yang 
sesungguhnya karena selama ini muncul stigma yang kurang bersahabat 
terhadap keberadaan komunitas masyarakat adat. Misalnya istilah Waktu 
Telu yang sering disalah pahami oleh sebagian orang. 
Waktu telu sering dikonotasikan dengan 
ajaran sesat dan menyimpang dari ajaran agama Islam padahal tidak 
demikian, buktinya kami memiliki Kitab Al-Quran cetakan pertam pada 
zaman Turki Usmani dan masih banyak lagi benda-benda bersejarah 
peninggalan Para Wali di dalam Kampu Sesait, ungkap bapak Djekat sambil 
menyudahi pembicaraan karena ada acara keluarga yang harus 
dihadiri.(Eko). 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar