Kayangan,-- Dijadikannya system Kelembagaan Adat Wet Sesait kab. Lombok Utara sebagai Pilot Projeck (Proyek Percontohan) oleh Bank Dunia dalam hal system tata kelembagaan Adat berdasarkan hasil pantauan dan penelitian awal terhadap keberadaan dan fungsi sosialnya yang masih utuh.serta masih diakui oleh Komunitas Masyarakat wet Adat Sesait.
Hal ini diakui oleh Juru Tulis (Sekretaris Jendral, red) Pembekel Adat, Masidep, S.Pd. yang biasa disafa amaq Masi mengungkapkan kepada suarakomunitas.net saat ditemui di Bale Pesanggrahannya Kamis Siang (16/6), bahwa keinginan Bank Dunia untuk menjadikan Kelembagaan Adat Wet Sesait sebagai Pilot Projeck telah disampaikan beberapa kali kepada kami, bahkan dalam rangka itu kami telah di undang dalam kegiatan-kegiatan seminar maupun work shop di Hotel Lombok Raya Mataram.
Ia juga menjelaskan tentang beberapa hal yang menjadi focus kajian Bank Dunia terkait pranata Adat dan pranata social budaya, diantaranya system social Komunitas Masyarakat Adat Sesait, Sistem Kelembagaan Adat dan Awik-awik (aturan hukum, red) baik yang tertulis maupun yang tidak.
Untuk diketahui, sambung Amaq Masi, ada beberapa Norma Adat yang dijadikan pedoman hidup Komunitas Masyarakat Adat Sesait, yaitu pertama, Adat Luir Gama (Norma Agama) sebagai Sumber Pedoman Utama. Kedua, Adat Tata Krama yang di dalamnya juga mengatur tentang Aji Krama atau Adat Pemulangan (Pernikahan). Ketiga, Adat Tapsila atau Norma Sopan Santun dan Kesusilaan.
Ketiga norma Adat tesebut menganut hubungan Hirarkis yang merupakan satu kesatuan utuh, tidak bisa terpisahkan satu dengan lainnya dalam penanganan ataupun penyelesaian persoalan yang ada ungkapnya. Lanjut Amaq Masi ketiga Norma Adat tersebut masing-masing terdiri dari beberapa bagian dengan Dosa Angkatan dan lambang tersendiri baik itu yang berkaitan dengan kasus Pidana maupun perdata.
Untuk dimaklumi, butuh waktu satu bulan untuk mengupas sebagian dari system social dan kelembagaan adat komunitas masyarakat Sesait ungkap Amaq Masi sambil tertawa.
Sama halnya dengan Juru Tulis Pembekel Adat, Ketua Pembekel Adat, Amaq Suniarni Degoh kepada suarakomunitas.net, saat dikonfirmasi di Bale Pesanggrahannya Kamis malam (16/6). Ketua Pembekel Adat yang akrab disafa Amaq Degoh ini membenarkan apa yang dikatakan Juru Tulisnya bahwa Bank Dunia sedang menjajaki Komunitas-komunitas Adat untuk dijadikan proyek percontohan. Terkait dengan Komunitas Adat Sesait sebagai pilot projek untuk saat ini belum ada kesepakatan yang jelas dengan pihak Bank Dunia.
Menurut Bank Dunia, ungkap Amaq Degoh, bahwa dalam hal adat istiadat Sesait memang paling layak untuk dijadikan sebagai pilot projek mengingat Komunitas Masyarakat Adat Sesait masih mengakui dan mempertahankan tradisi leluhur. Setiap pelaksanan Ritual Adat yang diupusatkan di Kampu Sesait dan Masjid Lokak (masjid kuno, red), masyarakat dari berbagai penjuru berbondong-bondong mengikuti pelaksanaan Ritual adat.
Ia juga menjelaskan Luas wilayah Sesait berdasarkan Kara-Kara (Kitab Sejarah, red) memiliki batas-batas yaitu batas sebelah barat laut adalah Dangar Duh (Pohon Kayu Dangar, red) yang berada di Tanak Song Desa Jenggala Kec. Tanjung. Batas Sebelah Timur laut adalah Ketapang Sejolo Dusun Tampes Desa Selengen Kec. Kayangan. Batas sebelah tenggara adalah Lokok Tangkok areal Hutan Lindung dan Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani dan sebelah Barat Daya adalah Punikan sebelah utara Kecamatan Lingsar Lombok Barat.
Namun, lanjut Amaq Degoh, seiring perkembangan Zaman dan pada era Orde Baru muncul kebijakan Penyeragaman system dengan berlakunya UU No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang mengakibatkan terjadinya pemecahan wilayah Komunitas Adat menjadi tiga bagian wilayah adat dan beberapa Desa.
Untuk saat ini, sambungnya, ada empat Desa yang tetap memusatkan pelaksanaan Ritual Adat di pusat budaya (Kampu, red) yaitu : Desa Sesait sebagai Desa Induk dengan kepala Pemerintahan bergelar Pemusungan, Desa Pendua dengan kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa, Desa Kayangan dengan Kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa dan Desa Santong dengan Kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa dimana keempat Desa tersebut berada di Kec. Kayangan Kab. Lombo Utara.
Menurut Amaq Degoh bahwa semua Kegiatan-kegiatan Ritual berpedoman kepada ajaran Agama Islam, misalanya pada saat pelaksanaan ritual Aji Makam “Pulek Taon Lakok Balit (pergantian musim Hujan ke Kemarau, red) dan Pulek Balit Lakok Taon, semua prosesi bernuansa keagamaan seperti mengaji sampai namatang (tamat) sebungkul (30 Jus, red) Al-Quran di Masjid Lokak yang dipimpin oleh Lokak Empat (Empat Orang Tua dalam System Kelembagaan Adat, red) yaitu Mangku Bumi, Pemusungan, Pengulu dan Jintaka. Demikian pula dalam ritual Ritual Adat lainnya, misalnya dalam pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW selama tiga hari tiga malam juga dipusatkan di dalam Kampu dan Masjid Lokak (Kuno, red).
Sementara itu tokoh Masyarakat Adat Lombok Utara Djekat, S.sos. yang juga anggota DPRD KLU ini, menyambut baik keinginan Bank Dunia untuk menjadikan Sesait sebagai Pilot Projeck dalam hal tata kelembagaan adat. Tokoh kharismatik yang juga Pendiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini mengungkapkan bahwa kepercayaan Bank Dunia adalah moment bagi kami untuk menjelaskan tentang kebradaan Masyarakat Adat yang sesungguhnya karena selama ini muncul stigma yang kurang bersahabat terhadap keberadaan komunitas masyarakat adat. Misalnya istilah Waktu Telu yang sering disalah pahami oleh sebagian orang.
Waktu telu sering dikonotasikan dengan ajaran sesat dan menyimpang dari ajaran agama Islam padahal tidak demikian, buktinya kami memiliki Kitab Al-Quran cetakan pertam pada zaman Turki Usmani dan masih banyak lagi benda-benda bersejarah peninggalan Para Wali di dalam Kampu Sesait, ungkap bapak Djekat sambil menyudahi pembicaraan karena ada acara keluarga yang harus dihadiri.(Hamdan Wadi).
Hal ini diakui oleh Juru Tulis (Sekretaris Jendral, red) Pembekel Adat, Masidep, S.Pd. yang biasa disafa amaq Masi mengungkapkan kepada suarakomunitas.net saat ditemui di Bale Pesanggrahannya Kamis Siang (16/6), bahwa keinginan Bank Dunia untuk menjadikan Kelembagaan Adat Wet Sesait sebagai Pilot Projeck telah disampaikan beberapa kali kepada kami, bahkan dalam rangka itu kami telah di undang dalam kegiatan-kegiatan seminar maupun work shop di Hotel Lombok Raya Mataram.
Ia juga menjelaskan tentang beberapa hal yang menjadi focus kajian Bank Dunia terkait pranata Adat dan pranata social budaya, diantaranya system social Komunitas Masyarakat Adat Sesait, Sistem Kelembagaan Adat dan Awik-awik (aturan hukum, red) baik yang tertulis maupun yang tidak.
Untuk diketahui, sambung Amaq Masi, ada beberapa Norma Adat yang dijadikan pedoman hidup Komunitas Masyarakat Adat Sesait, yaitu pertama, Adat Luir Gama (Norma Agama) sebagai Sumber Pedoman Utama. Kedua, Adat Tata Krama yang di dalamnya juga mengatur tentang Aji Krama atau Adat Pemulangan (Pernikahan). Ketiga, Adat Tapsila atau Norma Sopan Santun dan Kesusilaan.
Ketiga norma Adat tesebut menganut hubungan Hirarkis yang merupakan satu kesatuan utuh, tidak bisa terpisahkan satu dengan lainnya dalam penanganan ataupun penyelesaian persoalan yang ada ungkapnya. Lanjut Amaq Masi ketiga Norma Adat tersebut masing-masing terdiri dari beberapa bagian dengan Dosa Angkatan dan lambang tersendiri baik itu yang berkaitan dengan kasus Pidana maupun perdata.
Untuk dimaklumi, butuh waktu satu bulan untuk mengupas sebagian dari system social dan kelembagaan adat komunitas masyarakat Sesait ungkap Amaq Masi sambil tertawa.
Sama halnya dengan Juru Tulis Pembekel Adat, Ketua Pembekel Adat, Amaq Suniarni Degoh kepada suarakomunitas.net, saat dikonfirmasi di Bale Pesanggrahannya Kamis malam (16/6). Ketua Pembekel Adat yang akrab disafa Amaq Degoh ini membenarkan apa yang dikatakan Juru Tulisnya bahwa Bank Dunia sedang menjajaki Komunitas-komunitas Adat untuk dijadikan proyek percontohan. Terkait dengan Komunitas Adat Sesait sebagai pilot projek untuk saat ini belum ada kesepakatan yang jelas dengan pihak Bank Dunia.
Menurut Bank Dunia, ungkap Amaq Degoh, bahwa dalam hal adat istiadat Sesait memang paling layak untuk dijadikan sebagai pilot projek mengingat Komunitas Masyarakat Adat Sesait masih mengakui dan mempertahankan tradisi leluhur. Setiap pelaksanan Ritual Adat yang diupusatkan di Kampu Sesait dan Masjid Lokak (masjid kuno, red), masyarakat dari berbagai penjuru berbondong-bondong mengikuti pelaksanaan Ritual adat.
Ia juga menjelaskan Luas wilayah Sesait berdasarkan Kara-Kara (Kitab Sejarah, red) memiliki batas-batas yaitu batas sebelah barat laut adalah Dangar Duh (Pohon Kayu Dangar, red) yang berada di Tanak Song Desa Jenggala Kec. Tanjung. Batas Sebelah Timur laut adalah Ketapang Sejolo Dusun Tampes Desa Selengen Kec. Kayangan. Batas sebelah tenggara adalah Lokok Tangkok areal Hutan Lindung dan Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani dan sebelah Barat Daya adalah Punikan sebelah utara Kecamatan Lingsar Lombok Barat.
Namun, lanjut Amaq Degoh, seiring perkembangan Zaman dan pada era Orde Baru muncul kebijakan Penyeragaman system dengan berlakunya UU No.5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, yang mengakibatkan terjadinya pemecahan wilayah Komunitas Adat menjadi tiga bagian wilayah adat dan beberapa Desa.
Untuk saat ini, sambungnya, ada empat Desa yang tetap memusatkan pelaksanaan Ritual Adat di pusat budaya (Kampu, red) yaitu : Desa Sesait sebagai Desa Induk dengan kepala Pemerintahan bergelar Pemusungan, Desa Pendua dengan kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa, Desa Kayangan dengan Kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa dan Desa Santong dengan Kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa dimana keempat Desa tersebut berada di Kec. Kayangan Kab. Lombo Utara.
Menurut Amaq Degoh bahwa semua Kegiatan-kegiatan Ritual berpedoman kepada ajaran Agama Islam, misalanya pada saat pelaksanaan ritual Aji Makam “Pulek Taon Lakok Balit (pergantian musim Hujan ke Kemarau, red) dan Pulek Balit Lakok Taon, semua prosesi bernuansa keagamaan seperti mengaji sampai namatang (tamat) sebungkul (30 Jus, red) Al-Quran di Masjid Lokak yang dipimpin oleh Lokak Empat (Empat Orang Tua dalam System Kelembagaan Adat, red) yaitu Mangku Bumi, Pemusungan, Pengulu dan Jintaka. Demikian pula dalam ritual Ritual Adat lainnya, misalnya dalam pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW selama tiga hari tiga malam juga dipusatkan di dalam Kampu dan Masjid Lokak (Kuno, red).
Sementara itu tokoh Masyarakat Adat Lombok Utara Djekat, S.sos. yang juga anggota DPRD KLU ini, menyambut baik keinginan Bank Dunia untuk menjadikan Sesait sebagai Pilot Projeck dalam hal tata kelembagaan adat. Tokoh kharismatik yang juga Pendiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini mengungkapkan bahwa kepercayaan Bank Dunia adalah moment bagi kami untuk menjelaskan tentang kebradaan Masyarakat Adat yang sesungguhnya karena selama ini muncul stigma yang kurang bersahabat terhadap keberadaan komunitas masyarakat adat. Misalnya istilah Waktu Telu yang sering disalah pahami oleh sebagian orang.
Waktu telu sering dikonotasikan dengan ajaran sesat dan menyimpang dari ajaran agama Islam padahal tidak demikian, buktinya kami memiliki Kitab Al-Quran cetakan pertam pada zaman Turki Usmani dan masih banyak lagi benda-benda bersejarah peninggalan Para Wali di dalam Kampu Sesait, ungkap bapak Djekat sambil menyudahi pembicaraan karena ada acara keluarga yang harus dihadiri.(Hamdan Wadi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar