Sesait,(SK),--Seiring
dengan berjalannya waktu, Sesait menjadi wilayah kerajaan yang berdaulat
hingga satu abad lamanya hingga meletus Perang Pageh Praya pada tahun
1882 M. Dalam Perang Pageh Praya tersebut, kerajaan Sesait juga ikut
andil di dalamnya, yaitu dengan mengirim bantuan pasukan dan bergabung
dengan pasukan di Praya untuk melawan Pasukan Anak Agung yang ingin
menguasai Lombok. Di bawah pimpinan Titik Pantok , maka pasukan
kerajaan Sesait berangkatlah menuju Praya.
Dalam
perang Pageh Praya melawan Pasukan Anak Agung ini, Titik Pantok gugur
sebagai kusuma bangsa (Syahid) di medan perang dan jasadnya di bawa
pulang dan dimakamkan di utara kampung Sesait yang sekarang.
Agar Pasukan Sesait tidak kehilangan
kendali di medan Perang, maka Mangku Gumi mengangkat Rebos Bin Alaya
sebagai Pimpinan Pasukan menggantikan Titik Pantok yang telah gugur
ketika terjadi perang melawan pasukan Anak Agung di Praya Lombok Tengah
tahun 1882 M. Rebos Bin Alaya ini, tidak lain adalah misan Mangku Gumi
sendiri. Mangku Gumi pada waktu itu di pegang oleh Lengguk Bin Rebadi,
beliau adalah Mangku Gumi ke 19 di dalam hirarki Kerajaan Sesait.
Kurun waktu 65 tahun kemudian
(1882-1945), dari sejak perang Pageh Praya, maka berkecamuklah perang
dunia kedua. Di daerah teritorial Kerajaan Sesait pada tanggal 02 juni
1945, timbullah peristiwa berdarah yang menewaskan Komandan kompi Nippon
Jepang bernama “Tani Guci” di Bagek Kembar oleh pejuang Sesait.
Sehingga peristiwa berdarah itu yang oleh masyarakat Sesait disebut
Peristiwa Berdarah Bagek Kembar.
Karena rakyat Sesait dan bahkan siapapun
yang tinggal di dunia ini, tidak rela dijajah dalam bentuk apapun.
Itulah sebabnya rakyat Sesait dalam menegakkan kedaulatan hirarki
kerajaan, termasuk di dalamnya adat budaya yang masih kuat dan ini
merupakan bagian dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dalam
mengusir penjajah dari Ibu pertiwi tercinta ini. Maka hal tersebut patut
di apresiasi dengan memberikan penghargaan yang luar biasa, karena
semangat patriotisme yang terpatri dalam diri para pejuang tak
terkalahkan.
Menurut keterangan saksi sejarah yang
masih hidup hingga sekarang seperti Papuk Antek,Papuk Jamiah Amaq Bardi
dan lain-lainnya, mereka rata-rata mengaku ketika terjadinya peristiwa
Bagek Kembar Berdarah itu mereka masih usia remaja dan menuturkan
sebab-sebab terjadinya peristiwa tersebut.
Di tuturkan, sebagaimana di ketahui
bahwa penjajahan Jepang semakin leluasa memperluas wilayah kekuasaannya
dalam Perang Asia Timur Raya. Ekspansi Jepang yang didasari semangat
Hakko Ichiu dengan cepat merambah Asia Tenggara dan masuk ke Indonesia.
Pada tanggal 8 Maret 1942, Ter Porteen (Panglima Tentara Hindia Belanda)
harus menyerah tanpa syarat kepada bala tentara Jepang di Kalijati.
Maka, mulailah periode pendudukan Jepang di Indonesia.
Kehidupan rakyat pada masa pendudukan
Jepang sungguh sangat menyedihkan. Lahan-lahan pertanian dieksploitasi
sehingga menimbulkan krisis bahan pangan, krisis ekonomi, sumber daya
alam, dan tingginya angka kematian. Hal itu diperparah dengan pengerahan
tenaga kerja rakyat dalam bentuk kinrohoshi atau kerja bakti dan
romusha atau kerja paksa. Pengerahan ini dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan Jepang akan pembuatan kubu-kubu pertahanan, lapangan terbang,
gudang bawah tanah, jalan raya, dan jembatan. Proyek itu tidak hanya
berada di Indonesia tetapi juga Birma, Muangthai, Vietnam, dan Malaysia.
Dampaknya adalah ribuan orang terbunuh sementara para gadis dijadikan
jughun ianfu atau wanita penghibur. Kita tidak bisa membayangkan
bagaimana kondisi rakyat Indonesia pada waktu itu. Begitu pula dengan di
Lombok terutama di gumi paer Sesait.
Menurut cerita Amaq Bardi yang di
benarkan oleh Papuk Antek dan Papuk Jamiah, kronologis terjadinya
peristiwa berdarah bagek kembar yang menewaskan Tani Guchi seorang
komandan tentara Jepang yang pada saat itu bertugas di wilayah gumi paer
Sesait-Kayangan.Suatu ketika Tani Guci sebagaimana biasanya selalu
turun ke lapangan mengawasi para petani tanaman kapas di wilayah Santong
Korang , Bagek Kembar hingga di lendang galuh montong cempogok Lokok
Rangan.Dalam menjalankan tugasnya ini, oelh Tuan Tani Guchi dan
pasukannya selalu bertindak kasar dan main hakim sendiri.Sehingga ada
dua orang pejuang Sesait yang di bunuhnya karena tidak keluar menanam
kapas dikarenakan mereka sakit.
Amaq Akon, salah seorang korban yang di
bunuh oleh Tuan Tani Guchi di kediamannya di Sesait (sekitar 50 meter
sebelah timur Kampu) bersimbah darah segar dari sekujur
tubuhnya.Terbunuhnya Amaq Akon ini dikarenakan tidak ikut pergi menanam
kapas yang ditanam diwilayah Santong Korang sampai Bagek Kembar.Namun
ketidak ikutan Amaq Akon itupun bukan tanpa alasan yang jelas yaitu
karena sakit.Sebelumnya memang Amaq Akon telah permakluman kepada
teman-teman seperjuangannya tidak bisa ikut bekerja menanam kapas
sebagaimana yang dilakukannya setiap hari, dikarenakan Amaq Akon sedang
sakit perut sehingga dia tidur di rumah kumuh sederhana miliknya
sebelah timur Kampu Sesait yang berjarak kurang lebih 50 m.
Rupanya Tuan Tani Guchi tidak
memperdulikannya.Lalu Tuan Tani Guchi mencari Amaq Akon langsung ke
rumahnya dan membunuhnya. Melihat kejadian sadis yang di lakukan oleh
penjajah Jepang terhadap rakyat Sesait waktu itu, maka lima dari
Sembilan belas pahlawan Sesait menjadi murka. Mereka tampil membela
pahlawan Sesait yang telah di bunuh oleh Tuna Guchi tersebut. Saking
marahnya melihat kejadian tersebut, maka kelima pahlawan Sesait (Amaq
Rera,Amaq Rumpat, Amaq Baris,Amaq Ideh dan Amaq Benjang ) kala itu, ikut
pula membunuh pasukan Jepang.Setelah berhasil membunuh beberapa pasukan
Jepang itu, mereka berencana untuk membunuh komandannya Tuan Tani
Guchi.
Setelah Guci selesai menyiksa dan
membunuh Amaq Akon, di lihatnya masyarakat banyak yang berdatangan
sambil membunyikan Beduk di Masjid Kuno Sesait, Guci pun pergi. Kemudian
Mangku Gumi mengambil inisiatip mengumpulkan tokoh-tokoh untuk
melakukan rencana membunuh Guci. Setelah sepakat, dibawah pimpinan
Mangku Gumi Lengguk sendiri dan putranya Rumpat, mereka mengatur siasat
untuk bisa melumpuhkan Tuan Tani Guchi komandan Jepang yang sombong dan
selalu bertindak anarkis tersebut.
Dalam strategi perang itu, mereka
membagi menjadi dua jalur pengejaran yaitu jalur barat di pimpin Mangku
Gumi Lengguk, mulai dari Sesait terus ke utara melalui sejongga,
mengambil arah memutar untuk mendahului Guci yang akan pulang ke Pos
penjagaannya di Amor-amor, dimana Tuan Tani Guchi ini ketika akan pulang
melalui jalan Mpak Mayong. Sedangkan jalur timur di pimpin oleh Rumpat
putra Mangku Gumi sendiri, dari Sesait terus ke utara menyusuri Tukak
Bendu, Santong Korang, Bagek Kembar hingga Empak Mayong.
Mangku Gumi beserta Pejuang lainnya
dapat mendahului guci di selatan Mpak Mayong (sekarang Dusun Bagek
Kembar), Lokaq Ebeh langsung menghunus pedangnya dan mengarahkan ke
tubuh Guci, namun Guci sempat berkelit, sehingga pedang lokaq Ebeh kala
itu terpental hingga nyaris mengenai leher kuda yang di tunggangi oleh
Guci. Berselang beberapa detik setelah itu, secara bersamaan dari arah
selatan dari atas kudanya Rumpat menghujamkan tombaknya tepat kedada
Guci.Guci pun terpental jatuh dari atas kudanya sambil bersimbah darah.
Guci berusaha untuk bangun, namun malang bagi Guci secara serentak
pejuang Sesait dibawah pimpinan Mangku Gumi Lengguk dan Rumpat secara
bersamaan menghujamkan senjata pedang dan tombak serta keris yang
mereka bawa secara bertubi-tubi ke tubuh Guci, hingga tubuh Guci tidak
bisa di kenali.
Menurut keterangan saksi sejarah yang
masih hidup Amaq Bardi, Amaq Jamiah dan Papuk Antek, yang ketika
peristiwa Bagek Kembar Berdarah itu terjadi, mereka rata-rata masih usia
remaja menceritakan, setelah terbunuhnya Guci tersebut lalu mayatnya di
mutilasi menjadi tiga bagian lalu di kubur terpisah di sekitar tempat
kejadian perkara (TKP). Hal itu di maksudkan untuk menghilangkan
jejak.Peristiwa ini terjadi tanggal,02 Juni1945 di Bagek Kembar, yang
sekarang masuk dalam wilayah Dusun Bagek Kembar Desa Kayangan Kecamatan
Kayangan Kabupaten Lombok Utara Nusa Tenggara Barat. Untuk mengenang
para pejuang atau pahlawan Sesait yang berhasil membunuh Komandan
tentara Jepang waktu itu, maka peristiwa itu terkenal dengan nama
Peristiwa Berdarah Bagek kembar.(Eko-Agus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar