Oleh : Aep Mulyanto
Kapuas,(SK),-- Saat ini proses keadilan di bangsa
ini sedang dipertanyakan. Para penegak keadilan yang diharapkan dapat
memberikan rasa aman masyarakat di dalam proses mendapatkan keadilan
ternyata malah berbeda pendapat satu dengan lainnya.
Di saat inilah perlunya kita kembali menengok masa keemasan bangsa kita, tak ada salahnya untuk membaca kembali sejarah bangsa kita. Anonim mengatakan “Bila dunia mau belajar dari sejarah, maka dunia akan tenteram.” Bila bicara tentang sejarah keadilan bangsa ini, maka kita pasti bicara tentang Kisah Ratu Shima yang dikisahkan dalam cerita Dinasti Tang tentang Ratu Jawa.
Di saat inilah perlunya kita kembali menengok masa keemasan bangsa kita, tak ada salahnya untuk membaca kembali sejarah bangsa kita. Anonim mengatakan “Bila dunia mau belajar dari sejarah, maka dunia akan tenteram.” Bila bicara tentang sejarah keadilan bangsa ini, maka kita pasti bicara tentang Kisah Ratu Shima yang dikisahkan dalam cerita Dinasti Tang tentang Ratu Jawa.
Ia menjadi pemimpin yang benar-benar mampu dan mau memimpin.
Bertanggung jawab dengan kepemimpinannya, berlaku adil kepada semua
kalangan, mementingkan kesejahteraan rakyatnya, dan memiliki keimanan
dan ketakwaan yang tinggi kepada Sang Pencipta. Semua kriteria dan
syarat menjadi pemimpin yang dicintai ada pada sang ratu. Ya, ia adalah
seorang ratu. Seorang perempuan yang menjadi pemimpin di sebuah kerajaan
besar, dan sangat dicintai rakyatnya. Bahkan, cerita tentang
kemasyhuran kepemimpinannya sampai ke negeri Cina, yang dikisahkan dalam
sebuah memorial Dinasti Tang, satu di antara dinasti besar dalam
kekaisaran Cina.
Shima atau Sima adalah seorang ratu yang memerintah kerajaan Kalingga
dari tahun 674 - 695 M. Kerajaan Kalingga yang terletak kira-kira di
sekitar daerah Jepara, Jawa Tengah, mengalami masa kejayaannya di masa
pemerintahan beliau.
Pada masa itu, pemerintahan Ratu Sima terkenal sangat adil sehingga
rakyat pun amat patuh pada penguasa, bahkan bila ada buah mangga jatuh
di jalanpun tidak akan ada orang yang berani mengambilnya tanpa seijin
pemilik. Namun bukan berarti ia memerintah dengan semena-mena, karena
semua perintahnya didasarkan pada kepentingan rakyat. Cerita ini
terdengar seorang pangeran Arab.
Sang Pangeran Arab ingin menguji cerita tersebut dengan mengutus
seseorang untuk meletakkan sebuah pundi berisi emas dan permata di
sebuah jalan di pasar Kalingga. Dan ternyata cerita itu benar, tak ada
seorangpun yang mengambil bahkan melewati pundi tersebut. Tiga tahun
lamanya pundi itu tergeletak di jalan tersebut tanpa tersenggol
sedikitpun hingga pada suatu hari sang pewaris tahta Kalingga entah
sengaja ataupun tidak melangkahi pundi tersebut. Berita tersebut sampai
ke telinga sang Ratu, dan beliau murka sekali. Maka dipanggillah sang
pewaris tahta dan diadili di hadapan seluruh rakyat dan pejabat negara.
Dan diputuskan oleh sang Ratu untuk menghukum mati sang pewaris tahta
yang juga anak kandungnya sendiri.
Para menteri pun memohon keringanan pada sang Ratu, agar sang ratu
memberi keringanan, karena selama ini tingkah laku dan perbuatan sang
pangeran pewaris takhta sangat baik. Ia hanya tidak sengaja menyentuh
pundi emas yang tergeletak di jalanan. Sang ratu kemudian memberi
keringanan dengan sabdanya, dan sang Ratu pun bersabda pada sang putra.
“Kesalahanmu terletak pada kedua kakimu, maka cukuplah kedua kakimu yang
dipotong untuk menjadi pelajaran bagi yang lain.”
Kebijaksanaan Ratu Sima tersiar kepada seorang raja Tazi urung
menyerang kerajaan Kalingga setelah mendengar kisah ini, entah karena
kekagumannya pada sang Ratu yang adil dalam memerintah atau pada para
penduduk Kalingga yang taat pada keadilan, kombinasi keduanya adalah hal
yang amat langka di seluruh bangsa di dunia.
Pemimpin yang adil dan rakyat yang taat pada kepemimpinan yang adil
menjadi modal terbesar dalam mewujudkan negara yang baldatun tayibun
wa rabbul ghafur. Negara yang diridhai Allah SWT, mendapat manfaat
karena pemimpin dan rakyatnya beriman dan bertakwa, serta mampu
mewujudkan tugas sebagai khalifah di bumi.
Ada beberapa hikmah yang bisa dijadikan teladan pada kisah Ratu Sima.
Menjadi seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya, harus memiliki
beberapa syarat. Pertama, adalah harus adil. Rasa keadilan dapat
menciptakan rasa aman dan tenteram bagi seluruh rakyat pada suatu
negara. Keadilan harus diterapkan pada semua elemen dan kalangan, tidak
memandang derajat dan kedudukan seseorang.
Bahkan, bila ada anggota keluarga atau kelompok sang pemimpin
melakukan kesalahan, tetap harus diberi sanksi sesuai dengan peraturan
yang ada. Terapkan keadilan untuk menggapai kewibawaan dan karismatik
pemimpin yang dicintai, bukan keadilan yang sesat dan sesaat, yaitu
keadilan hanya untuk keluarga dan kelompoknya.
Kedua, pemimpin harus memiliki ketegasan dan keberanian yang lugas.
Artinya seorang pemimpin yang ingin dicintai rakyat, harus memiliki
nyali dalam menentukan arah kebijakan dan menegakkan aturan yang telah
dibuatnya. Peraturan yang dibuat bertujuan untuk menciptakan
ketenteraman dan kesejahteraan. Tegakkan aturan sesuai dengan fungsi dan
tujuannya, jangan ragu-ragu dalam mengambil kebijakan, apalagi
kebijakan tersebut menyangkut kehidupan seluruh rakyat. Berani berkata
yang sesuai aturan, namun yang lebih penting adalah berani menerapkan
atau melaksanakan dari aturan-aturan tersebut.
Ketiga, seorang pemimpin yang dicintai rakyatnya harus memiliki
kepekaan sosial. Mendengarkan masukan dari semua orang di sekeliling
seorang pemimpin adalah keniscayaan yang terbaik. Tidak ada sebuah
pemerintahan yang bisa berjalan dengan baik, tanpa adanya orang lain
yang berada di samping kanan dan kiri, depan dan belakang, yang selalu
setia dan taat dengan keputusan bersama yang dibuat.
Bila sang pemimpin memiliki kepekaan sosial, mau mendengarkan orang
lain dalam mengambil suatu keputusan atau kebijaksanaan, maka akan
tercipta kondisi masyarakat yang madani, sejahtera lahir dan batin.
Kisah ini terdapat berbagai versi dalam penceritaannya. Tetapi hikmah
yang dapat diambil ialah bahwa rasa keadilan dapat menciptakan rasa aman
bagi seluruh masyarakat suatu bangsa. Untuk mendapatkan hal tersebut
maka dibutuhkan seorang pengambil kebijakan yang bernyali besar dan
mampu bersikap adil. Adakah? (**).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar