Sesait,(SK),--Kegiatan bisok menik (cuci beras) 
bukan sekadar membersihkan beras sebelum dimasak, namun memiliki makna 
sejarah.Lokasi bisok menik ini tidak pernah diubah sejak zaman dulu 
hingga sekarang yaitu Lokok Kremean, yang berdasarkan Purusa dijaga oleh
 Marga Sanggia.
Jintaka yang mengenakan pakaian berwarna kuning, sibuk menuangkan beras satu bokor ke dalam praras/keraro yang dibawa oleh para wanita yang sudah siap antri satu persatu.Setelah keraro mereka terisi dengan beras, lalu mereka kembali berbaris.
Prosesi ritual bisok Menik ke Lokok Kremean ini, dimulai dari 
keluarnya Pemangku Lokok Kremean yang membawa Sesaji dalam wadah baki 
berada di barisan paling depan, dibelakangnya praja Nina (wanita yang 
sudah monopause), lalu disusul Praja Mulud dengan beban diatas kepalanya
 berada diurutan ketiga dan diikuti oleh ratusan wanita lainnya 
dibelakangnya, sambil menjunjung praras berisi beras yang mau di cuci ke
 Lokok Kremean Bat Pawang.
Saat acara ini digelar, cuaca pagi sangat cerah menyelimuti wilayah 
Sesait, hingga selesainya acara ritual bisok beras ini. Namun ritual ini
 terus berlanjut dengan antrian yang cukup panjang dari depan Kampu 
menuju mata air Lokok Kremean Bat Pawang dengan memakan waktu yang cukup
 lama.Hal ini dikarenakan banyaknya peserta yang ambil bagian.
Perjalanan panjang menuju mata air ini merupakan kilas balik 
perjalanan sejarah ritual Maulid Adat sejak zaman para leluhur. Dimana 
kegiatan bisok beras ini harus dilakukan di Lokok Kremean, sebab zaman 
dulu hanya di mata air inilah yang ada sumber air bersih.
Ketika sampai di mata air, pencucian beras hanya bisa dilakukan oleh 
pemangku Lokok Kremean dari Marga Sanggia. Sesajen berupa lekok buak 
ditempatkan dekat sumur. Baru pemangku mengambil air dengan Tambang ( 
bokor terbuat dari kelapa utuh), lalu disiramkan ke praras yang berisi 
beras. Satu persatu ratusan wanita pembawa praras yang  mengikuti ritual
 ini, harus antre mendapat giliran bisok beras.
Setelah seluruh beras selesai dicuci, barulah perjalanan pulang 
digelar seperti perjalanan ketika berangkat. Pemangku Marga Sanggia 
berada paling depan disusul oleh praja mulud dan ratusan wanita lainnya 
yang ikut dalam prosesi ritual bisok beras ini.
Kepulangan para wanita dalam ritual bisok beras ini disambut gembira 
warga lainnya. Gambelan Gong dua yang mengiring saat berangkat tadi 
hanya sampai di suatu tempat (dipinggir hutan belantara) yang dulunya 
tidak bisa masuk sampai ke Lokok Kremean tempat bisok beras. Di tempat 
itu, dulunya ada sebatang pohon rindang yang disebut Pohon Gitak. Itulah
 sebabnya di tempat itu disebut dengan Gitak Pengaluan. Jadi, gong adat 
ini hanya menunggu ditempat itu, untuk menanti kembalinya iring-iringan 
para wanita bisok beras tadi. Ditempat inipun iring-iringan wanita bisok
 beras ini, disambut oleh pemangku, kemudian bersama sama kembali ke 
Kampu.
Dalam perjalanan pulang kembali ke Kampu ini disambut oleh Tauk Olkak
 Empat (Mangkubumi, Penghulu,Pemusungan dan Jintaka) diiringi  musik 
gong dua (gong adat).Sepanjang perjalanan, para penyambut menari hingga 
ke Kampu.Lalu beras dituangkan kedalam sebuah Keraro beras. Beras siap 
dimasak untuk disuguhkan nantinya pada saat menaikkan dulang nasi aji ke
 Mesjid Kuno.
Ada sedikit perbedaan dalam kegiatan rangkaian bisok beras antara wet
 Sesait dengan wet Bayan serta wet Gumantar. Perbedaan ini pada 
penyembelehan hewan kurban yang akan dijadikan lauk pada kegiatan maulid
 adat.
Di wet Sesait, penyembelehan dilakukan persis dihalaman depan Mesjid 
Kuno, sejajar dengan pintu masuk mesjid. Penyembelehan itu dilaksanakan 
setelah kegiatan bisok beras usai yaitu ba’da zhohor. Sementara di wet 
Bayan penyembelehan dilaksanakan terlebih dahulu sebelum acara bisok 
beras didalam Kampu.Kalu di wet Gumantar tidak ada acara penyembelehan. 
Hanya acara bisok beras dilaksanakan setelah turun gong.
Perbedaan lainya terletak pada acara puncak penyelesaian ritual 
maulid adat dalam Mesjid Kuno. Di wet sesait acara ritual puncak Maulid 
Adat dengan dinaikkannya dulang Nasi Aji ke Mesjid Kuno. Sedangkan di 
wet Bayan dan wet Gumantar, acara puncaknya sama, yaitu dengan naiknya 
Praja Mulud ke Mesjid Kuno. (Eko).
Mantap bang, teruslah berkarya demi daerah tercinta "Sesait"
BalasHapus