Sesait,(SK),--Kegiatan bisok menik (cuci beras)
bukan sekadar membersihkan beras sebelum dimasak, namun memiliki makna
sejarah.Lokasi bisok menik ini tidak pernah diubah sejak zaman dulu
hingga sekarang yaitu Lokok Kremean, yang berdasarkan Purusa dijaga oleh
Marga Sanggia.
Sekitar
263 wanita mengenakan pakaian tradisional berupa Kebaya berbaris rapi
didepan pintu Kampu Sesait (Singgasana Raja sesait).Di tangan kanan
mereka membawa sebuak keraro/praras (baki terbuat dari anyaman
bambu).Satu persatu mereka masuk ke dalam Kampu untuk mengambil beras
yang mau dibawa untuk dicuci ke Lokok Kremean.
Jintaka yang mengenakan pakaian berwarna kuning, sibuk menuangkan beras satu bokor ke dalam praras/keraro yang dibawa oleh para wanita yang sudah siap antri satu persatu.Setelah keraro mereka terisi dengan beras, lalu mereka kembali berbaris.
Jintaka yang mengenakan pakaian berwarna kuning, sibuk menuangkan beras satu bokor ke dalam praras/keraro yang dibawa oleh para wanita yang sudah siap antri satu persatu.Setelah keraro mereka terisi dengan beras, lalu mereka kembali berbaris.
Prosesi ritual bisok Menik ke Lokok Kremean ini, dimulai dari
keluarnya Pemangku Lokok Kremean yang membawa Sesaji dalam wadah baki
berada di barisan paling depan, dibelakangnya praja Nina (wanita yang
sudah monopause), lalu disusul Praja Mulud dengan beban diatas kepalanya
berada diurutan ketiga dan diikuti oleh ratusan wanita lainnya
dibelakangnya, sambil menjunjung praras berisi beras yang mau di cuci ke
Lokok Kremean Bat Pawang.
Saat acara ini digelar, cuaca pagi sangat cerah menyelimuti wilayah
Sesait, hingga selesainya acara ritual bisok beras ini. Namun ritual ini
terus berlanjut dengan antrian yang cukup panjang dari depan Kampu
menuju mata air Lokok Kremean Bat Pawang dengan memakan waktu yang cukup
lama.Hal ini dikarenakan banyaknya peserta yang ambil bagian.
Perjalanan panjang menuju mata air ini merupakan kilas balik
perjalanan sejarah ritual Maulid Adat sejak zaman para leluhur. Dimana
kegiatan bisok beras ini harus dilakukan di Lokok Kremean, sebab zaman
dulu hanya di mata air inilah yang ada sumber air bersih.
Ketika sampai di mata air, pencucian beras hanya bisa dilakukan oleh
pemangku Lokok Kremean dari Marga Sanggia. Sesajen berupa lekok buak
ditempatkan dekat sumur. Baru pemangku mengambil air dengan Tambang (
bokor terbuat dari kelapa utuh), lalu disiramkan ke praras yang berisi
beras. Satu persatu ratusan wanita pembawa praras yang mengikuti ritual
ini, harus antre mendapat giliran bisok beras.
Setelah seluruh beras selesai dicuci, barulah perjalanan pulang
digelar seperti perjalanan ketika berangkat. Pemangku Marga Sanggia
berada paling depan disusul oleh praja mulud dan ratusan wanita lainnya
yang ikut dalam prosesi ritual bisok beras ini.
Kepulangan para wanita dalam ritual bisok beras ini disambut gembira
warga lainnya. Gambelan Gong dua yang mengiring saat berangkat tadi
hanya sampai di suatu tempat (dipinggir hutan belantara) yang dulunya
tidak bisa masuk sampai ke Lokok Kremean tempat bisok beras. Di tempat
itu, dulunya ada sebatang pohon rindang yang disebut Pohon Gitak. Itulah
sebabnya di tempat itu disebut dengan Gitak Pengaluan. Jadi, gong adat
ini hanya menunggu ditempat itu, untuk menanti kembalinya iring-iringan
para wanita bisok beras tadi. Ditempat inipun iring-iringan wanita bisok
beras ini, disambut oleh pemangku, kemudian bersama sama kembali ke
Kampu.
Dalam perjalanan pulang kembali ke Kampu ini disambut oleh Tauk Olkak
Empat (Mangkubumi, Penghulu,Pemusungan dan Jintaka) diiringi musik
gong dua (gong adat).Sepanjang perjalanan, para penyambut menari hingga
ke Kampu.Lalu beras dituangkan kedalam sebuah Keraro beras. Beras siap
dimasak untuk disuguhkan nantinya pada saat menaikkan dulang nasi aji ke
Mesjid Kuno.
Ada sedikit perbedaan dalam kegiatan rangkaian bisok beras antara wet
Sesait dengan wet Bayan serta wet Gumantar. Perbedaan ini pada
penyembelehan hewan kurban yang akan dijadikan lauk pada kegiatan maulid
adat.
Di wet Sesait, penyembelehan dilakukan persis dihalaman depan Mesjid
Kuno, sejajar dengan pintu masuk mesjid. Penyembelehan itu dilaksanakan
setelah kegiatan bisok beras usai yaitu ba’da zhohor. Sementara di wet
Bayan penyembelehan dilaksanakan terlebih dahulu sebelum acara bisok
beras didalam Kampu.Kalu di wet Gumantar tidak ada acara penyembelehan.
Hanya acara bisok beras dilaksanakan setelah turun gong.
Perbedaan lainya terletak pada acara puncak penyelesaian ritual
maulid adat dalam Mesjid Kuno. Di wet sesait acara ritual puncak Maulid
Adat dengan dinaikkannya dulang Nasi Aji ke Mesjid Kuno. Sedangkan di
wet Bayan dan wet Gumantar, acara puncaknya sama, yaitu dengan naiknya
Praja Mulud ke Mesjid Kuno. (Eko).
Mantap bang, teruslah berkarya demi daerah tercinta "Sesait"
BalasHapus