KLU, MataramNews.com - Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-II, Kabupaten Lombok Utara (Selasa, 5/7/2011) berakhir dengan meninggalkan kesan pahit bagi masyarakat Lombok Utara, terutama para kafilah dari lima kecamatan yang bertarung, kenyataan pahit ini terjadi karena proses pelaksanaan perlombaan diselubungi modus politis.
Terungkapnya penyimpangan ini terlihat dari banyak persoalan yang nampak dan mengemuka mulai dari persiapan, proses pelaksanaan maupun penutupan. Berdasarkan informasi yang berhasil dilansir MataramNwes dari sumber yang kredibel bahwa anomali dan kejanggalan pelaksanaan MTQ II setidaknya diindikasikan dari beberapa aspek.
Pertama, Aspek Sistem, pelaksanaan lomba tidak didesain dengan matang sehingga dampaknya pelaksanaan tidak berjalan normal, tidak adanya perhatian serius panitia terhadap kafilah baik dilakukan oleh pemerintah kecamatan maupun pemerintah kabupaten sebagai penyelenggara.
Dari penuturan salah seorang official, bahwa kafilah tidak urus oleh panitia. Para peserta dibiarkan begitu saja. Salah seorang official dari kafilah kecamatan Gangga yang enggan disebutkan namanya mengatakan sangat menyayangkan pelaksanaan MTQ tahun 2011 ini.
Ini terjadi disebabkan system yang diterapkan kurang benar dari sisi aturan MTQ. “Pelaksanaan MTQ KLU tahun ini kacau balau. Ini merupakan proyeksi rendahnya mutu SDM pemerintah KLU disamping tidak tahuan mereka mengenai MTQ,” cetusnya di sela-sela acara penutupan MTQ II KLU.
Seharusnya waktu pelaksanaan MTQ, dipublikasikan jauh-jauh hari. “Masak publikasi tidak ada sama sekali, buktinya sampai hari pertama pelaksanaan tidak terdapat baliho, unbul-umbul ataupun spanduk yang terpajang di tempat-tempat strategis,” ungkap salah seorang peserta.
Bukti lain yang paling Nampak dari kebobrokan pelaksanaan MTQ di KLU adalah adanya kecamatan yang menyewa peserta dari luar daerah. Kejadian ini mengiris hati warga masyarakat. Banyak warga kecewa dengan tindakan beberapa kecamatan tersebut.
Ini pembunuhan karakter warga dayan gunung, sebab tidak ada generasi yang bisa kenal potensinya. “Kenyataan ini memang benar-benar tidak layak dilakukan. Banyak fenomena tidak wajar terjadi,” ungkap beberapa peserta.
Di samping itu, para peserta juga menganulir ketidakberesan dari sisi anggaran. Mereka menduga panitia melakukan permainan. Pasalnya, beberapa peserta dari utusan kecammatan tertentu tidak dikasih dana. Padahal sebenarnya anggaran untuk saku itu lumrah ada dimana-mana dan kapan saja MTQ dilaksanakan.
Panitia dan pemerintah kecamatan tampak acuh dengan hal tersebut. Menurut pengakuan seorang peserta. Ia tidak memiliki uang untuk membeli keperluan sehari-hari selama di pondokan. Kedua, Aspek Teknis. Indikator kedua yang menunjukkan pelaksanaan MTQ II KLU adalah kesalahan pada aspek teknis.
Indikasi ini tampak mulai awal pelaksanaan, misalnya pada waktu teknikal meeting panitia banyak yang tidak bisa berbuat sesuai tupoksinya, justru yang terjadi proses teknikal meeting terkesan main-maian. Dari lansiran media ini kesempatan teknikal meeting banyak dimanfaatkan oleh beberapa orang yang tidak bertanggung jawab.
Mekanisme pendaftaran peserta. Banyak peserta yang didaftar, padahal seyogyanya teknikal meeting berisi simulasi pelaksanaan. Aturan MTQ tampak jelas dilanggar. Kesalahan berlanjut pada saat pawai diselenggarakan, kafilah-kafilah berjalan tidak teratur. Pasalnya mereka tidak diatur dengan baik sehingga berhamburan kemana-kemana. Tak ada sistem komando yang jelas dari panitia.
Kemudian kejanggalan terlihat kerika pengambilan lot bagi para peserta. Banyak peserta tidak dilayani oleh panitia dengan baik. pada momen ini juga muncul hal-hal tak beres, misalnya peserta tidak diberitahu tatacaranya sehingga mereka bingung.
Dewan hakam juga terindikasi berpihak pada peserta tertentu dan mengesampingkan peserta lainnya. Hal ini sangat tidak wajar. terbukti ketika pengumuman pemenang dari masing-masing mata lomba. Dari hasil pantauan MataramNews, ada mata lomba yang tidak disebutkan oleh dewan hakam.
Terkesan dewan hakam tidak adil dalam memberikan nilai, Ada peserta yang seharusnya tak layak menjadi yang terbaik dijadikan yang terbaik. Menurut official beberapa kafilah, dewan hakam melakukan penyimpangan dengan mengesampingkan hak peserta yang sebenarnya berhak menyandang juara terbaik.
Kesalahan paling fatal, dewan hakam mengedis beberapa peserta untuk mendapat juara, padahal mereka sudah ditampilkan saat perlombaan. Walhasil, mereka tidak memperoleh haknya. Beberapa di atas adalah cerminan kelam Lombok Utara. Sebab, momentum pegelaran Kitab Suci Al-Qur'an dikotori dengan kecurangan, sehingga situasi ini memunculkan pertanyaan di benak masyarakat Lombok Utara (KLU). ke depan kondisi daerah ini pasti akan menjadi sangat buram ? dan apakah kondisi demikian terus terjadi di persada dayan gunung? (Dj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar