Kayangan, -- Gumantar adalah salah satu desa dari delapan desa yang ada diwilayah Kecamatan Kayangan Lombok Utara.
Hingga sekarang, desa ini banyak meninggalkan beberapa situs sejarah yang penuh dengan nuansa adat istiadatnya, terutama yang berpusat di Dusun Dasan Beleq.
Secara sosiokultural, masyarakat adat Dasan Beleq berkaitan erat dengan ajaran Islam. Hal ini bisa dilihat dari situs budaya yang ada, terus hidup dan berkembang sejalan dengan ritme kehidupan masyarakat setempat.
Pusat aspek keagamaan terdapat di dusun Gumantar, dimana Mesjid Kuno yang ada sekarang adalah dibangun oleh para wali dan ulama’ penyebar agama Islam terdahulu, sedangkan pusat Pemerintahannya kala itu terdapat di Dusun Dasan Beleq ini.
Situs – situs sejarah peninggalan para wali penyebar agama Islam yang tedapat di Dusun Dasan Beleq Desa Gumantar Kecamatan Kayangan KLU ini, menurut tokoh adat Dusun Dasan Beleq, Malinom (48), mengatakan bahwa, ada beberapa peninggalan, diantaranya ‘Bale Bangar Gubuq’, yang oleh masyarakat setempat disebutnya Pagalan. Bale ini, terletak ditengah-tengah Gubuq Dasan Beleq, dengan ukuran 5x5 m. Bale (rumah) ini, menurut Malinom, keberadaannya diyakini dibuat oleh orang yang pertama kali datang dan menetap di Dusun Dasan Beleq.
“Kedatangannya dari mana, dan siapa nama nya, itu tidak bisa dipastikan,”kata Malinom dengan mimik yang penuh keseriusan.
Namun menurut Sahir (40), salah seorang tokoh muda yang disegani di dusun setempat, menceritakan kepada suarakomunitas.net, tentang keberadaan dari seorang wali penyebar agama Islam yang pertamakali datang dan menetap di kampung Dasan Beleq tersebut.
Diceritakan, konon katanya, pada sekitar abad 16 Masehi, ketika agama Islam sudah mulai tersebar ke seluruh pelosok tanah air, tak terkecuali para penyebar ajaran Islam sampai juga ke wilayah utara lereng gunung Rinjani. Termasuk di gumi Dasan Beleq ini.
Para penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke tempat itu (Dasan Beleq), menurut Sahir, diawali dari Gunung Rinjani. Penyebar agama Islam ini, bernama Mak Beleq dan Kendi (menyerupai Kendi) turun dari Gunung Rinjani, yang dikemudian hari, dalam perjalanan sejarah, setelah berkuasa dan menyebarkan agama Islam di daerah Bayan, Mak Beleq dikenal dengan sebutan Datu Bayan.Sedangkan temannya yang bernama Kendi tadi, kala itu,tetap tinggal dan menyebarkan agama Islam di daerah Dasan Beleq dan sekitarnya.
Diceritakan, sebelum sampai ke Dasan Beleq, para penyebar ajaran Islam (Mak Beleq dan Kendi) ini berhenti dulu di Pawang Semboya, untuk melihat sekeliling utara lereng gunung Rinjani, kearah mana nantinya tujuannya yang pertama dalam menyebarkan ajaran Islam yang dibawanya. Setelah mantap keteguhan hatinya, maka dipilihlah suatu daerah sebagai tujuannya yang pertama dalam menyebarkan ajaran Islam. Daerah tersebut, sekarang dikenal dengan nama Dusun Dasan Beleq. Karena yang pertama kali datang ditempat itu bernama Mak Beleq, sebelum melanjutkan penyebarannya ke daerah Bayan.
Kemudian, situs peninggalan sejarah yang lain di Dusun Dasan Beleq ini adalah Bale Adat yang berada di Pawang Gedeng/Pawang Adat, sekitar 400 meter kearah selatan Gubuq Dasan Beleq sekarang.
Bale adat yang berada ditengah Pawang Gedeng/Pawang Adat ini, terbuat dari anyaman pohon bambu. Mulai dari atap hingga pagarnya semuanya terbuat dari bambu. Disamping Bale Adat ini, sekitar 5 meter disebelah barat laut dari Bale Adat tersebut, didirikan ‘Berugak Agung’ saka enam, sebagai tempat persinggahan para tetua adat sebelum melaksanakan upacara ritual adat di Bale Adat tersebut. Selain sebagai tempat persinggahan para tetua adat sebelum melaksanakan upacara ritualnya, maka Berugak Agung ini, digunakan pula sebagai tempat mempersiapkan sesaji dan segala bentuk hidangan makanan yang disajikan dalam wadah yang disebut dulang, yang diperuntukkan bagi seluruh masyarakat adat yang hadir dalam upacara adat, usai melakukan upacara ritual di Bale Adat tersebut.
Menurut Sahir, yang mendampingi wartawan suarakomunitas.net, ketika mengunjungi Bale Adat yang berada di tengah Pawang Gedeng beberapa waktu lalu, mengatakan, kalau belum sampai waktunya diadakan acara ritual di Bale Adat tersebut, siapa saja tidak boleh masuk atau sekedar melintas didalam arena atau halaman Bale Adat. “Itu pemalik,”katanya meyakinkan.
Wartawan suarakomunitas.net pun, ketika mengambil gambar Bale Adat dan Berugak Agung tersebut, hanya dari luar areal pembatas. Nuansa adat di sebuah dusun tradisional yang jauh dari bisingnya kehidupan masyarakat modern ini, masih kental dengan tradisi-tradisi wetu telu, berurat berakar dikalangan sebagian masyarakat Dayan Gunung, yang masih kuat memegang tradisi tersebut.
Komunitas masyarakat adat dusun Dasan Beleq, menurut Sahir, upacara ritual di Bale Adat yang berada di Pawang Gedeng itu, akan dilaksanakan secara besar – besaran empat bulan sekali. Upacara tersebut, menurut Sahir adalah upacara Buku Beleq. Disebut demikian, karena upacara ini dilaksanakan empat bulan sekali secara besar-besaran. Namun Sahir juga mengaku, bahwa pelaksanaan upacara ritual adat di Pawang Gedeng tersebut, tiap bulan juga dilaksanakan,tetapi hanya sekedar upacara kecil-kecilan.
“Pelaksanaan upacara Buku Beleq di Bale Adat dalam Pawang Gedeng ini, akan dilaksanakan dua bulan lagi dari sekarang.Namun sebelumnya, masyarakat adat Dusun Dasan Beleq secara gotong royong memperbaiki dulu atap dan pagar dari Bale Adat ini, dimana ‘bambu lande’ yang digunakan diambilkan dari suatu tempat yang sudah ditentukan, yaitu dari daerah Tenggorong, ”kata Sahir.
‘Perbaikan ini, dilaksanakan selama 12 hari berturut-turut, hingga tiba waktunya pelaksanaan upacara adatnya, ”tambahnya.
“Mudah-mudahan saja agenda yang sudah ditetapkan oleh para tokoh adat di Dusun Dasan Beleq ini, bisa dilaksanakan sesuai rencana, ”sambungnya. (Eko)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar