Sesait,(SK),-- Kanjeng
Said Rahmad setelah mengajarkan Agama Islam di Gumi Sesait, lalu beliau
berlayar menuju tanah Jawa dwipa untuk melanjutkan syiar Islam. Konon
katanya, berdasarkan bukti tertulis pada piagam Sesait (Kitab Muhtadi’)
yang hingga saat ini tersimpan di Kampu Sesait menerangkan, sepeninggal
Kanjeng Said Rahmad dari bumi Sesait, maka kampung tempat beliau pertama
kali menyebarkan Islam di tanah Sesait tersebut, beliau namakan dengan
sebutan kampung Si Said, (untuk mengenang jasanya) yang berabad-abad
kemudian berdasarkan pergeseran waktu lambat laun nama kampong itu
berubah dari Si Sayid menjadi Sesait.
Inilah
awal mula kampung tersebut diberikan nama Kampung Sesait hingga
sekarang. Sesuai dengan nama beliau sendiri Sayid Rahmat yang artinya
dalam bahasa arab keselamatan. Adapun peninggalan – peninggalan serta
ajaran –ajaran Sayid Rahmat yang masih ada yang kini tersimpan di
Kampu Sesait (Singgasana Datu Sesait) seperti, Kitab Suci Al Qur’an
Cetakan Turki Pertama tahun 1433 M, Kitab Slawatan yang di tulisan
tangan oleh beliau sendiri, yang umurnya sudah mencapai kurang lebih 580
tahun, serta Tongkat Khotbah yang terbuat dari Hati Pisang. Selain
peninggalan Sayid Rahmat yang berbentuk benda tersebut, Sayid Rahmat
juga meninggalkan ajaran yang terkenal yaitu Fiqh Ushul dan Tasawuf,
dimana metode yang di gunakan dalam menyampaikan ajarannya, tidak
pernah bertentangan dengan adat - istiadat atau budaya lokal yang
berlaku di kampung tempatnya berdakwah kala itu yang sekarang bernama
Sesait. Itulah sebabnya di kalangan para sesepuh adat dan para santri
yang hidup kala itu hingga menurunkan generasi berikutnya masih kuat
memegang teguh adat dan pemahaman tasawufnya di kalangan penduduk
Sesait. Hingga sekarang pemahaman jalan tasawuf ini dikalangan sesepuh
atau para pelingsir tokoh adat maupun tokoh agama di bumi Sesait masih
kita jumpai.
Sepeninggal Kanjeng Said Rahmad berlayar
ke gumi jawa Dwipa kala itu, lalu beliau menempatkan kampung Said
(Sesait) sebagai pusat penyebaran agama Islam dan sekaligus di jadikan
sebagai pusat Pemerintahan Kerajaan Sesait. Adapun wilayah Kerajaan
Sesait yang di jadikan sebagai pusat Pemerintahan kala itu menjadi satu
wilayah.Namun sekarang sudah berubah menjadi beberapa buah desa yang
berdiri sendiri, yaitu Desa Pendua,Dusun Santong Asli Desa Santong, Desa
Kayangan dan Desa Sesait sendiri. Walau wet Sesait ini sudah masuk
menjadi bagian desa lain dan di pisahkan secara administrasi, namun wet
adatnya masih tetap satu yaitu wet adat gumi paer Sesait.
Kampu Sesait yang oleh Sayid Rahmat
dijadikan sebagai keratonnya dan dalam setruktur Pemeintahan di
bentuklah lembaga pemerintahan yang di sebut Tau Lokaq Empat, yaitu
Mangku Gumi sekaligus sebagai Raja, Pemusungan sebagai Kepala
Pemeintahan, Jintaka sebagai Pengatur pola tanam di bidang perekonomian
dan Penghulu membidangi di bidang Agama yang mencakup wilayah
kekuasaan Kerajaan Sesait.
Selanjutnya dalam Kitab Muhtadi’ yang
menjadi sumber tertulis Sejarah Sesait menyebutkan, Pengangkatan Raja
Pertama Sesait kala itu dijalankan berdasarkan atas keputusan keluarga
Kerajaan dan bukan memakai sistem Demokrasi seperti yang berlaku di
Negara yang menganut paham demokrasi. Hal tersebut dilakukan karena ini
masalah urusan Trah Kerajaan dan itu juga di setujui oleh para Wali
penyebar agama Islam (Sayid Rahmat ) ketika itu, sekitar pertengahan
abad 15 M silam. Pengangkatan Raja pertama Sesait dengan gelar Pangeran
Mangku Gumi (Satu) sesuai dengan silsilah keturunan yang sudah
tertulis di dalam Piagam Sesait (Kitab Kontara dan Kitab Muhtadi’), dan
inilah yang menjadi pedoman keluarga Kerajaan dalam hal pengangkatan
Raja, dari pertama terbentuk sampai saat ini dan itu tidak bisa di
interfensi oleh siapapun, karena itu mutlak keputusan Trah keluarga
Kerajaan (sesuai Purusa) yang sudah baku sejak pertamanya terbentuk.
Setelah terbentuknya Mangku Gumi,
barulah Mangku Gumi mengangkat Pemusungan sebagai Kepala
Pemerintahan pada waktu itu, kemudian Penghulu dan Jintaka. Untuk
membantu dalam menjalankan pemerintahannya, Pangeran Mangku Gumi, juga
mengangkat Seorang Senopati Perang yaitu Senopati Anggura Paksa dan
empat orang Patih sekaligus, yaitu Daman,Jumanah, Rapiqah dan Raqiah.
Konon ke-empat orang patih ini adalah bersaudara dan khusus di
datangkan dari Negeri Iraq Bagdad. Di ceritakan dalam piagam Sesait,
ketika Said Rahmat meninggalkan kampung Sesait untuk berlayar
melanjutkan perjalanannya ke Jawa Dwipa, namun sebelum sampai ke
Jawadwipa, beliau sempat singgah di Serean Karang Asem dan Klungkung
Bali, setelah itu baru kemudiam beliau melanjutkan perjalanan ke tanah
Jawadwipa. Sesuai dengan wasiat beliau, kisah perjalanan Said Rahmat
dari Sesait ke Pulau Jawa tepatnya di Ampel Denta Surabaya, di tulis
oleh Lebe Seriaji ( santri beliau sendiri), hingga saat ini tulisan
beliau masih tersimpan dengan baik di kampu Sesait.(Eko-Agus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar