Kayangan,-- Setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah
tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Hal
tersebut disampaikan Camat Kayangan Tresnahadi dalam pengantarnya ketika
membuka secara resmi Sosialisasi UU No.23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang diikuti oleh 60
peserta yang teridiri dari PNS,tokoh Agama,tokoh masyarakat,tokoh
pemuda, LSM, Karang Taruna, Kepala Desa dan Sekdes, dari dua Kecamatan
(Bayan dan Kayangan), berlangsung di aula Kantor Camat
Kayangan,Selasa,(30/11/2011).
Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, lanjut Tresnahadi adalah
merupakan jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah
tangga dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam pertemuan tersebut Tresnahadi merespon dan mendukung diadakannya sosialisasi UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT dimaksud, dimana sosialisasi ini melibatkan dua Kecamatan. Ini sangat beralasan karena dengan diadakannya sosialisasi seperti ini, tentunya masyarakat akan memiliki gambaran dan memahami apa isi Undang – Undang KDRT.
Dalam pertemuan tersebut Tresnahadi merespon dan mendukung diadakannya sosialisasi UU No.23 tahun 2004 tentang PKDRT dimaksud, dimana sosialisasi ini melibatkan dua Kecamatan. Ini sangat beralasan karena dengan diadakannya sosialisasi seperti ini, tentunya masyarakat akan memiliki gambaran dan memahami apa isi Undang – Undang KDRT.
Tresnahadi juga mengingatkan bahwa dengan adanya perkembangan
teknologi dewasa ini, lebih-lebih dengan dunia glamour yang serba wah
tersebut, harus bisa difilter terutama yang berdampak negative.
“Ini yang harus kita antisipasi, jangan sampai berkembang pada
generasi muda kita,”tegas Tresnahadi.
“Saya minta kepada kita semua yang hadir ditempat ini, mari kita
ikuti Sosialisasi ini dengan serius serta dengan sebaik-baiknya agar
kita bisa memahami isi UU dimaksud, sehingga didalam kehidupan
bermasyarakat bisa kita terapkan.”ajak Tresnahadi.
Sementara itu, pemateri dalam Sosialisasi UU No.23 Tahun 2004 tentang
PKDRT Muhadi,SH menyampaikan bahwa, Undang-Undang ini dibuat oleh
Pemerintah adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam
masyarakat.Tidak menutup kemungkinan kekerasan dalam rumah tangga pasti
ada dalam kehidupan bermasyarakat.
Kekerasan ini bisa berwujud kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit atau luka berat, ada pula berwujud kekerasan psikis,
yang dapat mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya atau bisa
berakibat pada penderitaan psikis berat pada diri seseorang. Selain itu,
sebut Muhadi, bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga juga
dapat berupa kekerasan seksual dan penelantaran rumah tangga.
“Seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup RTnya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau
perjanjian, ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan
kepada orang tersebut, termasuk pelarangan untuk bekerja bagi yang layak
di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali
orang tersebut,”urai Muhadi serius.
Apabila terjadi hal-hal yang menurut hukum termasuk kekerasan dalam rumah tangga, maka korban juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lain baik sementara maupun berdasarkan penetapan perlindungan dari pengadilan; Mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis; Mendapatkan penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; Mendapatkan pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap proses pemeriksaan sesuai dgn ketentuan peraturan perundang-undangan; dan mendapatkan pelayanan bimbingan rohani.
Apabila terjadi hal-hal yang menurut hukum termasuk kekerasan dalam rumah tangga, maka korban juga memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial atau pihak lain baik sementara maupun berdasarkan penetapan perlindungan dari pengadilan; Mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis; Mendapatkan penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban; Mendapatkan pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap proses pemeriksaan sesuai dgn ketentuan peraturan perundang-undangan; dan mendapatkan pelayanan bimbingan rohani.
Lebih jauh Muhadi menjelaskan tentang kewajiban pemerintah dan
masyarakat dalam hal mencari jalan keluar kasus-kasus kekerasan yang
terjadi dalam rumah tangga. Diantaranya adalah merumuskan kebijakan
tentang penghapusan kekerasan dalam RT; menyelenggarakan komunikasi,
informasi dan edukasi tentang kekerasan dalam RT; menyelenggarakan
advokasi dan sosialisasi tentang kekerasan dalam RT; menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu KDRT serta menetapkan
standar pelayanan yang sensitif gender.
Sementara pemateri yang lain dari Bidang PP dan PA BPM, PPKB, Pemdes
KLU Melsip, menjelaskan materi tentang upaya pemerintah dalam memberikan
pelayanan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, diantaranya
Penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian;Penyediaan
aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial dan pembimbing rohani;
Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program
pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban; dan
Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga dan teman
korban.
“Setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya KDRT
wajib melakukan upaya sesuai batas kemampuannya untuk mencegah
berlangsungnya tindak pidana dan memberikan perlindungan kepada
korban,”jelas Melsip.
Selain itu lanjutnya, orang juga bisa memberikan pertolongan darurat;
dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.(Eko).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar