Kamis, 16 Juni 2011

Kelembagaan Adat Wet Sesait menjadi Pilot Projeck Bank Dunia (14)

Kayangan, - Dijadikannya System Kelembagaan Adat Wet Sesait, Kabupaten Lombok Utara (KLU), sebagai Pilot Project (Proyek Percobaan) oleh Bank Dunia. Dalam system tata kelembagaan adat, berdasarkan hasil pantauan dan penelitian awal terhadap keberadaan dan fungsi sosialnya yang masih utuh, serta masih diakui oleh Komunitas Masyarakat Wet Adat Sesait.
 
Hal ini diakui oleh juru tulis (Sekretaris Jendral, red) Pembekel Adat, Masidep SPd, kerap disapa Amaq Masi, mengungkapkan kepada suarakomunitas.net, saat ditemui di Bale Pesanggrahan, Kamis (1/6) siang, bahwa keinginan Bank Dunia untuk menjadikan Kelembagaan Adat Wet Sesait sebagai Pilot Project telah disampaikan beberapa kali kepada kami.

“Bahkan kami telah di undang dalam kegiatan-kegiatan seminar maupun work shop di salah satu hotel bintang lima di Mataram, “katanya.
Ia juga menjelaskan, tentang beberapa hal yang menjadi fokus kajian Bank Dunia, terkait pranata adat dan pranata sosial budaya, diantaranya system sosial Komunitas Masyarakat Adat Wet Sesait, Sistem Kelembagaan Adat dan Awik-awik (aturan hukum adat) baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Untuk diketahui, “sambung Amaq Masi, ada beberapa Norma Adat yang dijadikan pedoman hidup Komunitas Masyarakat Adat Wet Sesait yaitu pertama, Adat Luir Gama (Norma Agama) sebagai Sumber Pedoman utama. Kedua, Adat Tata Krama yang di dalamnya juga mengatur tentang Aji Krama atau Adat Pemulangan (Pernikahan). Ketiga, Adat Tapsila atau Norma Sopan Santun dan Kesusilaan.

“Ketiga norma Adat tesebut menganut hubungan hirarkis yang merupakan satu kesatuan utuh, tidak bisa terpisahkan satu dengan lainnya dalam penanganan ataupun penyelesaian persoalan yang ada, “ungkapnya.

Lanjutnya,  ketiga norma adat tersebut, masing-masing terdiri dari beberapa bagian dengan Dosa Angkatan dan lambang tersendiri, baik itu yang berkaitan dengan kasus pidana maupun perdata. “Untuk dimaklumi, butuh waktu satu bulan untuk mengupas sebagian dari system sosial dan kelembagaan adat komunitas masyarakat Wet Sesait,” ungkap Amaq Masi.

Sementara, Ketua Pembekel Adat, Amaq Suniarni Degoh, membenarkan yang dikatakan Juru Tulisnya, bahwa Bank Dunia sedang menjajaki komunitas-komunitas adat untuk dijadikan proyek percontohan.

Terkait dengan Komunitas Adat Sesait sebagai pilot projek untuk saat ini belum ada kesepakatan yang jelas dengan pihak Bank Dunia. “Menurut Bank Dunia, dalam hal adat istiadat Sesait memang paling layak untuk dijadikan sebagai pilot project mengingat Komunitas Masyarakat Adat Sesait masih mengakui dan mempertahankan tradisi leluhur, setiap pelaksanan Ritual Adat yang dipusatkan di Kampu Sesait dan Masjid Lokaq (masjid kuno), masyarakat dari berbagai penjuru berbondong-bondong mengikuti pelaksanaan Ritual Adat, “ungkap Amaq Degoh sapaan akrabnya.

Ia juga menjelaskan, luas wilayah Sesait berdasarkan Kara-Kara (Kitab Sejarah) memiliki batas-batas yaitu batas sebelah barat laut adalah Dangar Duh (Pohon Kayu Dangar),  yang berada di Tanak Song, Desa Jenggala, Kecamatan Tanjung.  Batas Sebelah Timur laut yaitu Ketapang Sejolo, Dusun Tampes, Desa Selengen, Kecamatan Kayangan. Batas sebelah tenggara yaitu Lokok Tangkok, areal Hutan Lindung dan Hutan Taman Nasional Gunung Rinjani dan sebelah Barat Daya adalah Punikan sebelah utara Kecamatan Lingsar, Lombok Barat.

Namun,  seiring perkembangan zaman, pada era Orde Baru muncul kebijakan Penyeragaman system pemerintahan desa yang mengakibatkan terjadinya pemecahan wilayah Komunitas Adat menjadi tiga bagian wilayah adat dan beberapa desa.

Saat ini, ada empat desa yang tetap memusatkan pelaksanaan Ritual Adat di pusat budaya Kampu yaitu, desa Sesait sebagai desa induk, dengan kepala pemerintahan bergelar Pemusungan, desa Pendua dengan kepala pemerintahan adalah Kepala Desa, desa Kayangan dengan Kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa dan desa Santong dengan Kepala Pemerintahan adalah Kepala Desa dimana keempat Desa tersebut berada di Kecamatan Kayangan, KLU.

Kegiatan Ritual Adat Wet Sesait berpedoman kepada ajaran agama Islam, misalanya pada saat pelaksanaan ritual Aji Makam “Pulek Taon Lakok Balit” alias pergantian musim hujan ke kemarau, semua prosesi bernuansa keagamaan seperti mengaji sampai tamat 30 zus kitab Al-Quran di Masjid Lokaq yang dipimpin oleh Lokaq Empat (Empat orang tua dalam system kelembagaan adat)  yaitu Mangku Bumi, Pemusungan, Pengulu dan Jintaka.

Demikian pula dalam Ritual Adat lainnya, misalnya dalam pelaksanaan Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, selama tiga hari tiga malam dipusatkan di dalam Kampu dan Masjid Lokaq.

Sementara itu tokoh Masyarakat Adat Lombok Utara Djekat SSos, menyambut baik keinginan Bank Dunia untuk menjadikan Sesait sebagai Pilot Project, dalam hal tata kelembagaan adat. Tokoh kharismatik yang juga Pendiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ini mengungkapkan, bahwa kepercayaan Bank Dunia adalah moment bagi kami untuk menjelaskan tentang kebradaan Masyarakat Adat yang sesungguhnya, karena selama ini muncul stigma yang kurang bersahabat terhadap keberadaan komunitas masyarakat adat. Misalnya istilah Waktu Telu yang sering disalah pahami oleh sebagian orang.

“Waktu Telu sering dikonotasikan dengan ajaran sesat dan menyimpang dari ajaran agama Islam padahal tidak demikian, buktinya kami memiliki Kitab Al-Quran cetakan pertam pada zaman Turki  Usmani dan masih banyak lagi benda-benda bersejarah peninggalan Para Wali di dalam Kampu Sesait, “ungkap Bapak Djekat. (Hamdan Wadi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar